WARTAKOTALIVECOM, JAKARTA -- Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyampaikan tegas bahwa transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat tidak melanggar prinsip-prinsip HAM.
Menurutnya, skema pertukaran data itu sepenuhnya dijalankan berdasarkan Undang‑Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), sehingga berada dalam koridor legal yang sah dan tidak sembarangan dilakukan.
Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Sabtu (26/7/2025), Pigai menjelaskan bahwa klausul pertukaran data secara eksplisit menyebutkan pelaksanaan harus sesuai hukum Indonesia, khususnya UU PDP.
Pemerintah disebutnya menjamin bahwa proses pertukaran data ke pihak asing dilakukan dengan penuh kehati-hatian, pertanggungjawaban, dan memastikan aspek keamanan terjaga kaku.
Pigai memperjelas bahwa karena menggunakan pijakan hukum yang jelas, transfer data dilakukan secara aman dan terukur dalam tata kelola lintas negara.
“Artinya kalau itu yang dilakukan, sekali lagi tidak melanggar HAM atau tidak bertentangan dengan prinsip HAM apa pun,” ujarnya menegaskan.
Di pihak lain, kritik datang dari sejumlah pihak seperti ICSF yang mempertanyakan efektivitas UU PDP di tengah kemudahan transfer data lintas negara yang kini terkesan lemah, bahkan mengikis kedaulatan digital Indonesia.
Mereka menyoroti bahwa Amerika Serikat belum memiliki undang-undang federal yang secara komprehensif mengatur perlindungan data pribadi, sehingga risiko kebocoran data warga Indonesia sangat mungkin terjadi
Sejalan dengan itu, UU PDP yang sudah berlaku sejak 2022 mengatur mekanisme ketat bagi transfer data pribadi lintas negara, khususnya dalam Pasal 56.
Pengendali data diwajibkan memastikan bahwa negara tujuan memiliki tingkat perlindungan data yang setara atau lebih tinggi dibanding standar Indonesia.
Bila ketentuan itu belum terpenuhi, maka diperlukan mekanisme perjanjian yang mengikat atau persetujuan subjek data dalam bentuk tertulis.
Sementara itu, hingga saat ini peraturan pelaksana dari UU PDP seperti RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) belum disahkan, termasuk pembentukan Lembaga Pengawas Data Pribadi sebagai entitas independen yang akan memantau transfer data lintas negara. Ketiadaan lembaga ini disebut-sebut melemahkan implementasi perlindungan data secara efektif di Indonesia.
Meskipun Pigai yakin bahwa pertukaran data dengan AS berjalan aman dan sah secara hukum, kritik dan kekhawatiran publik tetap mengemuka.
Para ahli menekankan perlunya pengawasan ketat, transparansi proses, dan penguatan perangkat hukum agar kepercayaan publik tidak terkikis oleh potensi risiko kebocoran data atau penyalahgunaan lintas yurisdiksi.