Berita Jakarta
Pengguna Air Tanah Wajib Izin, Warga Ogah Urusi karena Takut Jadi Ajang Pungutan Liar
Warga tak setuju dengan aturan Menteri ESDM yang harus izin menggunakan air tanah, padahal mereka sudah membayar banyak
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Mencuatnya aturan tentang penggunaan air tanah warga yang harus berizin terlebih dahulu ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rupanya membuat sejumlah warga mengeluh.
Padahal, aturan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah itu, bertujuan untuk menjaga keberlanjutan air tanah, menjamin kepastian hukum, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan air tanah untuk kebutuhan bukan usaha.
Sehingga, pemerintah meminta agar warga, instansi pemerintah, badan hukum, hingga lembaga sosial yang memakai air tanah dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per-bulan, perlu mengajukan izin ke Kementerian ESDM.
Terkait aturan tersebut, salah satu warga yang menggunakan air tanah, NZ (45) mengaku keberatan dengan aturan itu.
Baca juga: Warga Keberatan Penerapan Izin Penggunaan Air Tanah, Kecewa PAM Kerap Mati
Pasalnya, dia yang memiliki indekos di Jalan Inspeksi Kali Grogol, Palmerah, Jakarta Barat, mengaku terpaksa menggunakan air tanah lantaran pernah merasakan sulitnya mendapatkan air apabila menggunakan PAM.
Selain itu, NZ ogah mengurus izin lantaran mengklaim jika penggunaan airnya tidak mencapai 100 meter kubik, sekalipun bangunan rumahnya kini dimanfaatkan untuk bisnis indekos.
"Kalau di usaha saya pribadi pemakaian air masih di bawah 100 meter kubik," kata NZ kepada Warta Kota di Jalan Inspeksi Kali Grogol, Palmerah, Jakarta Barat, Minggu (29/10/3023).
NZ sendiri mengaku kecewa memakai PAM lantaran sering mengalami mati air, sekalipun sudah melapor dan bayar administrasi.
Diketahui, NZ telah tinggal di kawasan tersebut sejak 2012 lalu dan menggunakan PAM hingga 2018.
Kemudian, dia mendirikan indekos pada 2019 dan langsung mengganti airnya menggunakan air tanah seluruhnya, lantaran kerap kesulitan air.
"Sebelumnya saya pakai PAM, tetapi luar biasa kecewa karena air PAM di daerah situ sering mati kalau keluar kecil sekali. Meteran air saya rusak di tahun 2018, sudah lapor ke PAM dan bayar administeasi untuk penggantian tapi tidak diproses," ungkap NZ.
"Tiba-tiba kemarin November 2022 orang PAM datang dan cabut meteran. Saya marah, kenapa sejak 2018 enggak diproses sampai capek lapornya, akhirnya saya cabut dan pakai air tanah," lanjutnya.
Baca juga: Air Tanah di Jakarta Utara Tercemar Bakteri E. Coli, Warga Diimbau Tidak Membuang Sampah di Sungai
Bahkan, NZ mengaku kini tetangga di sekitar indekosnya itu kerap kali mengambil air darinya lantaran air PAM-nya mati.
Oleh karena itu, NZ tidak setuju apabila pemerintah membebani warga pengguna air tanah dengan pengurusan izin.
Dia juga khawatir, adanya pengurusan izin itu dimanfaatkan oleh oknum tertentu sebagai ajang pungutan liar (pungli).
"Kalau saya pribadi saya keberatan untuk urus izin pemakaian air tanah, karena memang pemakaiannya enggak sampai 100 meter kubik," kata NZ.
"Jangan bisanya minta uang sama rakyat tapi enggak melayani rakyat, toh apa-apa kami bayar. Intinya, saya ogah urus izin karena enggak jelas juga, jadi ajang buat pungutan liar," imbuhnya.
NZ memandang, aturan urus izin untuk penggunaan air tanah itu lebih cocok dibebankan kepada pemilik restoran, apartemen, dan instansi lain yang pemakaiannya dalam jumlah besar.
Sementara untuk warga biasa seperti dirinya yang memakai air dengan batas normal, tidak perlu mengurus izin.
"Kalau setiap rumah harus urus izin, air enggak ada, urus berbelit-belit harus persetujuan ini itu, disurvey tim ini dan itu, izin keluar baru bisa gali sumur, lah selama itu izin enggak keluar, keluarga yang mau mandi, minum, dan lain-lain bagaimana," ungkap NZ terkekeh di akhir kalimatnya.
Kepada Warta Kota, dia bercerita jika saat menggali air tanah, dirinya memanggil tukang gali sumur dengan biaya Rp 7 juta.
Namun biaya tersebut belum termasuk pompa dan peralatan lain yang digunakan untuk mencari sumber air. Sehingga total, NZ mengeluarkan biaya hampir Rp 10 juta.

Oleh karenanya, NZ merasa tak perlu mengurus izin lagi yang ia rasa akan banyak menyulitkan masyarakat.
Baik dari birokrasi maupun administrasi.
Ia hanya berharap agar pemerintah berpihak kepada rakyat yang sudah memberikan pajak untuk negara.
"Konglomerat duitnya di luar negeri, rakyat biasa-biasa putar uangnya buat usaha ke rakyat juga, beli barang-barang juga dari pengusaha besar," jelas NZ.
"Kalau dipikir betul-betul bukan pengusaha besar yang bikin ekonomi jalan, tapi masyarakat kelas bawah, mereka enggak punya uang ya enggak belanja, sepi kan jadinya di mana-mana," imbuhnya.
Dia pun meminta agar pemerintah berpikir panjang kala membuat peraturan yang melibatkan rakyat.
"Kalau bikin peraturan jangan cuma mikirin pemasukan ke negara yang ujung-ujungnya buat korupsi, pikirin juga dampaknya ke rakyat," kata NZ.
"Nyuruh ngurus izin sumur, biaya gali sumurnya ditanggung pemerintah enggak? Kami-kami juga yang susah dan keluar duit," pungkasnya. (m40)
Pengamen di Duren Sawit Jaktim Gagalkan Preman Curi Besi Scaffolding |
![]() |
---|
Alasan Dishub Jakarta Batal Pangkas Trotoar Jalan TB Simatupang Jaksel |
![]() |
---|
Pramono Klaim jadi yang Pertama di Tingkat Pemprov, DKI Jakarta Laporkan APBD ke Publik |
![]() |
---|
Terungkap Sosok Pelaku yang Sediakan Tim Pengintai Penculikan Kepala Cabang Bank BUMN |
![]() |
---|
Kasus Campak Jakarta Barat Meningkat, Kelurahan Kapuk Jadi yang Tertinggi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.