WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK -- Pemerintah Kota Depok berkomitmen menekan dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak sesuai UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) di wilayahnya.
Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Nessi Annisa Handari mengatakan ada beberapa program yang telah dilakukan Pemkot Depok untuk menghapus KDRT ini.
"Untuk pencegahan KDRT kita melakukan penguatan ketahanan keluarga melalui 8 fungsi keluarga, sosialisasi PKDRT dan penguatan kelembagaan PKDRT," kata Nessi saat sosialisasi UU PKDRT di Kelurahan Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Minggu (30/1/2022).
Penguatan ketahanan keluarga dilakukan dengan dengan memperkokoh fungsi keluarga seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
"Dinas PAPMK juga rutin melakukan sosialisasi UU No.23 Tahun 2014 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) seperti dilakukan hari ini di Kelurahan Tugu," tuturnya.
Sementara untuk penguatan kelembagaan PKDRT, Pemkot Depok telah membentuk Satgas Pencegahan KDRT di 63 kelurahan sejak 2018 lalu.
Baca juga: Mengenang Sosok Bapak Satpam Indonesia Awaloedin Djamin, Wafat 31 Januari 2019
"Untuk tingkat kecamatan kita bentuk Satgas PKDRT sejak 2020 lalu," imbuh Nessi.
Menurut dia, pembentukan Satgas PKDRT ini sesuai UU Nomor 23 Tahun 2004.
"UU ini mengamanatkan bahwa semua warga negara berhak mendapati rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan," jelas Nessi.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik, Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi Sarankan Umat Ibadah di Rumah Saat Imlek
Baca juga: Sembilan Pemain Terpapar Covid-19, Persib Tingkatkan Prokes kepada Pemain, Tim Pelatih, & Para Staf
Nessi menambahkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan setiap tindakan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan penelantaran rumah tangga.
"Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya antara suami-istri, bisa juga anak atau keponakan," ungkapnya.
Nessi menyebut ada 4 tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu:
1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
4. Memlihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Baca juga: Tiga Korban yang Tewas Kebakaran di Tebet Dikuburkan Tanpa Keluarga karena Bukan Warga Asli Jakarta
Baca juga: Fiersa Besari Jadi Korban Pencurian Usai Nomor Rekening Bank Dibobol Orang, Kehilangan Uang Berapa?
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), prevalensi kekerasan terhadap anak di Indonesia cenderung menurun selama pandemi Covid-19.
Kekerasan terhadap anak laki-laki turun dari dari 62,31 persen pada 2018 menjadi 34 persen pada 2001.
Sementara kekerasan terhadap anak perempuan turun dari 62,75 persen pada 2018 menjadi 41,05 pada 2021.
Untuk jenis kekerasan, tindakan kekerasan emosional dialami 3 dari 10 anak laki-laki dan 4 dari 10 anak perempuan.
Baca juga: Kisah Tragis 3 Warga Terbakar Hidup-hidup di Rumah Kontrakan di Gang Sempit
Kekerasan fisik dialami 15 dari 100 anak laki-laki dan 10 dari 100 anak perempuan
Sementara kekerasan seksual dialami 4 dari 10 anak laki-laki dan 8 dari 10 anak perempuan.
"Sekira 47-73 % pelaku adalah teman sebaya dan 12-29% pelaku adalah pacarnya," tambah Nessi.
Sementara Data dari DPAPMK Kota Depok menunjukkan laporan jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan di UPTD PPA Kota Depok pada 2017 hingga 2021 cenderung meningkat.
Baca juga: Ramalan Zodiak Senin 31 Januari, Leo Berani, Aquarius Kerahkan Kemampuan, Taurus Istirahat Ekstra
"Pada 2017 ada 117 laporan, 2018 ada 179 laporan, 2019 ada 149 laporan, 2020 ada 200 lapiran dan 2021 ada 204 laporan," ungkap Nessi.
Rinciannya, kekerasan terhadap anak pada 2017 ada 96 kasua, 2018 ada 101 kasus, 2019 ada 88 kasus, 2020 ada 121 kasus dan 2021 ada 104 kasus.
Lalu kekerasan terhadap perempuan pada 2017 ada 21 kasus, 2018 ada 78 kasus, 2019 ada 61 kasus, 2020 ada 79 kasus dan 2021 ada 100 kasus.
Kekerasan pada anak tertinggi terjadi di Kecamatan Beji dan Tapos (16 kasus), Pancoran Mas (15 kasus), Sawangan (10 kasus), Bojongsari, Cilodong, Cimanggis, dan Sukmajaya (9 kasus), Cipayung (5 kasus), Cinere (3 kasus), Limo (1 kasus), Lainnya (3 kasus).
Baca juga: Arzeti Bilbina Sedang Berduka Setelah Ayah Mertuanya Mayjen (Purn) Bachrul Ulum Meninggal Dunia
"Penyebab KDRT umumnya karena faktor ekonomi, agama, pendidikan serta faktor sosial politik budaya," papar Nessi.
Sementara Lurah Tugu Bambang mengatakan kegiatan sosialisasi UU No.23 Tahun 2024 tentang Penghapusan KDRT ini sangat bagus.
"Saya apresiasi kegiatan ini. Apalagi pembicaranya ada anggota DPR dari Fraksi PKS Nur Azizah Tamhid dan Kepala DPAPMK bu Nessi. Jadi cocok itu ada ahlinya," kata Bambang.
Baca juga: Ini Agro Edu Wisata Cilangkap, Tempat Anies Panen Golden Melon
Dia berharap warga Kelurahan Tugu yang ikut acara ini memahami materi yang disampaikan dan bisa menyampaikan kembali kepada warga di lingkungannya.
"Ini kan ada tokoh agama, tokoh masyarakat dan perwakulan RT/RW," tuturnya.
Kelurahan Tugu sendiri sudah memiliki Satgas Penghapusan KDRT.
"Kalau ada lapofan KDRT, Satgas yang akan menyelesaikannya," pungkas Bambang.