Berita Tangerang

Polres Tangsel Periksa 2 Saksi Ahli Kasus Perundungan di Serpong Tangsel demi Penuhi Alat Bukti

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Tangerang Selatan telah memeriksa dua saksi ahli terkait kasus perundungan

|
Kolase foto/istimewa
Gen Tai kumpulan anak-anak yang bersekolah di Binus Serpong yang melakukan kekerasan yang diduga melibatkan anak artis Vincent Rompies 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -  Polres Tangerang Selatan (Tangsel) melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Tangerang Selatan (Tangsel) telah memeriksa dua saksi ahli terkait kasus perundungan pelajar sebuah sekolah di Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). 

Ahli yang diperiksa yaitu ahli dokter visum dan ahli pidana yang disediakan unit PPA.

Kasie Humas Polres Tangsel, Ajun Komisaris Wendi Afrianto mengungkapkan jika para ahli tersebut diperiksa untuk memenuhi alat bukti.

"Ahli ini akan digunakan penyidik untuk pemenuhan alat bukti," kata Wendi saat dikonfirmasi pada Kamis (29/2/2024).

Wendi memastikan jika dua saksi ahli telah memenuhi panggilan penyidik pada Kamis, 29 Februari 2024.

"2 saksi ahli hadir semua," pungkasnya.

Jika dijumlahkan, total saksi yang telah  diperiksa oleh penyidik ada sebanyak 15 orang.

Pihak kepolisian masih menunggu konfirmasi untuk 1 orang saksi terkait dengan kasus ini.

Satu saksi yang belum memenuhi panggilan adalah pihak sekolah internasional di Serpong.

Sebagai informasi, pihak kepolisian telah melakukan gelar perkara dan sudah menaikan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Hingga kini,  pihak kepolisian masih mengumpulkan keterangan saksi dan belum menetapkan tersangka. 

Polisi Periksa Lima Pelajar Saksi Kunci Perundungan

Polres Tangerang Selatan (Tangsel) melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Tangerang Selatan (Tangsel) melakukan pemeriksaan terhadap saksi.

Pemeriksaan saksi terkait kasus perundungan pelajar SMA internasional di Serpong Utara dilakukan pada Selasa (27/2/2024).

"Ya diagendakan lima orang saksi, yang terkonfirmasi tiga orang saksi," kata Kasie Humas Polres Tangsel, Ajun Komisaris Wendi Afrianto saat dikonfirmasi pada Selasa (27/2/2023).

Saksi yang diperiksa datang dari pelajar yang terlibat langsung atau melihat kejadian perundungan yang terjadi di Warung Ibu Gaul tetapi tidak melakukan pencegahan.

"Yang jelas terkait kasus tersebut. Tentunya kan enggak jauh-jauh," kata  Wendi.

Jika dijumlahkan, total saksi yang diperiksa oleh penyidik ada sebanyak 16 orang, di mana lima orang saksi baru, masih diproses.

Sebelumnya, Pihak Kementrian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) datang sekolah elite di Serpong untuk memberikan solusi.

Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Chatarina Girsang telah memiliki solusi untuk menangani kasus bully yang tengah santer diperbincangkan.

"Jadi intinya kami mendapatkan satu solusi yang dapat berpihak kepada semua anak, baik untuk anak sebagai korban, anak sebagai pelaku, juga kepada sekolah,” kata Chatarina Girsang di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Senin (26/2/2024).

Namun, pihak Kemendikbud belum bisa mengemukakan secara gamblang soal solusi tersebut kepada publik.

“Solusinya seperti apa belum bisa kami sampaikan, tapi tujuan kami sudah tercapai dengan Binus untuk menyelesaikan persoalan ini dan mencegah terjadinya kekerasan di masa depan,” ujarnya.

“Penyelesaian secara kekeluargaan bisa dibilang secara kekeluargaan. Artinya semua kepentingan anak menjadi prioritas,” tutupnya.

Adapun, kehadiran pihak Kemendikbud, PPPA, KPAI dan Binus Serpong sama-sama mencari solusi untuk kasus perundungan yang menyeret nama anak Vincent Rompies.

Soal Bullying di Sekolah, Kemen PPA: Tak Boleh Keluarkan Anak dari Sekolah

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPA) buka suara terkait maraknya kasus perundungan yang terungkap akhir-akhir ini hingga menyeret nama anak tokoh publik.

Menurut Ciput Eka Purwanti selaku Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dan Kekerasan, kasus tersebut melibatkan tiga orang yang berhadapan dengan hukum.

Dua orang anak merupakan terduga pelaku dan satu orang adalah anak saksi.

"Jadi 3 anak ini semua dijamin oleh undang undang untuk mendapatkan perlindungan. Nah prioritas tentu kami perhatikan karena korban, memastikan anak korban ini mendapatkan pendampingan yang cukup," kata Ciput saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).

Apabila tiga anak tersebut berasal dari keluarga mampu, lanjut dia, maka akan ada pendampingan untuk memastikan bahwa mereka tidak mengalami diskriminasi untuk mendapatkan informasi hukum yang diperlukan.

Lebih lanjut, Ciput menjelaskan ada standar pelayanan perlindungan perempuan dan anak untuk kasus anak berurusan hukum (ABH) dalam mengatasi masalah ini.

"Jadi ada manajer kasus yang khusus mendampingi korban. Ada manajer kasus yang khusus mendampingi pelaku, karena pelaku semua masih usia di bawah 17 tahun, jadi mereka berhak dan wajib negara untuk juga turut memberikan perlindungan termasuk sekolah harusnya memberikan perlindungan," jelas Ciput.

Menurutnya pula, sekolah tidak bisa serta merta mengeluarkan siswanya ketika berurusan dengan hukum.

Melainkan ada prosedur yang harus dijalaninya.

"Tidak boleh sebetulnya kemudian langsung mengeluarkan anak dari status siswa di sekolah itu sebetulnya dilarang oleh undang undang," kata Ciput.

"Apapun kami tidak berpihak mendukung anak untuk melakukan kejahatan ini anak tidak kebal hukum pasti dia nanti akan dapat tindakan sebagai konsekuensi hukum dari apa yang dia lakukan. Tetapi jaminan bahwa misalnya hak informasi anak tidak disebarkan itu harus dijamin," lanjutnya.

Misalnya dengan melakukan pengaburan pada foto ABH kala menyebarkannya di media sosial. 

Pasalnya, baik korban maupun pelaku sama-sama masih memiliki masa depan.

"Banyak praktik baik anak-anak yang dulu masa remajanya berhadapan dengan hukum, tapi dengan dampingan dukungan keluarga mereka, jadi orang yang berhasil juga banyak kan ada di pemerintahan, ada di DPR banyak," jelas Ciput.

"Nah ini yang sering masyarakat saking marahnya kemudian tanpa sadar dan bahkan membully (merundung) anak juga, ini kami yang prihatin terkait pelaku untuk sekolah," imbuhnya.

Oleh karena itu, Ciput menyarankan agar sekolah juga berpedoman pada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

"Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang ramah bagi anak dan ini berarti guru guru tidak peka dan mungkin terbawa dengan situasi sekolah eksklusif. Itu kan biasanya dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas," pungkasnya.

Masa Depan Anak-anak Terancam

Kasus perundungan atau bullying yang terjadi di Binus School Serpong viral di media sosial. 

Beragam pihak menyesalkan peristiwa kekerasan yang terjadinya. 

Terlebih keputusan sepihak pihak sekolah yang mengeluarkan anak-anak yang terlibat kasus perundungan 'Geng Tai' di 'Warung Ibu Gaul'. 

Keputusan tersebut turut disesalkan Kuasa Hukum anak inisial M, Bontor Tobing. 

Dirinya menilai Binus School Serpong harus bertanggung jawab atas kasus tersebut. 

Mengingat fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pihak sekolah tidak berjalan. 

"Dasarnya pembiaran terhadap kumpulan anak-anak sekolah di warung. Karena pengakuan siswa, Geng Tai sudah 9 tahun berdiri di Binus, tempat kumpul-kumpulnya di Warung Ibu Gaul," ungkap Bontor dihubungi pada Jumat (23/2/2024). 

Tak hanya itu, dirinya pun menyesalkan pihak sekolah di Serpong yang mengambil keputusan sepihak terkait klarifikasi atas kasus bullying pada 2 dan 13 Februari 2024.

Anak-anak diungkapkannya diperiksa pihak sekolah tanpa didampingi orangtua pada tanggal 15 dan 16 Februari 2024.

"Binus secara sepihak melakukan klarifikasi langsung kepada anak-anak tanpa didampingi orangtua atau para pihak yang berkepentingan dalam permasalahan ini," ungkapnya.

Selanjutnya, pihak sekolah memanggil orangtua dari anak-anak yang terlihat kasus bullying pada 20 Februari 2024. 

Ketika itu, pihak sekolah di Serpong menawarkan dua pilihan terkait kasus tersebut, yakni mengeluarkan anak-anak dari sekolah atau anak-anak mengundurkan diri. 

"Opsi tersebut bisa dibilang sebagai pemaksaan untuk mengundurkan diri, karena kalau di DO tidak bisa urus paket C," imbuh Bontor.

Atas hal tersebut, Bontor menyesalkan peristiwa yang terjadi. 

Dirinya pun menyampaikan empatinya kepada orangtua dan anak-anak, baik korban maupun terlapor.

"Semua anak-anak ini menjadi korban, termasuk terlapor yang kehilangan masa depannya, karena dikeluarkan dari sekolah jelang ujian akhir," ungkap Bontor.

"Harusnya masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan adanya pertemuan para pihak yaitu sekolah, kepolisian, korban, pelaku dan para orangtua. Kalaupun ada hukuman agar lebih kepada fungsi pembinaan, karena selama ini juga anak-anak sudah dihakimi sepihak di medsos," jelasnya.

Harapan Vincent

Dikutip dari Tribunnews.com, anak Vincent Rompies kini mendapat banyak dukungan dari netizen atas kasus bully siswa Binus School Serpong, Tangerang Selatan.

Dukungan mengalir pada anggota geng anak Vincent Rompies meski telah membully adik kelasnya di warung ibu gaul Jalan Jelupang Raya, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan.

Pasalnya netizen menemukan banyak kesaksian tentang borok korban bully geng anak Vincent.

Mulai dari dugem, mabuk, hingga dugaan pelecehan terhadap siswi.

Malah disebut-sebut bahwa geng anak Vincent melakukan tindakan tersebut justru dipicu karena korban memang sudah menjadi public enemy di Binus School Serpong.

"Saya gak tau justru, saya sudah tidak buka sosial media, sudah 2 minggu ini," kata Vincent Rompies.

Vincent menekankan dirinya tak memikirkan dugaan-dugaan tersebut.

Ia hanya berharap agar masalah yang merundung anaknya ini bisa diselesaikan secepatnya.

"Saya tidak perduli apapun. yang saya perdulikan hanya saya ingin maslaah ini cepat selesai," katanya.

Vincent mengatakan ia terus berusaha menjalin komunikasi dengan korban bully siswa Binus School Serpong.

Hal itu demi bisa menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.

"Saya masih berusaha membuka komunikasi dengan pelapor biar semua masalah ini bisa diselesaikan baik-baik. Kekeluarga yang penting semoga bisa menemukan titik cerah untuk berdamai dan berdiskusi," kata Vincent Rompies.

Sementara kuasa hukum siswa M, Bontor Tobing menegaskan bahwa tidak semua yang diutarakan korban lewat akun Instagram mamaallena benar.

"Fakta-faktanya kan gak semua betul yang ada di media itu," katanya.

Ia meminta publik tidak hanya melihat dari sisi korban, tetapi juga para pelaku.

"Jangan sepihak aja melihat ini, kita juga melihat dari sisi pelaku. Biarkan penyidik yang melakukan proses hukum ini," katanya.

Menurut kliennya, motif bully siswa Binus School Serpong ini hanya sebatas kenakalan remaja.

"Kenakalan dari sisi anak SMA, ya namanya kenakalan remaja dalam pergaulan," katanya.

Baca Berita WARTAKOTALIVE.COM lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved