8. Peristiwa Trisakti, Semanggi I, Semanggi II;
9. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998;
10. Peristiwa Wasior 2001;
11. Peristiwa Wamena 2003;
12. Peristiwa Jambu Keupok 2003;
Anam juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menjelaskan kepada publik, mengapa pelanggaran HAM berat dinilai stagnan dan terkesan mundur.
Hal ini menurutnya tercermin dari sikap dan pernyataan Burhanuddin tersebut.
"Atau justru Presiden Jokowi sendiri yang enggan melakukan penuntasan pelanggran HAM berat tersebut."
• SALUT! Warga di Bekasi Sukses Terapkan Larangan Parkir Mobil di Jalan Kampung Tanpa Perda dan Denda
"Mulai dari periode pertama sampai saat ini, narasi yang dibangun oleh pemerintahan Presiden Jokowi, yang dicerminkan oleh sikap dan pandangan Jaksa Agung."
"Itu jelas sikap dan pandangan yang enggan melakukan penegakan hukum untuk pelanggaran HAM berat," papar Anam.
Ia pun mengingatkan, kasus pelanggaran HAM berat tidak hanya merupakan kebutuhan korban.
• Disebut Jokowi Sebagai Calon Penggantinya, Begini Peluang Sandiaga Uno di Pilpres 2024
Namun, juga kebutuhan bangsa dan negara ini untuk memastikan kasus serupa tidak akan berulang kembali.
"Ini menjadi amanat reformasi," tegas Anam.
Ia menilai, sikap yang dinilai berulang dan selalu dinyatakan oleh Jaksa Agung tersebut, bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi, yang akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.
• Sohibul Iman Bilang Nama Ahmad Syaikhu Dicopot dari Daftar Cawagub, PKS DKI Malah Tanya Buktinya
Perbedaan itu menurutnya harus dijelaskan oleh Presiden, agar tidak menimbulkan kegaduhan dan salah tafsir.
Ia mengaskan, Komnas HAM masih berpegang teguh pada pernyataan Presiden kepada Komnas HAM, ketika bertemu pada 2018 lalu.
Termasuk, hal yang diungkapkannya dalam Pidato Kenegaraan pada Agustus 2018.
"Bahwa kasus pelanggaran HAM berat akan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku," ucap Anam. (Chaerul Umam/Gita Irawan)