Berita Jakarta

Satu Keluarga Lompat dari Apartemen Teluk Intan, Polisi Dalami Rekaman CCTV, Ada Perilaku Aneh

Serse Polres Metro Jakarta Utara terus mendalami rekaman CCTV yang didapat dari Apartemen Teluk Intan.

Editor: Valentino Verry
istimewa
Rekaman CCTV dari Apartemen Teluk Intan memperlihatkan perilaku satu keluarga yang lompat dari lantai 21, Sabtu (9/3/2024) sore. Meeka sedikit aneh. Ini sedang didalami polisi. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Saat ini sedang geger berita satu keluarga lompat dari lantai 21 Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara.

Polisi sendiri sedang bekerja keras mendalami motif mereka berbuat nekad.

Kini, polisi mendalami rekaman CCTV satu keluarga tersebut, mulai dari datang ke Apartemen Teluk Intan, hingga masuk ke dalam lift.

Baca juga: Tak Mudah, Polres Metro Jakarta Utara Dalami Motif Satu Keluarga Lompat dari Apartemen Teluk Intan

Berdasarkan rekaman CCTV itu ada gerak-gerik aneh sebelum satu keluarga itu tewas melompat dari atap Apartemen Teluk Intan, Sabtu (9/3/2024) sore.

Hasil penelusuran rekaman kamera CCTV, terlihat detik-detik saat sosok yang diduga sang ayah dan ibu mengajak kedua anaknya mengakhiri hidup bersama-sama.

Kapolsek Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan, gelagat aneh yang pertama ditunjukkan oleh sang ayah, EA (50).

EA terlihat merangkul dan menciumi kening istrinya AEL (52), anak perempuannya JL (15), dan anak laki-lakinya JW (13) ketika berada di dalam lift.

"Jam 16.04 WIB, para korban ini masuk dalam lift, terekam ini EA mencium-cium kening dari ketiga orang lainnya," ucap Agus Ady, seperti dilansir TribunJakarta.com.

Baca juga: BREAKING NEWS: Empat Orang Tewas Terjatuh Bersamaan dari Sebuah Apartemen di Penjaringan

Setelahnya, sang ibu AEL juga terlihat meminta ketiga orang terdekatnya itu mengumpulkan handphone mereka masing-masing.

Handphone ketiga orang lainnya dimasukkan AEL ke dalam tasnya sebelum mereka naik lantai 21 apartemen tersebut.

"Setelah dicium-cium keningnya, AEL terlihat mengumpulkan handphone-handphone dari semuanya untuk naik ke atas," ucap Agus Ady.

Bukan penghuni apartemen

Empat orang tewas usai terjatuh bersamaan dari Apartemen Teluk Intan, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/3/2024).
Empat orang tewas usai terjatuh bersamaan dari Apartemen Teluk Intan, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/3/2024). (Tribun Jakarta)

Adapun keempat korban tersebut bukanlah penghuni apartemen itu.

Mereka memang pernah tinggal di sana, namun pindah tempat tinggal dua tahun lalu.

Mereka datang dalam satu mobil yang sama, yakni Daihatsu Gran Max berwarna silver, dengan nomor polisi B 2972 BIQ.

Pada pukul 16.04 WIB empat orang tersebut masuk ke dalam lift.

Mereka lalu naik ke rooftop lantai 21 apartemen dan tercatat melompat pada pukul 16.13 WIB.

"Berdasarkan CCTV, (mereka) naik ke tangga darurat untuk ke rooftop apartemen, kemudian 16.13 WIB, para korban terjatuh bersamaan di depan lobby apartemen," kata Agus Ady.

Mereka tewas terjatuh dari rooftop dengan kondisi tangan saling terikat.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, terdapat beberapa luka pada tubuh korban.

Gidion menyebut, luka itu antara lain kepala bagian belakang pecah, pinggang patah, hingga tangan dan kaki patah.

Kini, keempat jenazah itu telah dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk divisum.

Polisi juga masih memeriksa keterangan saksi.

Sebelumnya, pakar psikologi klinis dari Universitas Islam Indonesia (UII), Qurotul Uyun, berspekulasi lewat analisanya.

Menurut Uyun, faktor sang ayah diduga mempengaruhi istri dan kedua anaknya ikut mengakhiri hidup loncat dari Apartemen Teluk Intan.

Qurotul Uyun menduga bahwa orangtua yaitu EA dan AI memiliki peran krusial untuk memengaruhi anak-anaknya untuk ikut mengakhiri hidup.

Pasalnya, Uyun menuturkan peran orangtua dapat memengaruhi sudut pandang seluruh keluarga terhadap masa depannya sehingga berakhir putus asa.

"Jika memang di situ, keluarga kompak dalam ide mengakhiri hidup, mungkin orangtuanya yang sangat kuat mempengaruhi keluarganya, sehingga mempengaruhi pola pikir keluarganya menjadi negatif terhadap masa depannya," kata Uyun, Minggu (10/3/2024).

Sehingga, kata Uyun, menjadi putus asa dan menganggap bahwa bunuh diri itu jalan keluar terbaik untuk mengakhiri penderitaan keluarga.

Secara mendetil, Uyun menduga sang ayah-lah yang berperan paling krusial untuk memengaruhi keluarganya agar mengakhiri hidup.

"Ayahnya kemudian menyebarkan pengaruh negatif bahwa kehidupan mereka akan sulit sehingga mungkin membangun keputusasaan bersama-sama," katanya.

Uyun juga menduga tidak adanya dukungan sosial dari tetangga keluarga tersebut bisa menjadi salah satu faktor untuk mengakhiri hidup.

Hal ini, katanya, dapat semakin menguatkan pikiran keluarga tersebut untuk mengakhiri hidupnya.

"Apakah mungkin keluarga tadi benar-benar terisolasi secara sosial dari lingkungannya, sehingga mereka tidak mendapat dukungan dari lingkungan?" ujarnya.

"Tetapi semakin menguatkan pikirannya sendiri untuk ide mengakhiri hidup dan melakukan semacam brain wash (cuci otak) terhadap keluarganya," imbuh Uyun.

Adapun pernyataan Uyun ini berkaca dari kasus lain yang sempat terjadi di Indonesia.

"Soalnya kasus lain seringnya, anak-anaknya masih usia sangat muda kemudian diracun, dan orangtuanya bunuh diri," ujarnya.

Secara lebih umum, Uyun menjelaskan betapa pentingnya dukungan sosial dari warga sekitar agar meminimalisir seseorang untuk mengakhiri hidupnya.

Dia mengatakan dukungan sosial dapat dilakukan lewat bantuan finansial, psikologis, atau bantuan informasi.

"Misalnya jika ada anggota keluarga yang merasa stres atau cemas bisa diberi dukungan tersebut," ujarnya.

"Jika parah, maka bisa diberi dukungan berupa informasi untuk datang ke profesional, mungkin bisa diantar ke psikolog atau psikiater," lanjutnya.

Selain itu, Uyun juga mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan sebuah daerah dapat mempengaruhi faktor psikis dari seseorang.

Alhasil, dia mendorong agar masyarakat selalu mengadakan kegiatan positif di lingkungan tempat tinggalnya.

"Misal orang-orang yang tinggal di daerah yang memiliki aktivitas yang baik seperti pengajian, gotong royong, aktivitas bersama di masyarakat," ucapnya.

"Sehingga ketika ada masalah keluarga, maka tetangga atau keluarga dekat akan memberikan dukungan dan bantuan untuk mengurangi tekanan hidupnya," imbuhnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved