Virus Corona

Tolak Darurat Sipil, Fadli Zon:Status Darurat Sipil Adalah Upaya Pemerintah Lari dari Tanggung Jawab

Editor: Dwi Rizki
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fadli Zon berhasil meloloskan resolusi terkait Rohingya di Sidang APPF.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang mempertimbangkan darurat sipil dalam penanganan virus corona disoroti tajam Fadli Zon.

Wakil Ketua Partai Gerindra itu berpendapat, upaya pemerintah menerapkan status darurat sipil dalam menghadapi wabah Covid-19 adalah upaya lepas dari tanggung jawab.

Hal tersebut disampaikan Fadli Zon lewat akun twitternya @fadlizon; pada Selasa (31/3/2020) malam.

Dalam postingannya, Fadli Zon mengaku terkejut atas pernyataan jokowi-sapaan Joko WIdodo; saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lewat video conference dari Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat pada Senin (30/3/2020).

Jokowi Pilih Pembatasan Sosial Berskala Besar, Ini Bedanya dengan Karantina Wilayah

BREAKING NEWS: Mulai April Jokowi Gratiskan Pembayaran Listrik 3 Bulan Khusus Warga Miskin

"Menurut saya, itu keputusan yg aneh dan berbahaya. Sy sebut aneh, karena yang sedang kita hadapi saat ini adalah krisis kesehatan, bukan kekacauan keamanan," ungkap Fadli Zon.

"Sehingga, opsi menerapkan darurat sipil tentu saja mengherankan," tambahnya.

Selain itu, Indonesia dijelaskannya telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Dalam peraturan tersebut memuat berbagai klausul mengenai situasi darurat kesehatan sebagaimana yang kini tengah dihadapi bersama.

"UU No. 6/2018 bahkan ditandatangani oleh Presiden @jokowi dan @DPR_RI periode 2014-2019," ujar Fadli Zon.

"Kenapa Presiden justru kembali lagi ke UU No. 23/1959 tentang darurat keamanan yg sudah jadul? Selain jadul, UU lahir dalam situasi yg jauh berbeda dengan yg kini sedang kita hadapi," jelasnya.

Terlebih, Fadli Zon mengingatkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan merupakan inisiatif pemerintahan Jokowi.

Sehingga menurutnya sangat aneh apabila Jokowi yang mengusulkan dan menerima undang-undang, tetapi tidak mau menerapkannya.

Padahal situasi saat ini ditegaskan Fadli Zon sangat memerlukannya.

Darurat Sipil Sangat Berbahaya

Keputusan untuk menerapkan status darurat sipil yang diatiur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya menurutnya sangat berbahaya.

Karena dijelaskannya akan memberi kewenangan koersif kepada aparat keamanan dengan mengesampingkan prosedur hukum standar.

Satu di antaranya sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959.

Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian,penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

UPDATE Virus Corona Dunia Rabu 1 April, Sebanyak 856.917 dengan Kematian 42.107

Penguasa Darurat Sipil sesuai ketentuan tersebut lanjutnya, berhak mengadakan sensor terhadap penerbitan, tulisan, percetakan, dan lain-lain.

"Jadi, Presiden, sbg Penguasa Darurat Sipil, mendapat kekuasaan ekstra yg sangat besar," ungkap Fadli Zon.

"Padahal, yg dibutuhkan saat ini hanyalah Presiden cukup menggunakan kekuasaan sebagaimana telah diberikan oleh UU No. 6/2018 saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengatasi krisis!," tegasnya. 

Selain tidak sensitif dengan aspirasi para tenaga medis yang telah disampaikan dalam tiga pekan terakhir, dengan melempar isu darurat sipil Presiden juga tidak sensitif dengan aspirasi masyarakat sipil.

Masyarakat punya trauma dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959 tersebut.

Undang-undang tersebut terakhir kali digunakan oleh Presiden Megawati untuk memberlakukan status darurat militer di Aceh.

"Mari kita dudukkan kembali persoalan ini pada porsinya," jelas Fadli Zon.

Isu utama dalam mengatasi pandemi Covid-19 ditegaskannya adalah menyelamatkan kesehatan masyarakat.

Sejauh ini, menurutnya terdapat empat metode untuk mencegah dan mengatasi penyebaran virus tersebut.

Pertama adalah isolasi, yaitu memisahkan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 dari orang-orang yang sehat.

Pembatasan Sosial dan Darurat Sipil Ditetapkan, Wapres Maruf Amin Dukung Percepat Pengumpulan Zakat

Kedua adalah karantina, yaitu pembatasan aktivitas orang-orang yang diduga terkena virus, namun belum menunjukkan gejala sakit.

Karantina ini bisa diterapkan pada individu atau juga wilayah.

Ketiga social distancing, yaitu menjaga jarak dalam interaksi sosial.

Tujuannya untuk mencegah penularan.

Social distancing ini bukan hanya berlaku individual, tapi benar-benar sosial.

Itu sebabnya kenapa aktivitas ekonomi dan perkantoran harus dikurangi, atau bahkan ditiadakan.

sedangkan keempat, community containment alias penahanan komunitas.

Community containment adalah bentuk intervensi untuk membatasi akses dan aktivitas seluruh komunitas dan wilayah.

Kecuali mobilitas untuk keperluan logistik vital, semua aktivitas lainnya harus dikurangi seminimal mungkin.

"Itu adalah empat metode yg dikenal di dunia untuk mencegah dan mengatasi pandemi global, termasuk Covid-19. Dan tidak ada 'darurat sipil' di dalamnya," ungkap Fadli Zon.

"Kita bisa jadi bahan tertawaan dunia jika melakukannya. 'Darurat Sipil' adalah solusi dagelan di tengah Covid-19," tambahnya.

Konsep Darurat SIpil untuk Kedaruratan Pertahanan

Sebab lanjutnya, konsep darurat sipil dalam UU Nomor 23 Tahun 1959 adalah mengenai keadaan bahaya.

Konteksnya adalah isu pertahanan dan keamanan yang bersifat politik.

"Jadi, sangat tidak relevan jika digunakan sbg dasar kebijakan penanganan wabah," imbuhnya.

Alih-alih memperjelas peta jalan penanganan krisis, Fadli on berpendapat pernyataan Jokowi mengenai darurat sipil itu menandai babak baru ketidakpastian hukum, kebijakan, serta rantai tanggung jawab dalam mengatasi wabah Covid-19.

"Untuk kesekian kalinya Presiden, menurut saya, kembali menghindari tanggung jawab penanganan krisis," jelasnya.

Berita Terkini