Viral Media Sosial
Viral Ibu Guru Malaysia Marah Muridnya Pakai Bahasa Indonesia, Sebut Terpengaruh Konten Indonesia
Viral Ibu Guru Malaysia Marah Muridnya Pakai Bahasa Indonesia, Sebut Terpengaruh Konten Indonesia
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sebuah video ibu guru Sekolah Dasar (SD) di Malaysia menegur keras muridnya karena menggunakan kosakata bahasa Indonesia dalam lembar jawaban viral di media sosial.
Video yang diunggah akun Facebook Herlina Pandiangan pada Minggu (6/7/2025) itu meledak, ditonton lebih dari 2.500 kali hanya dalam dua jam pertama.
Video itu pun kemudian diunggah sejumlah akun instagram.
Satu di antaranya, akun instagram @fakta.indo pada Sabtu (5/7/2025).
Dalam video berdurasi kurang dari semenit itu, guru bernama Azizah tampak jelas meluapkan kekesalannya.
Ia menunjukkan lembar jawaban seorang murid yang memuat kata-kata seperti 'merencanakan', 'berencana', 'rumah sakit' dan 'teman'.
Azizah menegaskan kosakata tersebut dianggap tidak sesuai dalam konteks penggunaan bahasa Melayu Malaysia standar di lingkungan pendidikan.
“Saya jadi macam, Eh, apa ini?" ujar Azizah dengan nada kesal.
Ia kemudian memberikan mengkoreksi selembar hasil karya muridnya.
“Kata-kata yang saya jumpa seperti merencanakan, berencana, rumah sakit... teman, memanglah dalam bahasa Melayu ada perkataan 'teman', tapi penggunaannya yang lebih sesuai adalah kawan. Misalnya, ‘kami pergi bersekolah bersama kawan-kawan’, bukan ‘teman-teman’," ujarnya kepada murid di depan kelas.
Lebih jauh, guru Azizah menyoroti akar masalah yang ia duga kuat karena pengaruh besar konten media sosial dari Indonesia.
Ia secara tegas meminta murid-muridnya untuk tidak terbawa-bawa arus dan melupakan bahasa Malaysia.
“Banyak yang saya jumpa dalam kalangan awak ini macam terpengaruh dengan konten Indonesia. Jadi tolong, jangan terbawa-bawa dalam cerita awak itu dengan bahasa Indonesia. Itu kurang tepat,” tegasnya dalam video.
Video tersebut memicu beragam reaksi dari masyarakat.
Pro dan kontra pun disuarakan dalam kolom komentar, termasuk perdebatan tentang bahasa, pendidikan, dan pengaruh budaya antara Indonesia dan Malaysia.
Pengaruh Media Sosial Bagi Anak
Media sosial (medsos) saat ini seakan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, dari orang dewasa hingga anak-anak.
Di tengah dampak baik dan buruk yang menyertainya, penggunaan media sosial yang bertanggung jawab menjadi pilihan terbaik.
Ketika belum ada aturan tegas dari otoritas terkait mengenai penggunaan secara bertanggung jawab, terutama bagi anak-anak dan remaja, orangtua menjadi ujung tombaknya.
Terlebih kini media sosial erat kaitannya dengan kesehatan mental.
Banyak informasi tak jelas, bahkan konten negatif yang beredar tanpa terkendali.
Bagi anak-anak, tentu situasi ini membahayakan jika tidak ada pendampingan dari orangtua.
Apakah anak-anak diperbolehkan mengakses media sosial?
Dikutip dari Kompas, kerap muncul pertanyaan di kalangan orangtua, pada usia berapakah anak-anak boleh memiliki akun di media sosial.
Seperti di banyak negara lain, di Indonesia belum ada aturan khusus terkait hal ini.
Di Amerika Serikat, sudah diberlakukan aturan yang melarang anak-anak berusia di bawah 13 tahun tanpa izin orangtua menggunakan media sosial yang memasang iklan.
AS juga tengah menggodok aturan yang mencakup larangan akses terhadap media sosial bagi anak-anak di bawah usia 13 tahun.
Usia 13 tahun dijadikan acuan karena anak-anak sudah lulus dari sekolah dasar.
Namun, ada juga yang lebih ekstrem dengan menunda hingga anak lulus SMP atau 15-16 tahun.
Meski demikian, batasan usia tidak serta-merta menjamin anak-anak bisa menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.
Perlukah anak-anak memiliki akun media sosial?
Penggunaan media sosial justru lebih populer di kalangan remaja dan anak-anak.
Bagi mereka, media sosial merupakan ruang dan komunitas tersendiri, bukan cuma pengisi waktu atau sarana koneksi satu sama lain.
Guru Besar Pediatri di Harvard Medical School dan Kepala Digital Wellness Lab di Rumah Sakit Anak Boston, Michael Rich, bahkan mengumpamakan media sosial seperti oksigen yang dihirup anak-anak.
Studi Pusat Penelitian Pew yang dirilis pada 31 Januari 2024 menemukan, hingga 95 persen remaja menggunakan media sosial.
Lebih dari 30 persen di antaranya bahkan aktif terus-menerus di media sosial.
Menurut Rich, lepas dari baik atau buruknya, media sosial kini menjadi basis untuk bersosialisasi.
”Di media sosial, anak mencari jati diri, mencari nasihat, melepas penat, dan menghilangkan stres,” katanya.
Seperti apa dampak media sosial pada anak terkait kesehatan mental mereka?
Sejumlah riset menunjukkan ada korelasi antara konsumsi media sosial dan risiko kesehatan mental.
Penelitian yang dipublikasikan PLOS Mental Health menunjukkan, remaja yang kecanduan internet mengalami perubahan kimiawi otak.
Dampaknya mengarah pada kesehatan mental, kemampuan intelektual, dan koordinasi fisik.
Berdasarkan riset Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, setidaknya satu dari tiga anak usia 10-13 tahun memiliki masalah kesehatan mental.
Jumlahnya sama pada remaja usia 14-17 tahun. Jenisnya paling umum terkait masalah pemusatan perhatian atau hiperaktivitas.
Litbang Kompas pernah menguji kaitan antara konsumsi media sosial dan risiko timbulnya masalah pemusatan perhatian.
Secara umum, semakin tinggi konsumsi media sosial, semakin tinggi pula potensi gangguan mengingat atau berkonsentrasi pada anak.
Sejumlah remaja di AS menuturkan, terlalu sering bermain media sosial juga berdampak buruk bagi kesehatan mental dan nilai pelajaran.
Bagaimana mengatur penggunaan media sosial di kalangan anak-anak?
Ini mengacu pada banyaknya pertanyaan: jika tidak memiliki media sosial, apakah anak-anak akan dikucilkan secara sosial?
Tak sedikit orangtua yang khawatir, ketika anak-anaknya dilarang menggunakan media sosial, mereka suatu saat justru akan protes, memberontak, atau malah secara diam-diam menggunakannya.
Anak-anak dinilai bisa mengalami gegar budaya karena tidak pernah diberi akses media sosial.
Mereka bisa saja tidak siap menggunakannya ketika tiba-tiba diberi kebebasan mengakses media sosial.
Sementara memberikan akses begitu saja kepada anak-anak tanpa pengertian yang cukup juga berisiko.
Media sosial adalah belantara yang bisa menyesatkan jika yang mengaksesnya tidak memiliki panduan memadai.
Belum lagi bahaya yang mengintai, seperti perundungan, pelecehan seksual, dan kejahatan terkait finansial.
Apa yang bisa dilakukan orangtua untuk melindungi anak dari dampak media sosial?
Orangtua tentu tak ingin anaknya terisolasi.
Mereka juga tak mau anaknya lepas kendali.
Beberapa pakar mengungkapkan cara-cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mendukung penggunaan media sosial yang bertanggung jawab bagi anak-anak dan remaja.
Pendekatan yang dirasa cukup efektif adalah mendampingi tanpa menutup akses.
Anak-anak tidak sepenuhnya dilarang, tetapi dikenalkan secara lambat sejak dini.
Mereka diberi akses, tetapi tidak memiliki akun sendiri.
Orangtua dan anak-anak bisa bersama-sama berselancar di media sosial.
Selain itu, orangtua perlu membatasi waktu layar untuk anak-anak.
Mereka diperbolehkan mengakses media sosial pada jam-jam tertentu, selama waktu tertentu.
Dengan cara ini, anak-anak juga beristirahat dari gawai dan tidak terus-menerus terpapar berbagai konten media sosial.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
| Klarifikasi Rutan Salemba Soal Video Viral Napi Asyik Main HP dan Pakai Narkoba |
|
|---|
| Terkuak Identitas ABG yang Ditemukan Terkapar Mabuk di Terminal Jatijajar Depok |
|
|---|
| Kisah Sopir Ambulans Meninggal Setelah Selesai Antar Jenazah |
|
|---|
| Sekjen Golkar Sebut Laporan Meme Bahlil Inisiatif AMPG, DPP Akan Panggil Kader |
|
|---|
| Polisi Ungkap Dugaan Perundungan Tak Terjadi Sebelum Mahasiswa Unud Tewas |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/VIRAL-MEDIA-SOSIAL-Tangkapan-layar-video-viral-Azizah-ibu-guru-Sekolah-Dasar-SD-di-Malaysia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.