WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKKM) diperpanjang hingga 8 Februari mendatang, namun angka harian kasus positif Covid-19 belum menunjukkan arah terkendali.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menyarankan, sebaiknya pemerintah memperlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat.
Menurut Slamet, tidak pilihan untuk pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 di Indonesia, meski berdampak secara ekonomi.
Baca juga: Ada Dugaan Perbuatan Melawan Hukum, Besok Bareskrim Gelar Perkara Soal 92 Rekening FPI
"PSBB super ketat, bahasa kasarnya lockdown, cuma memang ekonominya bisa jatuh."
"Tapi kalau enggak begitu masyarakat enggak displin. Vaksin belum ada," ujarnya saat dihubungi Tribunnews, Senin (1/2/2021).
PB IDI menilai, langkah tersebut perlu dipertimbangaan lebih jauh oleh Presiden Joko Widodo, agar lebih mementingkan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Epidemiolog Bilang Virus Nipah Berpotensi Besar Jadi Pandemi, Setengah Penduduk Wilayah Bisa Habis
Dengan pembatasan mobilitas masyarakat yang sangat ketat, angka kasus positif Covid-19 dapat diturunkan.
"Yang penting ini pembatasan mobilitasi masyarakat."
"Ekonomi akan jatuh, tapi kesehatan masyarakat terselematkan, dan kematian akan berkurang," tutur Slamet.
Baca juga: KPK Minta Kuasa Hukum Nurhadi Jangan Giring Opini Keliru Soal Insiden Pemukulan Petugas Rutan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak efektif.
Hal itu ia sampaikan saat rapat terbatas mengenai pendisiplinan melawan Covid-19, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/1/2021).
Berikut ini pernyataan lengkap Jokowi di rapat tersebut, seperti dikutip Wartakotalive dari laman setkab.go.id.
Baca juga: Habiburokhman Pimpin Majelis Kehormatan Partai Gerindra, Wagub DKI Jadi Anggota
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh;
Selamat siang;
Salam sejahtera buat kita semuanya.
Saya ingin menyampaikan yang berkaitan dengan PPKM, tanggal 11 Januari sampai 25 Januari.
Kita harus omong apa adanya, ini tidak efektif.
Mobilitas juga masih, tinggi, karena kita memiliki indeks mobility-nya ada, sehingga di beberapa provinsi Covid-19-nya tetap naik.
Saya ingin Menko ajak sebanyak-banyaknya pakar epidemiolog, sehingga dalam mendesain kebijakan itu betul-betul bisa lebih komprehensif.
Sebetulnya esensi-esensi dari PPKM ini kan membatasi mobilitas, namanya saja kan pembatasan kegiatan masyarakat.
Tetapi yang saya lihat di implementasinya ini kita tidak tegas dan tidak konsisten.
Ini hanya masalah implementasi ini.
Sehingga saya minta betul-betul turun ke lapangan, ada di lapangan.
Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana, agar masyarakat tahu apa sih yang namanya 3M itu.
Siapin juga masker yang memiliki standar-standar yang benar.
Sehingga masyarakat kalau yang enggak pakai langsung diberi, pakai, diberi tahu (mengenai) apa, apa, apa, apa.
Ini memang harus kerja sesimpel mungkin, sesederhana mungkin, tapi betul-betul ada di lapangan, di provinsi-provinsi yang sudah kita sepakati.
Yang kedua, menurut saya, hati-hati ini turun.
Ada PPKM, ekonomi turun. Sebetulnya enggak apa-apa, asal Covid-19-nya juga turun, tapi ini enggak.
Menurut saya, coba dilihat lagi. Tolong ini betul-betul dikalkulasi, betul-betul dihitung, sehingga kita mendapatkan sebuah formula.
Ya memang formula standar itu enggak ada, negara lain ya enggak ada.
Yang formula standar apa enggak ada, yang benar yang mana juga enggak ada. Yang lockdown-pun kan juga eksponensial juga.
Saya rasa sore ini, hanya itu saja yang ingin saya sampaikan.
Kemudian saya kira setelah itu kita harapkan di Februari ini betul-betul kita kepung dengan vaksinasi. Saya rasa itu sebagai pengantar.
Yang ingin saya dengar adalah implementasi lapangannya seperti apa.
Mungkin nanti Kementerian Agama melibatkan tokoh-tokoh agamanya seperti apa, TNI seperti apa, di Polri seperti apa.
Dan Pak Menko nanti yang mungkin bisa men-drive agar ini betul-betul lapangannya terjadi.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 31 Januari 2021, dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 269.718 (25.0%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 150.336 (13.9%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 125.355 (11.6%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 112.795 (10.5%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 48.261 (4.5%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 41.212 (3.8%)
RIAU
Jumlah Kasus: 29.008 (2.7%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 26.979 (2.5%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 26.204 (2.4%)
BALI
Jumlah Kasus: 26.152 (2.4%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 21.825 (2.0%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 20.865 (1.9%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 18.076 (1.7%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 15.237 (1.4%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 14.310 (1.3%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 13.453 (1.2%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 11.976 (1.1%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 10.009 (0.9%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 9.501 (0.9%)
ACEH
Jumlah Kasus: 9.228 (0.9%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 8.099 (0.8%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 7.793 (0.7%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 7.574 (0.7%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 7.040 (0.7%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 6.727 (0.6%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 6.426 (0.6%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 4.905 (0.5%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 4.667 (0.4%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 4.580 (0.4%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 4.579 (0.4%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 4.308 (0.4%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 3.932 (0.4%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 3.732 (0.3%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 3.452 (0.3%). (Rina Ayu)