Kecelakaan Maut

Kecelakaan Maut Bus SMK Lingga Kencana, Pengamat Sebut Kebanyakan Armada Bekas AKAP

Djoko Setijowarno menuturkan jika bus berpelat AD 7524 OG itu, tidak terdaftar dan KIR-nya (uji kendaran) telah mati sejak 6 Desember 2023 lalu.

tribun jabar
Bus Trans Putera Fajar yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, Kota Depok, sedang dievakuasi. Bus tersebut mengalami kecelakaan di Ciater, Subang, Sabtu (11/5/2024) petang. Sesaat sebelum kecelakaan terjadi, para siswa yang berada di dalam bus itu sempat berteriak lantaran diketahui rem bus dalam kondisi blong alias tidak berfungsi. 

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Kecelakaan tragis yang mengakibatkan 11 orang rombongan SMK Lingga Kencana Depok meninggal dunia, menyisakkan duka mendalam di benak masyarakat.

Bagaimana tidak, bus pariwisata Trans Putra Fajar tergelincir di turunan Jalan Desa Palasari, Subang, lantaran diduga mengalami rem blong.

Padahal, para penumpang yang kebanyakan baru lulus sekolah itu, baru saja selesai menikmati liburannya dan hendak bertolak pulang kembali ke Depok, Jawa Barat.

Praktis, hal tersebut menguras emosi masyarakat hingga yang kesal dengan kelayakan bus pariwisata tersebut.

Terkait hal tersebut, pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menuturkan jika bus berpelat AD 7524 OG itu, tidak terdaftar dan KIR-nya (uji kendaran) telah mati sejak 6 Desember 2023 lalu.

Baca juga: Ini Cerita Adewiyah dan Fahmi Korban Selamat Bus SMK Lingga Kencana yang Mengalami Kecelakaan Maut

Bahkan menurut Djoko, bus yang membawa penumpang SMK Lingga Kencana itu diduga bus Wonogirian.

"Sepertinya, sudah dijual dan dijadikan bus pariwisata dan umurnya diperkirakan sudah 18 tahun," ungkap Djoko saat dihubungi, Senin (13/5/2024).

Oleh karena itu, dia memandang bahwa saat ini ada banyak perusahaan bus yang tidak tertib administrasi, meskipun saat ini prosesnya sudah dimudahkan melalui layanan online.

Bus pariwisata yang mengangkut pelajar SMK asal Depok mengalami kecelakaan di Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5/2024).
Bus pariwisata yang mengangkut pelajar SMK asal Depok mengalami kecelakaan di Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5/2024). (Istimewa)

Walhasil, lanjut Djoko, setiap ada peristiwa kecelakaan bus, sosok sopir selalu menjadi 'tumbal' yang pertama kali disalahkan.

"Pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi," kata Djoko.

"Sudah saatnya, pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan," lanjutnya.

Pandangan itu muncul lantaran Djoko melihat jika dari sekian banyak kecelakaan tragis, jarang ada perusahaan bus yang diperkarakan hingga di pengadilan.

Alhasil, lanjut dia, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali. 

Padahal, data STNK, KIR, dan perizinan kendaran sudah seharusnya dikolaborasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi.

Baca juga: Duka Mendalam Pasutri Saimun-Masdewati Ditinggalkan Anak Semata Wayang akibat Kecelakaan di Subang

"Hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP," jelas Djoko.

"Dan korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan bodi bus yang keropos, sehingga saat terjadi laka terjadi deformasi yang membuat korban tergencet," imbuhnya.

Lebih lanjut, perkara ini juga terkait dengan pemerintah yang membuat aturan batas usia kendaraan, namun masih setengah hati.

Di mana, bus lama yang tidak discrapping (buang), akan tetap dijual kembali sebagai kendaraan umum, selagi masih berpelat kuning.

"Sehingga bisa diKIR, tapi tidak memiliki izin. Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan," kata Djoko.

Oleh karena itu, ada tiga madalah krusial yang menyebabkan kejadian serupa terus berulang di Indonesia.

Pertama, ucap Djoko, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, dan ratio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger). 

Kedua, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami kondisi buruk, sangatlah rendah.

"Hal ini teridentifikasi dari faktor faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak terekam pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT), yang selama ini dijadikan persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi izin," jelasnya.

Ketiga, jumlah waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk.

"Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka beresiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada micro sleep (ngantuk)," pungkasnya.

Djoko memandang, ketiga masalah tersebut hingga sampai saat ini masih belum tertangani.

Menurutnya, belum ada sistem mitigasi yang terstruktur dan sistematis, sehingga ke depan kecelakaan bus dan truk di Indonesia bisa akan terus terjadi. 

Bahkan, kasus-kasus serupa bisa mengalami peningkatan jika pemerintah tidak menanganinya dengan baik. (m40)
 

Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News

 

Dapatkan informasi lain dari WartaKotaLive.Com di WhatsApp : di sini

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved