MAHKAMAH Agung (MA) memvonis lepas mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi investasi di Blok Basker Manta Gummy, Australia.
Sebelumnya, Karen Agustiawan divonis selama 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Vonis lepas onslag," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).
• Pasien Sembuh Bisa Kembali Tertular Virus Corona, Bakal Dididik 14 Hari di Rumah Jika Sudah Sehat
Hakim menilai Karen Agustiawan tidak terbukti melakukan perbuatan yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 568 miliar.
Putusan itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim Agung Abdul Latif dengan anggota Krisna Harahap, M Asikin, dan Sofyan Sitompul.
Pertimbangan putus lepas terhadap Karen Agustiawan, perbuatannya dinilai bukan bentuk pidana korupsi.
• Didukung Jadi Ketua Umum Partai Gerindra, Sandiaga Uno: Keputusan Final di Prabowo
MA memandang, kegagalan Pertamina dalam akuisisi saham Blok BMG sebesar 10 persen atau senilai 31,5 juta dolar AS, bukan sebagai kerugian negara.
Terpisah, pengacara Karen Agustiawan, Soesilo Ariwibowo, membenarkan kliennya divonis lepas.
Namun, hingga kini tim kuasa hukum masih menunggu petikan putusan dari MA.
• Ali Mochtar Ngabalin Minta Politikus Jangan Politisasi Wabah Virus Corona untuk Pencitraan
"Iya benar, saya baru saja mendengar putusannya."
"Tapi untuk petikan putusannya masih ditunggu," ujar Soesilo kepada wartawan, Senin (9/3/2020).
Kendati demikian, Soesilo belum bisa memastikan apakah kliennya langsung dikeluarkan dari tahanan.
• Pemerintah Revisi Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2020, Jadi Bertambah Atau Berkurang?
"Untuk eksekusinya menunggu petikan putusan ya, mungkin besok," ucap Soesilo.
Lantas, bagaimana respons Kejaksaan Agung (Kejagung) atas putusan ini?
Sebab, Kejagung lah yang menyidik perkara ini hingga menahan Karen Agustiawan pada Senin (24/9/2018) silam.
• 4 Pasien Virus Corona Tak Demam Lagi, Bisa Segera Pulang Jika 2 Kali Pemeriksaan Hasilnya Negatif
Hasil penyidikan Kejagung saat itu, ditemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusutan investasi di Blok BMG.
Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung kajian kelayakan hingga tahap final kajian lengkap mutakhir.
Diduga, direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan dewan komisaris. Hingga muncul kerugian negara mencapai ratusan miliar.
• Bertambah Jadi Delapan, Ini Daftar Rumah Sakit Rujukan Virus Corona di Jakarta
Dikonfirmasi soal putusan MA atas bebasnya Karen Agustiawan, Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono belum mau berkomentar banyak, termasuk langkah yang bakal diambil untuk menyikapi putusan MA.
"Kami belum menerima pemberitahuan putusan," ungkap Hari Setiyono saat dikonfirmasi Tribunnews, Senin (9/3/2020) malam.
Hari Setiyono menambahkan, pihaknya akan menanggapi jika sudah menerima salinan putusan resmi dari MA.
• DAFTAR Polwan Berpangkat Jenderal di Polri, Siapa Bakal Jadi Kapolda?
Sebelumnya, Karen Agustiawan divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan oleh pengadilan tingkat pertama.
Dia dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam akuisisi blok BMG di Australia pada 2009.
Atas putusan itu, Karen Agustiawan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI.
• UMAT Islam Diminta Bawa Sajadah Sendiri Saat Salat di Masjid Atau Musala, Ini Alasannya
Tapi, bandingnya ditolak, dan Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama.
Tidak puas, Karen Agustiawan mengajukan kasasi ke MA.
Dikutip Wartakotalive dari hukumonline.com, berikut ini beberapa bentuk putusan pengadilan:
• BREAKING NEWS: Pemerintah Tambah Libur dan Cuti Bersama 2020 Jadi 24 Hari
Dalam penyelesaian perkara pidana di pengadilan terdapat tiga bentuk putusan:
1. Putusan bebas;
2. Putusan lepas; dan
3. Putusan pemidanaan.
Putusan bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 352), yang melandasi putusan lepas, terletak pada kenyataan apa yang didakwakan dan yang telah terbukti tersebut, bukan merupakan tindak pidana, tetapi termasuk ruang lingkup hukum perdata atau adat.
Sedangkan Putusan Pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yaitu:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Jadi jika terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Perbedaan Putusan Bebas dan Putusan Lepas
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana (hal. 152-153), perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum pembuktian, yaitu:
Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim.
Sedangkan pada putusan lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Akan, tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat, atau hukum dagang.
Upaya Hukum Terhadap Putusan Bebas dan Putusan Lepas
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana, untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Upaya hukum terdiri dari:
1. Upaya hukum biasa
a. Banding; dan
b. Kasasi.
2. Upaya hukum luar biasa
a. Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Tidak semua upaya hukum dapat dilakukan terhadap semua putusan pengadilan, berikut rinciannya:
1. Banding
Dilakukan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.
Tidak dapat dilakukan terhadap:
a. putusan bebas;
b. putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum; dan
c. putusan pengadilan dalam acara cepat.
2. Kasasi
Dilakukan terhadap terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung.
Tetapi, tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas.
3. Kasasi Demi Kepentingan hukum
Dapat dilakukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung).
4. Peninjauan Kembali
Dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas.
Tetapi kini terhadap putusan bebas dapat dilakukan kasasi.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012 melegalkan praktik pengajuan kasasi atas vonis bebas. (Ilham Rian Pratama)