Bahlil Ketahuan Bohong Soal Raja Ampat, KLH Buka Data Soal Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ketahuan bohong soal kondisi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
WARTAKOTALIVE.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ketahuan bohong soal kondisi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sebelumnya Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa tambang nikel di Raja Ampat tidak mencemari lingkungan.
Informasi itu disampaikan anak buah Bahlil Lahadalia yang merupakan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno.
Pernyataan disampaikan Tri usai bersama dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengunjungi kawasan pertambangan di daerah tersebut.
"Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah," tutur Tri
Namun ternyata fakta berbeda ditemukan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Menteri LH Hanif Faisol menemukan kerusakan alam di salah satu lokasi tambang nikel di Raja Ampat tepatnya di Pulau Manuran.
“Pada saat dilakukan pengawasan memang ada sedimen yang jebol sehingga menimbulkan kekeruhan pada pantai yang cukup tinggi. PT yang ini memang penanganan lingkungannya agak perlu ditingkatkan,” jelasnya seperti dimuat Kompas Tv Minggu (8/6/2025).
KLH pun mengaku sudah memberikan papan penyegelan di lokasi tambang nikel tersebut.
Pun pihak KLH akan mengkaji ulang izin tambang di Pulau Manuran lantaran luas pulau yang sangat kecil sehingga berbahaya untuk kerusakan lingkungan.
Viral sebelumnya aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai untuk menyuarakan dampak buruk pertambangan dan hilirisasi nikel yang membawa nestapa bagi lingkungan hidup dan masyarakat.
Tatkala Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, berpidato dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 hari ini di Jakarta, aktivis Greenpeace menerbangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?”, serta membentangkan spanduk dengan pesan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”.
Bukan hanya di ruang konferensi, aktivis Greenpeace Indonesia dan anak muda Papua juga membentangkan banner di exhibition area yang terletak di luar ruang konferensi.
Ronisel Mambrasar, anak muda Papua yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat mengatakan, “Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik.”
Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan industrialisasi nikel yang telah memicu banyak masalah.
Sesumbar tentang keuntungan hilirisasi, yang digaungkan sejak era pemerintahan Jokowi dan kini dilanjutkan Prabowo-Gibran, sudah seharusnya diakhiri.
Baca juga: Ini Alasan Bahlil Lahadalia Hanya Cek Lokasi Tambang PT Gag Nikel, Lainnya Tidak
Industrialisasi nikel terbukti menjadi ironi: bukannya mewujudkan transisi energi yang berkeadilan, tapi justru menghancurkan lingkungan hidup, merampas hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, dan memperparah kerusakan Bumi yang sudah menanggung beban krisis iklim.
Pesan-pesan lain yang berbunyi “What’s the True Cost of Your Nickel”, “Nickel Mines Destroy Lives”, dan “Save Raja Ampat the Last Paradise” terpampang di antara gerai-gerai dan para pengunjung pameran.
Melalui aksi damai ini, Greenpeace ingin mengirim pesan kepada pemerintah Indonesia dan para pengusaha industri nikel yang meriung di acara tersebut, serta kepada publik, bahwa tambang dan hilirisasi nikel di berbagai daerah telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.
Industri nikel juga merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara, dan jelas akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam pemrosesannya.
“Saat pemerintah dan oligarki tambang membahas bagaimana mengembangkan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan Bumi kita sudah membayar harga mahal. Industrialisasi nikel–yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik–telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” jelasnya.
“Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi,” kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia seperti dimuat keterangan tertulisnya Selasa (3/6/2025).
Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Padahal ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.
Sejumlah dokumentasi pun menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir–yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat–akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel ialah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
Kedua pulau yang bersebelahan ini berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpacak di uang pecahan Rp100.000.
Raja Ampat, yang sering disebut sebagai ‘surga terakhir di Bumi’, terkenal karena kekayaan keanekaragaman hayati baik di darat maupun di lautnya.
Perairan Raja Ampat merupakan rumah bagi 75 persen spesies coral dunia dan punya lebih dari 2.500 spesies ikan.
Daratan Raja Ampat memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung. UNESCO juga telah menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai global geopark.
(Wartakotalive.com/DES/Kompas Tv)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.