Nomor inilah yang kemudian akan dipakai untuk mendaftar keikutsertaan event-event selanjutnya.
Sportivitas, lebih dari sekadar sport
Selama menempuh jalur Audax, peserta boleh beristirahat, makan-minum, ngobrol dengan teman baru di jalan, gowes santai atau gowes ngebut ala atlet profesional.
Yang pasti, panitia sudah mewanti-wanti bahwa perhelatan ini bukanlah lomba dan peserta tidak boleh mendapat dukungan dari pihak lain untuk menyelesaikan rute.
Sayangnya, acara Audax sering ternodai oleh ulah peserta yang melanggar aturan.
Repotnya, panitia agak sulit mencari bukti karena luasnya area acara.
“Kami justru banyak mendapat laporan dari peserta lain atau fotografer di lapangan yang melihat kejadian,” lanjut Bob.
Memang, dengan mata kepala sendiri saya melihat ada motor ojek yang mengikuti salah satu peserta dengan memakai jaket dan helm salah satu platform komersial digital.
Awalnya, saya pikir hanya motor biasa yang kebetulan sedang melintas.
Tapi saat hujan deras di km 84, Jalan Raya Serang, motor itu berhenti di dekat salah satu peserta dan memberikan jas hujan.
Ojek yang sama, terus berada di jalur Audax dan pada tempat-tempat yang sepi, pengemudinya berlagak memotret peserta lain menggunakan HP.
Perilaku peserta Audax semacam ini tentu mencederai “roh” acara yang menjunjung tinggi sportivitas.
“Bagaimana mau jujur dalam hidup, kalau sepedaan saja curang,” kata Zafrullah, salah seorang volunteer Audax lainnya.
Selain motor, saya juga sempat melihat satu-dua mobil yang berhenti di pinggir jalan dan seperti menunggu peserta yang lewat.
Membuktikan bahwa mobil tersebut adalah mobil support individu atau kelompok, tentu sulit karena harus menunggu momentum tak terbantah seperti kasus motor di atas.