WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -Sebanyak 19 narapidana bandar narkoba ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Super Maximum Security di Nusakambangan.
Para narapidana dipindahkan ke Nusakambangan tepatnya Lapas Khusus Kelas IIA Karanganyar pada Rabu (4/8) lalu.
Adapun 19 narapidana yang dipindahkan yaitu MK, FT, AA, D, MA, MS, AAr, MAD, IS, SH, DP, FY, FA, MAA, M, AHH, RM, DS, dan HG.
Mereka berasal dari beberapa lapas dan rumah tahanan negara (rutan) di Lampung di antaranya Lapas Kelas I Bandar Lampung, Lapas Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung, Lapas Kelas IIA Kalianda, Lapas Kelas IIB Gunung Sugih, Rutan Kelas I Bandar Lampung, dan Rutan Kelas IIB Menggala. Sementara lima di antaranya merupakan narapidana pindahan dari Lapas Kelas I Palembang.
Baca juga: Kabur dari Lapas Abepura pada 8 Januari 2016, Teroris KKB Osimin Wenda Diciduk di Puncak Jaya Papua
Ini bukan pertama kalinya Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham melakukan pemindahan napi narkoba.
Namun, menurut Pengamat Kebijakan Lembaga, Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, upaya pemindahan tersebut bukanlah esensi utama dalam pemberantasan narkoba di Indonesia.
Pasalnya, dari hasil ungkap kasus jajaran BNN dan Polri masih mendapati pengedar narkoba yang dikendalikan bandar dari balik jeruji besi.
"Kebanyakan Pemindahan narapidana kasus narkoba ini hanya sebatas SOP saja. Kasus narkoba karakteristiknya itu berbeda ada pada bandar. Sama saja pindahin kenyamanan dari satu lokasi ke Nusakambangan," kata Pengamat Kebijakan Lembaga, Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi dibubungi wartawan, Selasa (10/8/2021).
Josias Simon menambahkan, hal yang juga penting diperhatikan adalah bagaimana memperbaiki manajemen di lingkungan Lapas sendiri.
Baca juga: DPR Akan Panggil Dirjen Lapas, Kabareskrim dan Kepala BNN Cari Solusi Persoalan Narkotika di Lapas
Sebab, menurutnya, dalam sejumlah temuan sebelumnya, masih ada petugas Lapas yang 'main mata' dengan narapidana.
"Katakan beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya dan ini menjadi perhatian khusus," ujarnya.
Kendati demikian, keterlibatan itu pun tidak terlepas dari kelonggaran aturan di setiap masing-masing Lapas.
Sehingga, wajar saja jika hal tersebut dimanfaatkan para bandar nakorba untuk mengendalikan bisnisnya dari dalam jeruji besi.
"Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian. Mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke Lapas itu begitu saja. Kita masuk ke Lapas tidak tahu mana bandar mana penyalahguna. Itu yang kemudian potensinya sangat besar sekali," ucapnya.
Menurutnya, untuk melihat efektif atau tidaknya pemindahan narapidana narkoba harus dilihat dari cara bagaimana petugas membedakan status bandar dengan penyalahguna.