Berita Nasional

Kejagung Temukan Bukti Bos Sritex Korupsi, Abdul Qohar: Tadinya Untung, Mendadak Rugi

Penyidik Kejagung sungguh jeli, bisa menemukan korupsi yang diduga dilakukan Iwan Setiawan Lukminto, bos Sritex.

Editor: Valentino Verry
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc
DITANGKAP KEJAGUNG - Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025) malam. Kejagung resmi menetapkan mantan Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto, mantan Dirut Bank DKI Zainudin Mapa serta mantan pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Publik dikejutkan oleh berita Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap bos PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto

Penangkapan tersebut berkat kejelian penyidik Kejagung atas fasilitas kredit atau pinjaman yang didapat PT Sritex.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan, pihaknya menemukan adanya kejanggalan dalam kasus pemberian kredit perbankan PT Sritex.

Baca juga: Bos Sritex Iwan Setiawan Ditangkap, Kejagung Pastikan Statusnya Belum Tersangka

Menurut Qohar, awalnya PT Sritex mencatatkan keuntungan sebesar Rp 1,24 triliun pada tahun 2020 di dalam laporan keuangannya. 

“Tapi, dalam laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk telah melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai 1,08 miliar US Dollar atau setara Rp 15,65 triliun pada tahun 2021,” ucapnya dikutip dari Kompas.com.

“Jadi ini ada keganjilan, dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan. Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik,” imbuhnya. 

Ia menambahkan, Sritex dan entitas anak perusahaan memiliki tagihan atau kredit total yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp 3,58 triliun. 

Baca juga: Terkena Imbas Penutupan Sritex, DPRD DKI Ingatkan Bank DKI Soal Pengelolaan Keuangan

Utang tersebut diperoleh Sritex dari beberapa bank pemerintah, baik dari himpunan bank milik negara (himbara) maupun bank milik daerah. 

“Selain kredit tersebut di atas PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta” ucapnya. 

Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tiga tersangka yaitu eks Direktur Utama Sritex periode 2005-2022, Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB berinisial Dicky Syahbandinata dan mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020 berinisial Zainudin Mapa. 

Akibat adanya perbuatan melawan hukum tersebut, negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 692.987.592.188,00 dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp 3.588.650.880.028,57. 

Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit. 

Iwan ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan dua orang lainnya, yaitu Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2020; dan Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020. 

Saat ini, Iwan diketahui menjabat sebagai Komisaris Utama. 

Namun, pada periode tahun 2005-2022, ia diketahui menjabat sebagai Direktur Utama Sritex. 

Kejaksaan Agung menyebutkan, BJB dan Bank DKI telah memberikan kredit hingga senilai Rp 692.980.592.188. 

Rinciannya, Bank BJB memberikan kredit sebesar Rp 543.980.507.170. 

Sementara, dari Bank DKI Jakarta memberikan kredit sebesar Rp 149.007.085.018,57. 

Angka pinjaman Rp 692 miliar ini ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran. 

Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.

Abdul Qohar menyebutkan, Bank BJB dan Bank DKI melakukan perbuatan melawan hukum saat memberikan kredit kepada Sritex. 

“BJB dan Bank DKI telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisis yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan,” ujar Qohar.

Salah satu syarat yang tidak dipenuhi adalah peringkat kredit Sritex di bawah standar pemberian kredit, yaitu di skala BB-. 

Sementara, penilaian yang dibutuhkan adalah A. 

“Sehingga, perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian,” lanjut Qohar

Iwan juga diduga menyalahgunakan kredit yang diberikan oleh BJB dan Bank DKI untuk memenuhi kebutuhan yang lain, yaitu membayar utang kepada pihak ketiga dan pembelian aset non-produktif seperti tanah di Yogyakarta dan Solo. 

Padahal, kredit ini diberikan karena disebut bakal digunakan sebagai modal kerja. 

Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.


Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved