Ramadan

Jelang Ramadan, Awas Tertipu Pinjol Ilegal yang Mulai Marak, Ini Modusnya

Editor: Valentino Verry
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, meminta masyarakt untuk tak mudah tergiur atas penawaran dana dari pinjol ilegal. Sebab sekarang sedang marak jelang Ramadan.

Tahun ini, jumlah penerima bantuan pangan beras sebanyak 22.004.077 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan pagu per bulan 220.040.770 kg.

"Tetapi ada 22 juta keluarga yang tidak lagi mencari beras secara terdesak untuk pergi ke pasar. Mereka ini adalah yang paling sensitif dengan kenaikan harga," kata Bayu.

Sebanyak 22 juta keluarga yang menerima bantuan pangan ini masing-masing akan menerima 10 kilogram beras.

Informasi yang Bayu dapat, bantuan pangan 10 kg beras ini dapat mencukupi hingga 50 persen kehidupan keluarga tersebut.

"Apabila mereka merasa cukup 10 kg per bulan itu, informasi yang kami terima, (mampu) mencukupi 40-50 persen kebutuhan keluarga itu dalam satu bulan," kata Bayu.

"Sehingga, mereka cukup tenang untuk menjalani hari harinya karena mereka telah memiliki beras," lanjutnya.

Penjelasan Mendagri

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan harga beras di Indonesia tidak boleh terlalu murah.

Menurut dia, pemerintah RI harus mencari titik keseimbangan antara harga di produsen dan di konsumen.

Hal itu tak lepas dari Indonesia yang merupakan produsen beras.

"Kita harus mencari balance antara menyenangkan produsen dan juga menyenangkan konsumen karena negara kita adalah juga negara yang memproduksi (beras)," kata Tito.

Tito kemudian membandingkan harga beras di Indonesia dengan di Singapura.

Negara yang terkenal akan patung Merlion itu disebut bukan negara produsen, melainkan negara konsumen.

"Singapura adalah negara yang bukan produsen, tapi negara konsumsi. Dia enggak punya pangan, enggak menghasilkan pangan apa pun. Semuanya impor, jadi strateginya beda," ujarnya.

Eks Kapolri itu mengatakan, karena Singapura bukan negara produsen, jadi bisa menjual beras dengan harga serendah mungkin.

"Kalau di Singapura bagaimana caranya harganya serendah mungkin karena yang produsen bukan mereka. Jadi makin murah makin senang (rakyatnya)," tutur Tito.

Sementara itu, Indonesia tidak bisa mengikuti Singapura. Sebab, jika menjual harga beras terlalu murah, kasihan petani dan pengusaha yang memproduksi.

"Indonesia kalau (harga beras) murah sekali, kasihan petani dan penghasil lainnya, termasuk pengusaha yang juga memproduksi. Sebaliknya, kalau harganya tinggi sekali, masyarakat menjerit," ujar Tito.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Berita Terkini