Berita Nasional
Hashim Sebut Prabowo Menanti 2 Tahun untuk Bertemu Megawati, Diharapkan Sebelum Pelantikan
Prabowo Subianto berharap rencana pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dapat terlaksana sebelum dilantik
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Prabowo Subianto berharap rencana pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dapat terlaksana sebelum dirinya dilantik pada 20 Oktober 2024.
Presiden terpilih Prabowo Subianto berharap dapat bertemu dengan Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sebelum dilantik pada 20 Oktober 2024 mendatang.
“Mudah-mudahan (bertemu Megawati sebelum pelantikan), mudah-mudahan,” kata Prabowo seusai menghadiri pelantikan Anggota DPR, MPR, DPD RI periode 2024-2029, Selasa (1/10/2024).
Selepas acara pelantikan, Prabowo tampak berbincang hangat dengan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani yang juga putri Megawati.
Sementara itu, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, menyebutkan bahwa Prabowo sangat menantikan pertemuan dengan Megawati.
Baca juga: Gerindra Pastikan Prabowo Subianto Akan Bertemu Megawati Soekarnoputri Sebelum Pelantikan Presiden
“Pak Prabowo sudah menunggu 2 tahun. 2 tahun,” kata Hashim saat ditanya mengenai pertemuan Prabowo dan Mega.
Namun, ia enggan berkomentar lebih jauh soal rencana pertemuan itu dan langsung bergegas meninggalkan kompleks parlemen.
Di sisi lain, Puan juga membenarkan bahwa pertemuan antara Prabowo dan Megawati akan berlangsung dalam waktu dekat.
Akan tetapi, ia tidak merinci soal pertemuan itu akan terjadi sebelum atau setelah pelantikan Prabowo sebagai presiden.
"Secepatnya, (pertemuan antara Megawati dan Prabowo) secepatnya," kata Puan usai upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, Selasa (1/10/2024).
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan apabila pertemuan itu terwujud, maka peralihan kekuasaan akan dalam suasana tenang dan riang gembira.
Rakyat akan melihat peralihan kekuasaan tidak mencekam, tapi dalam penuh kedamaian.
“Karena itu, pertemuan Megawati-Prabowo diharapkan dalam konteks kebangsaan. Dua tokoh ini dapat menghilangkan friksi-friksi yang mencuat paska Pilpres 2024,” ucap Jamil, Selasa (24/9/2024).
Jamil mengatakan karena itu, pertemuan Megawati-Prabowo bukan dalam konteks transaksi politik.
Kalau ini yang terjadi, maka PDIP bukan lagi partai ideologis. PDIP sudah berubah menjadi partai pragmatis yang haus kekuasaan.
Baca juga: Ini Pesan Prabowo Subianto ke DPR Terpilih Fraksi Gerindra: Jangan Setia Pada Saya Sebagai Individu
“Meski demikian, peluang PDIP merapat ke pemerintahan Prabowo - Gibran tentu tetap terbuka. Sebab, dalam politik peluang itu selalu terbuka bila ada kepentingan yang sama diantara kedua belah pihak,” ungkapnya.
Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu menyebut namun peluang itu tampaknya relatif kecil selama masih ada Gibran dan Jokowi di kubu Prabowo.
Sebab, persoalan PDIP bukan kepada Prabowo, tapi kepada Gibran dan Jokowi.
“Karena itu, meskipun Puan Maharani memberi sinyal kemungkinan PDIP masuk ke pemerintahan Prabowo-Gibran, tapi pengambil keputusan di partai Banteng Moncong Putih ada pada Megawati. Jadi, sinyal dari Puan tidak berarti apa-apa, sebelum Megawati memutuskannya,” jelas dia.
Jamil menilai kemungkinan PDIP berkoalisi dengan pemerintah relatif kecil. Sebab, Megawati tampaknya tidak akan mau bersama dengan Prabowo selama masih ada Jokowi dan Gibran yang dinilainya penghianat ada dikubu KIM.
“Hal itu tentu sangat prinsif bagi Megawati yang mengedepankan ideologis dalam berpartai. Hal itu menjadi harga mati bagi Megawati,” ucap dia.
Baca juga: Pengamat Nilai Pertemuan Megawati dan Prabowo Tak Bermanfaat Secara Politik, Kecuali Ini Terjadi
Meski demikian, Jamil mengungkapkan kemungkinan itu bisa saja terjadi sebaliknya bila Megawati berubah menjadi sosok pragmatis. Namun hingga saat ini Megawati tampaknya masih mempertahankan idealismenya sebagai sosok ideologis.
“Namun jika PDIP berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo, tentu tidak ada partai yang menjadi oposisi. Tentu hal itu menjadi tragedi nasional,” ucap dia.
“Disebut tragedi, karena sangat ironis di negara demokrasi tidak ada oposisi. Karena itu, akan terjadi bencana demokrasi di tanah air,” imbuhnya.
Sebab, kata Jamil, tanpa oposisi Indonesia akan kehilangan esensi demokrasi. Indonesia hanya berlabel demokrasi, tapi praktiknya sudah menjadi negara otoriter.
“Hal itu tentu sudah mengingkari konstitusi negara. Indonesia akan kembali ke zaman kegegelapan, sebagaimana terjadi saat Orla dan Orba. Hal itu juga semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita reformasi. Demokrasi sudah dipadamkan oleh elite politik,” ucapnya.
“Karena itu, pertemuan Megawati - Prabowo diharapkan bukan untuk bagi-bagi kekuasaan, tapi untuk kedamaian negeri tercinta,” tutup Jamil.(m27)
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com
Mendadak Ahmad Sahroni Muncul Dalam Munas IMI di Yogyakarta, Beri Sambutan dan Memohon Maaf |
![]() |
---|
Foto-foto Konferensi Pers Menteri ESDM Soal Impor BBM Nonsubsidi |
![]() |
---|
Foto-foto Persiapan Peringatan HUT ke-80 TNI di Kawasan Monas |
![]() |
---|
Klarifikasi BGN Soal Isi Perjanjian SPPG untuk Merahasiakan Kasus Keracunan MBG |
![]() |
---|
Said Didu Ungkap Prabowo Kini Dalam Tekanan: Sudah Dua Kali Jokowi Mengancam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.