Urban Farming
Buat Urban Farming di Tengah Gedung Pencakar Langit, Warga Karet Tengsin Hasilkan Sayur Melimpah
Dari pintu masuk urban farming, kami bisa menyaksikan gedung-gedung tinggi yang menyorot birunya langit Jakarta
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah
WARTAKOTALIVE.COM, TANAH ABANG — Di tengah megahnya gedung-gedung pencakar langit dan hiruk pikuk ibu kota, ada satu tempat yang masih menyuguhkan keasrian tanaman buah dan sayur layaknya sebuah pedesaan.
Padahal, tempat tersebut persis terletak di dekat gedung-gedung perkantoran yang tiap harinya mempertontonkan kesibukan orang-orang di dalamya.
Lokasi itu adalah sebuah urban farming (pertanian perkotaan) yang terletak di RT 08 RW 06 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Untuk menuju ke sana, Warta Kota perlu melewati jalan setapak yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.
Kendati demikian, saat menengok masuk ke dalamnya, ada kesan takjub yang tak bisa ditawar-tawar lagi, lantaran urban farming tersebut bak 'surga' di antara megahnya kota Jakarta.
Pasalnya, dari pintu masuk urban farming, kami bisa menyaksikan gedung-gedung tinggi yang menyorot birunya langit Jakarta saat pagi hari.
Sementara saat melihat ke bawah, ada hamparan berbagai jenis tanaman buah dan sayur yang segar-segar saat tersentuh semburat cahaya mentari pagi.
Dari pantauan Warta Kota di lokasi, Sabtu (20/1/2024), nampak urban farming itu diisi oleh berbagai tanaman buah, mulai dari pepaya california, melon, semangka, pisang, dan anggur.
Ada pula tanaman sayur yang mulai siap panen, seperti kangkung, terong, singkong, ubi jalar, sawi, dan sejumlah bawang-bawangan.
Seperti daun bawang, bawang merah, daun pandan, cabai, tomat, hingga daun kemangi yang tumbuh subur.
Beberapa buah dan sayur itu sudah mulai tumbuh bunga serta memunculkan anak-anak buah berukuran mini.
Sementara itu, apabila bergeser ke sisi kiri area urban farming tersebut, ada satu tempat yang diperuntukkan untuk perikanan.
Di situ, ada sejumlah ikan yang dibudidayakan. Mulai dari ikan mas, nila, mujair, hingga lele.
Menurut Ketua RT 08 RW 06, Ali Fadli, urban farming itu telah ada sejak 1993. Namun kala itu fokusnya hanya memberdayakan ikan.
Ketika pandemi Covid-19 melanda, barulah warga yang diinisiasi oleh Ketua RW 06 Zulharman, mulai membuat area pertanian dengan memanfaatkan lahan tidur (terbengkalai) seluas 1.000 meter persegi.
Lahan itu, kata Ali, milik developer (pengembang) yang tak kunjung mendirikan bangunan sejak tahun 1993.
"Jadi konsep kami itu sama warga dan teman-teman kelompok tani di sini, di antara gedung-gedung tinggi, ternyata masih ada urban farming," kata Ali saat ditemui Warta Kota di lokasi, Sabtu.
Menurutnya, tidak semua warga ikut serta mengurus urban farming tersebut. Melainkan hanya mereka yang ingin bergabung saja dalam Taruna Jaya (nama karang taruna RT 08).
Ali bercerita, ide awal membentuk urban farming adalah dari iseng menanam pepaya california yang rupanya berbuah manis.
"Waktu itu ada 50 batang, kami jual per-buah Rp 10.000, tapi buat warga di sini kami bagi juga, enggak semua kami jual," katanya.
"Kalau yang dijual kami sortir, yang agak besaran dikit kami jual Rp 10.000 dan itu alhamdulillah bisa bantu teman-teman di sini karang taruna, itu bisa buat pemasukan lumayan," imbuhnya.
Menurutnya, bibit-bibit tanaman tersebut diperoleh dari hasil pemberdayaan masyarakat mengolah hasil panen.
Namun, ada pula bantuan dari Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang mengetahui adanya urban farming hasil kelola warga di Karet Tengsin.
Hingga saat ini, tak terhitung sudah berapa kali ia dan warga memanen hasil kebun.
Pasalnya, para warga juga diperkenankan untuk mengambil hasil kebun tersebut untuk keperluan masak sehari hari.
Seperti bawang, cabai, kangkung, hingga daun singkong yang tumbuh subur dan waktu tumbuhnya cepat, diperkenankan diambil hasilnya untuk warga.
"Kalau untuk pepaya, kami udah berjalan dari 2021 pas covid sampai terakhir di 2023 pertengahan kami sering panen, tapi pepaya lama kelamaan kami sering ambil, lama-lama mengecil (pohonnya), kami regenerasi, sekarang ini baru tanam lagi," kata Ali.
"Hampir 75-100 buah (sekali panen), kami mau tanam lagi," lanjutnya.
Tak main-main, meski hanya memanfaatkan lahan tidur, namun omzet yang diperoleh warga dari hasil urban farming itu mencapai Rp 5 juta perbulan.
"Waktu itu hampir 75 batang (pepaya), itu omzet 1 bulan Rp 5 juta, karena kan sekali panen ada lagi, karena kan batangnya banyak," tuturya.
"Kalau pepaya siap panen per 7 bulan, tapi kan panennya enggak rata, jadi seminggu bisa dua kali kami panen. Kangkung dia usia 14 hari, 15 hari panen," imbuhnya.
Oleh karena itu, Ali menyebut bahwa tujuannya membuat urban farming juga untuk memotivasi anak muda agar tidak malu membuka usaha pertanian, sebab keuntungannya menjanjikan.
"Pesan aku sih di Jakarta untuk anak-anak muda, yuk semangat kita urban farming, karena di kota bisa ternyata kalau kita mau berusaha, niat, itu saya yakin bisa dan itu cuan," ungkap Ali.
"Jangan dilihat kotor apa, tapi kalau dirasainn panen itu senang, apalagi kalau sudah berbuah atau udah pohonnya bagus-bagus itu bisa jual, itu juga pemasukan nanti ke kelompok tani, sebagian buat kita kalau kuantitinya besar," pungkasnya. (m40)
Urban Farming di Atap Masjid Cengkareng Jakbar, Warga Panen 60 Kg Sayur dan 90 Kg Buah |
![]() |
---|
Luar Biasa, BKT Ikut Urban Farming Award 2026 Usai Disulap Jadi Kawasan Pertanian Perkotaan |
![]() |
---|
Pelopor Urban Farming di Jakarta, Sudin KPKP Jaktim Gelar Pasar Tumbuh Setiap Bulan |
![]() |
---|
Pelajar SMAN 13 Jakarta Kembangkan Urban Farming, Budidaya Anggur di Area Rooftop Sekolah |
![]() |
---|
Panen Melon Varietas Unggul, Wali Kota Jakarta Utara Sebut Urban Farming Solusi Keterbatasan Lahan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.