Berita Jakarta

Lahir dari Kampung Silat Rawa Belong Jakarta, Ini Filosofis Golok Sembelih Ustaz Junaedi

Nama Ustaz Junaedi barangkali sudah tidak asing di telinga masyarakat Betawi, khususnya mereka yang tinggal di Rawa Belong, Palmerah, Jakarta Barat.

warta kota/nuril yatul
H Junaedi, perajin golok sembelih di Rawa Belong, Jakarta Barat, kini sangat dikenal. Popularitasnya berkibar sejak mempromosikan lewat medsos. 

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Nama Ustaz Junaedi barangkali sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Betawi, khususnya mereka yang tinggal di Rawa Belong, Palmerah, Jakarta Barat.

Pasalnya selain sebagai tokoh agama dan masyarakat, Junaedi menjadi pelopor popularnya golok sembelih Rawa Belong yang ketajamannya tak tertandingi. 

Bahkan, banyak jawara silat sampai tukang jagal yang sengaja datang mencarinya demi mendapatkan golok terbaik. 

Saat Warta Kota bertemu Ustaz Junaedi di rumahnya, Minggu (4/8/2024), dia bercerita jika golok Rawa Belong ada kaitannya dengan bela diri silat yang juga santer berada di Rawa Belong.

Diketahui, Rawa Belong juga menjadi salah satu daerah yang dikenal dengan kampung silatnya.

"Bahwa Betawi itu kental dengan agama, kental dengan olahraga. Dan berkenan dengan olahraga, tentunya dalam hal ini adalah bela diri silat. Silat, itu memang melekat di daerah orang Betawi," kata Junaedi.

"Nah juga berkenan juga dengan kontribusi yang dipakai orang Betawi, orang silat khususnya, apa? ya golok," imbuhnya.

Berangkat dari hal tersebutlah golok sebagai senjata lahir.

Ia dibuat dalam bentuk pelengkap kegiatan silat maupun hal positif lainnya yang berhubungan dengan agama. Sehingga, golok tidak diperkenankan untuk hal-hal mistis atau negatif.

Koleksi golok sembelih Junaedi, dijual dari harga Rp 800.000 hingga jutaan rupiah.
Koleksi golok sembelih Junaedi, dijual dari harga Rp 800.000 hingga jutaan rupiah. (warta kota/nuril yatul)

Baca juga: Menengok Koleksi Golok Sembelih H Junaedi di Rawa Belong Jakbar, Tenar Berkat Medsos

Dijelaskan Junaedi, golok Rawa Belong memiliki berbagai makna filosofis dalam penggunaannya.
 
"Jadi, golok terdiri dari macam-macam bagian. Dari sarung, ada pesi (bagian yang masuk ke gagang), ada gagang," kata Junaedi.

"Nah di ujung sarung, ada yang namanya pepet (kotak kecil di dekat sarung). Dulu, zaman-zaman dulu orang Betawi kami ada fungsinya. Dulu dibolongin, buat sangkutan tali ke pinggang, jadi diikat," imbuhnya.

Pasalnya, kata Junaedi, orang Betawi zaman dahulu kerap membawa golok kemanapun ia pergi. Bahkan jika itu hanya pergi ke warung untuk membeli makan.

Namun seiring peraturan di masyarakat uang dilarang membawa senjata tajam, jadilah tradisi itu lambat laun menghilang.

Lebih lanjut, Junaedi menceritakan sejumlah makna filosofis yang terkandung di dalam satu buah golok sembelih Rawa Belong.

Menurutnya, golok itu bak sesuatu yang diciptakan secara berpasang-pasangan. 

"Laksananya ini (sarung golok) seperti perempuan. Jadi, ada perempuan, ada laki-laki. Nah ini (bagian gagang golok sampai badan dan mata pisau) buat laki-lakinya," jelas Junaedi.

"Jadi golok itu dia tidak lepas daripada sarung dan gagangnya. Bahwa manusia itu diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Ada laki-laki dan ada perempuan. Jadi, berpasangan," imbuhnya.

Apabila ukuran dan panjang goloknya pas, maka sarung tersebut akan menutup sempurna, tanpa goyah dan kendur.

Namun jika tidak pas, baik kesempitan atau kebesaran, hal itu berarti bukanlah pasangannya.

"Jadi kalau boleh saya menganalogi, bahwa kehidupan manusia begitu. Ada siang, ada malam. Ada perempuan, ada laki-laki. Ada besar, ada kecil," ungkap Junaedi.

"Jadi, alam begitu. Ada yang hujan, ada yang panas. Ada yang bulan, ada yang matahari. Itu buat sirkulasi begitu. Jadi, sebenarnya luas makna filosofisnya. Bahwa golok itu berdiri daripada sarung dan gagang dan juga bilah," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Junaedi, golok juga memiliki manfaat dalan mata pencaharian dan kegiatan keagamaan seperti penyembelihan hewan qurban.

Ia juga dapat berfungsi sebagai koleksi, kesenian, penebangan pohon, hingga senjata silat apabila golok dalam keadaan tumpul.

"Jadi bukan hal-hal yang buat negatif, dan juga bukan buat gagah-gagahan. Jadi, fungsinya satu buat seni, buat manfaat dalam kesharian dia ada," ungkap pria yang karib disapa Jujun.

Junaedi berkata, senjata golok sangatlah erat kaitannya dengan agama. Bahkan zaman dahulu, banyak orang yang membawa golok ketika sedang mengaji atau belajar agama Islam.

Termasuk, saat memelajari ilmu bela diri pencak silat. (m40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved