Kebudayaan Betawi

Generasi Muda Pasti Jarang yang Tahu, Inilah Musik Samrah Khas Betawi yang Mulai Tenar di Tahun 1918

Musik Samrah berkembang di masyarakat Betawi pada 1918. Dia lahir dari teater total bernama Tonil Samrah.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Nuriyatul Hikmah
MUSIK SAMRAH- Potret sekelompok orang bermain seni musik islami di PPSB Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah


WARTAKOTAIVE.COM, KEMBANGAN – Tahukah anda jika Jakarta memiliki warisan budaya berupa musik Samrah yang memadukan antara budaya Melayu dan Arab?

Dari penelusuran Warta Kota, Musik Samrah merupakan sedi tradisional Betawi yang kerap digunakan untuk melengkapi berbagai acara rakyat, mulai dari pernikahan hingga teater.

Musik Samrah berkembang di masyarakat Betawi pada 1918.

Dia lahir dari teater total bernama Tonil Samrah.

Samrah sendiri berasal dari kata Samarokh dalam bahasa Arab yang berarti berkumpul, bersantai, sambil bernyanyi dan menari. 

Adapun alat musik yang menjadi pelengkap Samrah, di antaranya harmonium, bass betot, kendang, biola, gitar kopong serta kecrek.

Baca juga: Cerita Kiki Kimung Zaharudin Pernah Jualan Kantong Plastik, Kini Jadi Penggiat Kesenian Betawi

“Ya, (Samrah) ada unsur Melayu dan Arab. Lebih banyaknya lebih ke selawat-selawat dan yang sebagainya,” kata Kiki Zaharudin selaku penggiat seni di Jakarta Barat kepada Warta Kota, Minggu (4/5/2025).

Menurut Kiki, semua unsur seni bisa dijadikan wadah apapun, baik untuk tarian, teater, maupun pertunjukkan lain selama memiliki unsur positif. Begitupula dengan Samrah. 

“Kepaduan musik Samrah, gambang kromong, tanjidor, musik ondel-ondel, ketika mau dikolaborasi sah-sah aja yang penting tetap terjaga marwah ke-Betawiannya. Tetap terjaga etika dan adatnya, tetap terjaga kesopanannya,” ujar Kiki.

Dengan begitu, Kiki meyakini jika nuansa dan aransemen yang tercipta dalam sebuah musik akan nyaman untuk dinikmati siapapun. 

Baca juga: Sejarah Tradisi Palang Pintu, Identitas Orang Betawi saat Pernikahan, Ini Penjelasan Kiki Zaharudin

Kiki menyebut, sanggarnya yang diberi nama Sekojor masih mengajarkan musik Samrah. 

Menurutnya, tidak ada budaya atau kesenian yang punah. Kesenian tidak tampil lagi lantaran tidak ada yang memainkannya atau melestarikannya.

“Jadi keseniannya enggak punah. Misalnya anak zaman sekarang masih enggak yang demen (suka) baca selawat? Anak-anak sekarang banyak yang dengerin musik NDX (modern),” ungkap Kiki.

Kiki menyampaikan, dirinya tidak anti dengan musik-musik modern, hanya saja perlu adanya pengingat bagi para anak muda agar ingat dengan tradisi budayanya sendiri di tengah kemajuan zaman. 

Sebelumnya, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kebudayaan Jakarta Barat, Joko Mulyono menyampaikan bahwa beberapa kesenian Betawi ada yang mulai punah bahkan punah sepenuhnya. 

"Jadi kami di Jakarta sama Jakarta Barat, itu ada kesenian-kesenian yang terpelihara, kemudian kesenian yang hampir punah, dan kesenian yang sudah punah," kata Joko kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).

"Yang terpelihara itu ya tari-tarian yang sering ditampilin atau warga masyarakat kalau mau nikahan gitu tariannya ditampilkan. Palang pintu, lenong, kan masih ada, masih terpelihara," imbuhnya.

Artinya, kata Joko, kesenian yang terpelihara berarti banyak sanggar di Jakarta yang melatih kesenian tersebut dan hasilnya masih digunakan oleh warga setempat.

Sementara kesenian yang hampir punah, berarti hanya beberapa sanggar saja yang mengajarkan kesenian ini.

"Contohnya ada salah satu namanya musik Samrah. Samrah itu perpaduan antara gambus sama keroncong gitu, ciri khasnya dia ada akordeonnya (alat musik seperti pianika)," jelas Joko.

Di Jakarta Barat sendiri, Joko mulai menghidupkan kembali kesenian Samrah ke dalam materi latihan di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB) Rawa Buaya.

Ia ingin menghidupkan kembali tarian ini agar lestari dan kembali dikenal, khususnya di DKI Jakarta.

"Samrah itu di Jakarta Barat enggak ada kemarin. Selama berpuluh-puluh tahun kemarin enggak ada. Baru kami bentuk kemarin di awal puasa. Supaya ada nih muncul lagi seni musik Samrah di Jakarta Barat," kata Joko.

Menurutnya, pihak Pemkot Jakarta Barat yang menyediakan pelatihnya dan memasukkan materi tari ini ke sejumlah sanggar.

"Lagu-lagu Samrah tuh kayak lagunya Bing Selamet, lagu Burung Nuri," jelas Joko.

Kendati demikian, Joko juga menyebut jika ada kesenian di Jakarta Barat yang sudah benar-benar punah dan tidak lagi dilestarikan.

Pasalnya selain sulit dilakukan dan tak ada yang melatih, kesenian ini juga disebut-sebut bertentangan dengan aspek religi.

"Yang udah punah di Jakarta itu namanya Sambat. Tari menyambat namanya. (Biasanya) buat acara-acara dulu panen raya," kata Joko.

"Nyambat itu agak susah memang. Karena dia harus kayak kuda lumping. 'Nyambat' itu kayak manggil (yang gaib) gitu. Jadi yang nari itu bukan dianya," imbuhnya.

Akan tetapi, kata Joko, di beberapa daerah tarian ini masih dilestarikan.

Selain tarian, kesenian lain yang sudah punah adalah Prosa seperti Sahibul Hikayat. 

"Sahibul Hikayat tuh kayak dia satu tokoh nih, satu seniman nih menceritakan cerita monolog gitu. Tapi ada pesan-pesan moral gitu, tapi pakai bahasa-bahasa pantun," jelas Joko.

Joko berujar, di Jakarta Barat belum ada sanggar yang melestarikan kesenian itu lagi. (m40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved