Pemilu 2019

Nilai Aksi Unjuk Rasa Kivlan Zen Tak Bisa Didiamkan, Moeldoko: Berikutnya Ada Ajakan Merdeka

Penulis:
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Staf Kantor Kepresidenan, Jenderal (Purn) Moeldoko didampingi oleh Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Maman Imanulhaq, saat peluncuran program 'Go RelaOne' di Rumah Aspirasi, Jalan Proklamasi Nomor 46, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/10/2018).

KEPALA Staf Presiden Moeldoko menjelaskan, pemerintah membutuhkan Tim Hukum Nasional untuk mengkaji ujaran kebencian dan tindakan melanggar hukum yang beredar selama Pemilu 2019.

Terlebih, belakangan ujaran kebencian atau tindakan yang bersifat hasutan terkait Pemilu 2019, kian meningkat tajam.

Nantinya, tim yang digagas Menkopolhukam Wiranto bakal diisi para ahli hukum tata negara dari berbagai universitas.

‎BIN Deteksi Gerakan Kepung KPU pada 22 Mei 2019, Kivlan Zen Niat Unjuk Rasa Tanggal 9 Mei

"Khusus dalam konteks pemilu, ini memang cukup meningkat dengan tajam," tegas Moeldoko di kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko turut menyinggung rencana mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, yang bakal menggelar unjuk rasa ke KPU dan Bawaslu.

Tujuan aksi yang digelar 9 Mei 2019 ini ialah menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon nomor 01 Jokowi-Maruf Amin.

Ini Tiga Pihak yang Berwenang Pegang Formulir C1, Selain Itu Patut Diduga Palsu

Dalam konferensi persnya di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (5/5/2019) Kivlan Zen menyebut demonstrasi itu dilakukan sebuah aliansi yang ia bentuk.

Aliansi itu bernama Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak).

"Sedang beredar sekarang ajakan Pak Kivlan Zen pada tanggal 9 Mei untuk melakukan diskualifikasi kepada pasangan 01, lalu berikutnya ajakan merdeka," papar Moeldoko.

Moeldoko merasa rencana aksi yang dilakukan Kivlan Zen tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja. Sehingga, dibutuhkan Tim Hukum Nasional untuk mengkaji aksi dari Kivlan Zen.

Bachtiar Nasir Tersangka, Polri: Bacanya Berlandaskan Fakta Hukum, Jangan Dipersepsikan Lain

"Ini mau ke mana arahnya? Apakah ini didiamkan, apakah ada langkah-langkah hukum dan seterusnya? Maka perlu tim tadi untuk melihat lebih jauh lagi," tuturnya.

Sebelumnya, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, berniat menggelar unjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bwaslu) dan KPU pada 9 Mei mendatang.

Tujuan unjuk rasa itu adalah menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon nomor 01 Jokowi-Maruf Amin.

Ratna Sarumpaet Ungkap Sering Konsumsi Obat Anti Depresi Sejak Aksi 212 pada 2016 Silam

"Siapa pun yang menghalangi kita lawan," tegas Kivlan Zen dalam sebuah konferensi pers di Jalan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan, Minggu (5/5/2019).

Menanggapi rencana itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin Teuku Taufiqulhadi menilai, jika nantinya terlaksana, Kivlan Zen tak memberikan pendidikan politik yang baik untuk masyarakat.

"Rencana Pak Kivlan Zen akan melaksanakan unjuk rasa di KPU dan Bawaslu sebaiknya diurungkan. Karena, itu tidak memberi pendidikan politik yang baik untuk bangsa ini," imbau Taufiqulhadi lewat siaran pers, Selasa (7/5/2019).

Ini Keganjilan OTT KPK Terhadap Romahurmuziy Menurut Kuasa Hukumnya

Legislator Partai Nasdem itu menganggap sosok Kivlan Zen sebagai orang yang rasional.

Untuk itu, Taufiqulhadi meminta untuk tidak menggelar aksi di KPU dan Bawaslu.

"Saya menganggap Pak Kivlan adalah tokoh cukup rasional sejauh ini, karena itu saya menyerukan hal ini," ucapnya.

Bulan Ramadan, Sandiaga Uno Sarankan Elite Politik Fokus Jaga Harga Ketimbang Sibuk Jaga Suara

"Kalau Pak Kivlan akan menggerakkan unjuk rasa untuk menekan KPU, saya anggap Pak Kivlan tidak rasional lagi, dan lebih besar subjektivitas politik yang mempengaruhi sikap politiknya," tuturnya.

Sebagai anggota DPR yang ikut dalam Pansus RUU Pemilu, ia mengatakan, bersama anggota dewan lainnya membuat UU pemilu untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan perorangan.

"UU pemilu tidak parsial. Undang-Undang Pemilu itu kita buat untuk mengayomi semua elemen di tanah air," jelasnya.

Orang Penting di BNPB Ini Ungkap Pernah Kirim 32 Surat Lamaran, Cuma Tujuh yang Dibalas

Taufiq menambahkan, UU Pemilu merupakan hasil kesepakatan bersama yang dibahas secara matang di parlemen, termasuk penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu.

"Saya rasa Pak Kivlan tidak sulit untuk memahaminya, kecuali jika Pak Kivlan sudah tidak rasional lagi dan sikap politiknya didasari rasa curiga berlebihan. Jangan ada rasa curiga berlebihan," ujarnya.

Sementara, Badan Intelijen Negara (BIN) mewaspadai beragam pergerakan jelang pengumungan hasil penghitungan suara Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang, di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tak Cuma Air, Anies Baswedan Sebut Bogor Juga Kirim Sampah ke Jakarta

Kewaspadaan ini bukan tanpa alasan, karena BIN mendeteksi adanya gerakan mengepung KPU. Bahkan, dibangun pula isu-isu kecurangan di masyarakat.

"‎Saat ini terus dibangun isu soal kecurangan dan ajakan kepung KPU di tanggal 22 Mei 2019," ucap Wakil Kepala BIN Letnan Jenderal Purnawirawan Teddy Lhaksmana, ‎saat rapat kerja evaluasi Pemilu 2019 bersama Komite I DPD, di Nusantara V DPR, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

"BIN terus mendeteksi dan mencegah potensi ancaman tersebut," sambungnya.

Bertemu di Sebuah Acara, Sutopo Terharu Saat Istri Gus Dur Ucapkan Kata-kata Ini

Sebagai upaya pencegahan, Teddy Lhaksmana mengaku sudah mulai menggalang tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga elite politik, agar mempercayakan proses penghitungan kepada KPU.

Teddy Lhaksmana juga menyampaikan, ‎pihaknya bersama seluruh aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, berkomitmen tetap menjaga keamanan bangsa dan negara.

"‎BIN bertanggung jawab mengantisipasi ancaman, baik dari luar dan dalam negeri, yang mengancam keutuhan bangsa. Seluruh aparat keamanan komitmen jaga keamanan agar tetap kondusif," tegasnya. (*)

Berita Terkini