Kemudian ada yang membuka usaha nasi bungkus dan lainnya. Menurut Sujai, banyak diantara guide ini yang menjual kendaraan atau menggadaikannya untuk menjadi modal usaha baru.
Langkah ini dilakukan, karena mereka tidak bisa menggantungkan bantuan dari pemerintah.
"Ada pemerintah yang meminta kami ikut program pra kerja. Tapi itu sangat tidak bisa kami ikuti, karena mayoritas kami sudah punya sertifikat kompetisi sesuai kegiatan kami.
Kalau harus kursus lagi, sangat tidak bisa dilakukan," ungkap Sujai.
Selama ini guide memiliki sertifikasi terkait profesi mereka dalam hal hospitality (keramahan) melayani wisatawan.
Pengetahuan terhadap layanan atau jasa terkait seperti rent car, hotel, penginapan, restauran, toko oleh-oleh dan sejenisnya.
Juga kemampuan bahasa asing, dimana guide ada spesialisasi kemampuan bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Spanyol, bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Jepang, bahasa Mandarin, dan lainnya.
"Kalau kami harus kursus lagi, ya tidak mungkin. Karena kami sudah memiliki kemampuan itu, sehingga anggota kami tidak ada yang ikut program pra kerja," ungkap Sujai.
Alhasil, anggota himpunan ini kemudian membuka "Lumbung pangan guide", yang menampung usaha para anggota kemudian disalurkan untuk anggota.
Antar anggota diakui saling subsidi silang. Dari sekitar 600 anggota, sekitar 50 yang aktif membuka usaha lainnya yang bisa mendukung sesama rekan guide.
Sujai mengakui, pihaknya menerima permintaan dari Dinas Pariwisata baik di tingkat Pemkot maupun Pemprov untuk mendata anggota dan kondisi masing-masing.
"Informasinya akan ada stimulus atau bantuan yang bisa membantu kami. Tapi seperti apa kami belum mendapatkan informasi lanjutan," jelas Sujai.
Meski begitu, HPI juga masih ikut berpartisipasi dalam penanganan Covid 19 yang dilakukan pemerintah.
Terutama kepada warga terdampak, baik dalam satu group maupun non group.
Misalnya dengan membagi nasi bungkus dan sembako kepada warga terdampak yang tidak terkoneksi dengan smartphone.