Masih Kukuh, Fadli Zon Tolak Kata Massal Dalam Pemerkosaan Etnis Tionghoa 1998

Menteri Kebudayaan Fadli Zon masih kukuh meyakini tidak ada pemerkosaan massal 1998. 

Editor: Desy Selviany
Tribunnews/Jeprima
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon memberikan kata sambutan pada acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangrila, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Akan mengumpulkan 100 ahli sejarah untuk menulis ulang sejarah Indonesia 

Ia menyatakan dukungan pada penguatan institusi seperti Komnas Perempuan dan mekanisme keadilan transisional. 

Baca juga: Sakit Hatinya Para Korban Pemerkosaan Massal 1998 Terhadap Menteri Fadli Zon

Namun, Fadli tetap menekankan bahwa berempati tidak harus emosional untuk memastikan setiap peristiwa dipahami dalam proporsi yang benar. 

"Empati tidak harus emosional. Empati juga berarti memastikan bahwa setiap peristiwa dipahami dalam proporsinya yang benar, agar keadilan bisa ditegakkan tanpa keraguan," kata Fadli. 

Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani mengaku kecewa dengan pernyataan Fadli Zon

Lalu bahkan mengingatkan Fadli Zon bahwa sejarah bukan milik kementerian semata. 

Lalu mengingatkan bahwa pemerkosaan massal 1998 adalah tragedi kemanusiaan yang nyata dan sudah diakui oleh masyarakat.

Bahkan Komnas Perempuan juga sudah melaporkannya.  

"Itu adalah tragedi kemanusiaan yang nyata. Jangan menghapus jejak kekerasan seksual yang nyata dan telah diakui oleh masyarakat luar. Komnas Perempuan juga sudah melaporkan," ujar Lalu lewat keterangan tertulisnya, Selasa (17/6/2025) seperti dimuat Kompas.com. 

Maka Lalu menegaskan, penulisan ulang sejarah nasional oleh pemerintah janganlah direduksi demi kepentingan kekuasaan. 

Pasalnya, sejarah itu menyangkut kepentingan bangsa, bukan hanya untuk pemerintah apalagi kepentingan Fadli Zon dan Kementerian Kebudayaan saja. 

"Sejarah bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan fondasi jati diri bangsa. Maka ketika ada upaya penulisan ulang sejarah, yang perlu kita pastikan bukan siapa yang menulis, tetapi mengapa dan untuk siapa sejarah itu ditulis," jelas Lalu. 

Komisi X, kata Lalu, memastikan akan mengawal proyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas Fadli Zon itu. Jangan sampai proyek tersebut justru menjadi tempat untuk merekayasa sejarah. 

"Sejarah bukan milik kementerian, tapi milik rakyat. DPR mewakili rakyat dan punya tanggung jawab memastikan proses ini tidak menjadi rekayasa ingatan kolektif, melainkan rekonstruksi objektif," ujar Lalu.

(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved