OnContracting menaksir bahwa sebuah perusahaan teknologi di Amerika Serikat rata-rata bisa menghemat pengeluaran hingga 100.000 dollar AS (Rp 1,4 miliar) per tahun per orang apabila mempekerjakan pegawai kontrak, alih-alih karyawan tetap.
• Hubungan Amerika Serikat-China Terus Panas, Kali Ini Bukan soal Perang Dagang
Pengiritannya berasal dari gaji dan benefit pegawai kontrak yang lebih rendah.
Pengelola OnContracting, Pradeep Chauhan, tak menampik bahwa sistem kontrak menimbulkan kesenjangan di antara para karyawan perusahaan.
"Ini (sistem pegawai kontrak) menciptakan sistem kasta di dalam perusahaan," ujar Chauhan, sebagaimana dirangkum New York Times.
Praktek di atas, menurut OnContracting, sudah lazim dilakukan oleh perusahan-perusahan teknologi di Silicon Valley -bukan hanya Google saja.
OnContracting memperkirakan 40-50 persen dari tenaga kerja di perusahaan teknologi rata-rata adalah pegawai kontrak.
Menanggapi persoalan tenaga kerja kontrak, Google tak secara langsung membantah adanya kesenjangan tersembunyi di antara para karyawan.
Namun, raksasa internet tersebut menegaskan tak merekrut pekerja kontrak semata-mata demi menghemat pengeluaran saja.
Bulan April lalu, Google menyatakan tiap pekerja kontrak nantinya harus mendapat jaminan kesehatan, cuti untuk kelahiran anak, dan upah minimum sebesar 15 dollar AS per jam dari pihak agensi penyedia SDM yang bersangkutan.
Vice President of People Operations Google, Eileen Naughton, mengatakan, pihaknya menyediakan fasilitas bagi karyawan untuk menyuarakan aduan atau hal-hal yang dinilai harus mendapat perhatian perusahaan.
"Kami menyelidiki, meminta pertanggungjawaban dari individu terkait, dan berupaya meluruskan persoalan bagi siapapun yang terdampak," katanya.
• Albert Mulai Usaha saat Masih Belajar di Kampus, Bangun Pukul 03.00
Berita ini sudah diunggah di Kompas.com dengan judul Kesenjangan Tersembunyi di Kantor Google