Berita Jakarta

Pro Kontra Kenaikan Tarif KRL Berbasis NIK, Warga Keberatan dan Khawatir Tak Tepat Sasaran

Polemik kenaikan tarif commuter line (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) akan memberatkan masyarakat menengah ke bawah. 

Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Pengguna KRL, Doni (32). Polemik kenaikan tarif commuter line (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) dinilai akan memberatkan masyarakat menengah ke bawah.  

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Polemik kenaikan tarif commuter line (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) kian menguat di masyarakat, terutama pengguna aktif KRL.

Mereka berpendapat jika penyesuaian tarif itu akan memberatkan masyarakat menengah ke bawah. 

Salah satu pengguna KRL yang berpendapat demikian adalah Doni (32). Menurutnya jika kebijakan penyesuaian subsidi membuat tarif KRL naik, maka kebutuhan sehari-harinya akan bertambah.

Pasalnya, KRL adalah moda transportasi yang utama dipakai Doni untuk aktifitas kerja sehari-hari.

"Berat lah kalau buat kami ya. Yang kelas ekonominya menengah, gajian ya biasa aja buat makan sehari-hari, ongkos juga ya, jadi bingung buat kita ya kalau ada kenaikan," kata Doni saat ditemui di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, Senin (2/9/2024)

Menurut Doni, ia biasa berpergian dari Pondok Ranji ke Tanah Abang untuk bekerja. 

Namun sebelum sampai ke Stasiun Pondok Ranji, dia harus berkendara menggunakan sepeda motor dari rumahnya.

Kemudian, dia akan menyimpan motornya di sekitar Stasiun Pondok Ranji dengan biaya jasa layanan Rp 5.000. 

Baca juga: Wacana Subsidi KRL Berbasis NIK Sudah Sejak 2018, Djoko: Ditolak Istana untuk Kepentingan Pilpres

Potret KRL di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat.
Potret KRL di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat. (Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah)

Sehingga dalam sehari, dua mengeluarkan uang sekira Rp 15.000 untuk berpergian.

"Kalau jadi kebijakannya, bisa aja malah jadi naik kendaraan pribadi lagi kalau udah enggam sesuai sama hitung-hitungan saya," kata Doni.

"Kita kan harus hitung bensin, parkir, dan lain-lain, kalau enggak masuk hitung-hitungannya kita dapat apa di rumah," imbuhnya.

Menurut Donny, saat ini KRL sudah melayani penumpang dengan baik, bahkan jam keberangkatan antara satu rangkaian dengan rangkaian lainnya berjalan cepat.

Kendati begitu, Doni mengakui jika ada beberapa fasilitas KRL yang perlu dibenahi.

Seperti air conditioner (AC) yang sering mati hingga gerbong yang kurang sehingga banyak penumpang yang berdesakan.

"Jadi kalau tarif naik, fasilitas tetap keberatan si, memberatkan lah," ungkap Doni.

Lebih lanjut, Doni mempertanyakan soal bagaimana penerapan subsidi sesuai NIK tersebut. Apakah akan sesuai sasaran atau tidak.

"Kalau sekarang kan pakai kartu, kalau nanti gimana gitu caranya.Terus juga random kan siapa yang dapat (subsidi) bagaimana klasifikasinya," kata Doni.

"Penilaiannya gimana juga yang dapat subsidinya, golongannya apa, apakah akan jujur menyampaikan penghasilannya?" lanjutnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Syahrial (40), menurutnya ia akan mengikuti aturan pemerintah selama aturan subsidi itu tepat sasaran.

"Engak semua orang NIK-nya pantas yang dapat subsidi, ada yang mampu tapi dapat, banyak yang seperti itu. Jadi ya harus jelas," kata Syahrial saat ditemui di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, Senin.

Seperti halnya Syahrial, dia bercerita bahwa ia merupakan korban kebakaran Manggarai, Jakarta Selatan yang hingga saat ini belum mendapatkan apapun dari pemerintah.

Sehingga, dia meminta jika nantinya ada kebijakan baru yang melibatkan banyak orang, maka pemerintah harus bisa merealisasikannya secara tepat sasaran.

"Dari 572 rumah yang terbakar, saya salah satunya. Pemerintah belum kasih apa-apa," ujar Syahrial.

"Jadi kalau jajarannya jelas saya setuju, kebanyakan yang terjadi kan sebaliknya," imbuhnya. (m40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved