Tren Perceraian

Gawat Ada Tren Guru Perempuan Ceraikan Suami Usai Terima SK PPPK, Terbanyak di Pandeglang

Ada tren unik sekarang yakni guru perempuan ceraikan suami. Kok bisa? Ini dampak dari terbitnya SK PPPK.

Editor: Valentino Verry
Tribunnews.com
ILUSTRASI - Saat ini ada tren guru perempuan gugat cerai suami usai dapat SK PPPK. Ada dugaan mereka merasa sudah kuat secara ekonomi. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Saat ini sering terjadi peristiwa unik yang tak bisa diprediksi.

Seperti sekarang ada tren guru perempuan menceraikan sang suami, usai menerima Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

SK PPPK adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menetapkan seseorang sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

SK PPPK memiliki kekuatan hukum dan menjadi dasar bagi pegawai untuk mendapatkan hak dan kewajibannya selama masa perjanjian kerja. 

Baca juga: Penjabat Gubernur Sulsel Serahkan 4.100 Bibit Pohon dan 2.341 SK PPPK di Hari Kesadaran Nasional

Dengan adanya SK PPPK tersebut status guru perempuan ini naik, yang tadinya honorer.

Hal ini cukup bagus secara ekonomi, namun fatal buat aspek sosial.

Sebab para guru perempuan itu memiliki logika berpikir yang berbeda, dan jauh dari prediksi.

Kasus tren guru perempuan ajukan cerai pada suami terbanyak di Pandeglang, Banten. 

Baca juga: Kabar Gembira! Kata Mendikdasmen: Gaji Guru Honorer Naik Rp 2 Juta, Guru ASN Naik 1 Kali Gaji

Tercatat ada 50 guru di Pandeglang mengajukan gugatan cerai setelah menerima SK PPPK.

Selain di Pandeglang, ada daerah lainnya yang mengalami hal serupa, superti di Cianjur dan Ponorogo. 

Bahkan di Cianjur, tidak hanya guru, tetapi juga ASN lainnya.

Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi menanggapi terkait maraknya guru di Pandeglang yang mengajukan gugatan cerai. 

Diketahui, ada sebanyak 50 guru di Pandeglang mengajukan gugatan cerai, usai menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Baca juga: 7.969 PPPK di Kota Bekasi Dilantik Serentak, Kepala BKN RI: Terbanyak dan Paling Cepat se-Indonesia

Dari 50 orang guru yang mengajukan gugatan cerai, paling banyak adalah kaum perempuan. 

Orang nomor dua di Pandeglang itu menyayangkan, suami maupun istri yang sudah diangkat menjadi PPPK di lingkungan Pemkab Pandeglang, namun malah mengajukan cerai. 

Seharusnya, tambah Iing, ketika harkat martabat salah satu pasangannya tumbuh, maka harus disyukuri secara bersama-sama. 

"Jadi saya menyayangkan kepada para istri atau suami yang sudah diangkat PPPK, namun kemudian mengajukan perceraian. Baik perceraian istri kepada suami, atau suami kepada istri," ujarnya dikutip dari Tribunnews.com.

Ia menilai, kasus perceraian tersebut tidak akan menggangu terhadap kinerja, lantaran urusan cerai bukan urusan Pemkab. 

"Itu mah urusan pribadi rumah tangganya masing-masing, karena mereka yang menjalani," ujarnya. 

"Tapi saya pribadi menyayangkan adanya perceraian, setelah diangkat jadi PPPK," imbuhnya. 

Menurutnya, rumah tangga itu dibangun dari nol, bukan ketika sudah berhasil sukses mengajukan perceraian. 

"Itu saya sangat menyayangkan," ujarnya. 

Oleh sebab itu, dirinya mengimbau kepada semua pegawai ASN dan PPPK di lingkungan Pemkab Pandeglang, untuk tetap menjaga integritas, solidaritas dan kondusifitas. 

"Supaya bisa memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat Pandeglang," pungkasnya. 

Kasus di Cianjur

Fenomena ini juga terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 

Dari sekitar 3.000 ASN PPPK yang menerima SK pengangkatan tahun ini, 42 orang dilaporkan mengajukan gugatan cerai.

Dari jumlah tersebut, 30 di antaranya baru mengajukan, sementara 12 lainnya sudah dalam proses finalisasi.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Ruhli, menyebut bahwa sebagian besar pemohon adalah perempuan.

"Sebagian besar perempuan yang menggugat suaminya," ujarnya. 

Menurut Ruhli, status sebagai ASN PPPK memberikan kekuatan ekonomi yang sebelumnya tidak dimiliki oleh para guru perempuan ini.

"Pemicunya ekonomi. Salah satunya karena sekarang perempuannya sudah punya kemandirian ekonomi sebagai PPPK, sehingga menggugat cerai suaminya," tegasnya.

Kasus di Blitar

Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, misalnya, Dinas Pendidikan setempat mencatat sedikitnya 20 guru sekolah dasar (SD) mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya hanya dalam beberapa bulan terakhir.

Angka ini melonjak tajam dibandingkan tahun 2024 yang hanya mencatat 15 kasus dalam kurun waktu satu tahun penuh.

"Jelas ini memang lonjakan kasus gugat cerai di kalangan guru ASN, dalam hal ini jalur PPPK," kata Kepala Bidang Pengelolaan SD pada Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Deny Setyawan.

Ia menduga, peningkatan ini berkorelasi dengan status baru para guru sebagai ASN, yang membuat mereka lebih mandiri secara finansial.

Menurut Deny, sebagian besar penggugat merupakan guru perempuan yang sebelumnya berstatus honorer atau guru tidak tetap (GTT).

Setelah menerima SK pengangkatan sebagai ASN PPPK, mereka memiliki pendapatan tetap, yang secara tidak langsung memberi kekuatan ekonomi yang sebelumnya tidak dimiliki.

"Memang alasan yang mereka ajukan bukan alasan ekonomi, tapi kebanyakan karena alasan sudah tidak cocok lagi dengan pasangan. Tapi fakta ini berbicara lain," tambah Deny.

Deny Setyawan menyatakan bahwa Dinas Pendidikan tidak memiliki kewenangan untuk mencegah perceraian.

Namun, ia memastikan bahwa proses perceraian yang dilakukan oleh para guru ASN PPPK tetap berjalan sesuai ketentuan dalam sistem kepegawaian. 

"Kalau kita pencegahan cerai tidak mungkin. Bagaimanapun, cerai itu hak setiap orang dalam berumah tangga," jelasnya. 

Kasus di Ponorogo

Wakil Bupati (Wabup) Ponorogo Lisdyarita mengimbau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur (Jatim), untuk tetap mempertahankan pernikahan setelah menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan.

Hal tersebut diungkapkan Lisdyarita, sebagai respons dari fenomena ramainya para guru perempuan di Kabupaten Blitar menggugat cerai suami seusai menerima SK pengangkatan PPPK.

“Ada doa loh sampai menerima SK. Doa suaminya juga mungkin. Saya imbau pertahankan keluarganya,” kata Lisdyarita, Jumat (25/7/2025).

Lisdyarita berpesan, ketika terima SK PPPK seharusnya bisa mempertahankan keluarga.

“Jangan sampai, ketika menjadi seseorang (PPPK) lalu berubah seluruh hidupnya,” imbuhnya.

 SK pengangkatan PPPK Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo diserahkan pada Kamis (24/7/2025) kemarin, di Pendopo Agung Pemkab Ponorogo, Jalan Alun-alun Utara, Kelurahan Mangkujayan, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo.

Saat menyerahkan SK, Bunda Lisdyarita terlihat terharu.

Dia meneteskan air mata, karena tahu perjuangan PPPK tidak mudah.

Sebanyak 378 orang yang awalnya honorer ini, telah menunggu lama hingga akhirnya diangkat menjadi PPPK.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved