Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta: Mencari Jejak Nenek Moyang di Kecamatan Makasar yang Mulai Pudar

Bukan hanya Sulawesi Selatan yang punya Makassar, Jakarta juga memiliki Kecamatan Makasar dan Kampung Makasar.

Editor: Desy Selviany
Tribun Jakarta
Kantor Kecamatan Makasar Jakarta Timur 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Bukan hanya Sulawesi Selatan yang punya Makassar, Jakarta juga memiliki Kecamatan Makasar dan Kampung Makasar.

Kampung Makasar menjadi salah satu kampung tertua di Jakarta. Maka tak heran, Kampung Makasar memiliki banyak sejarah Jakarta.

Sebagian Kampung Makasar sendiri saat ini berubah menjadi Kecamatan Makasar.

Kecamatan Makasar adalah sebuah kecamatan yang terletak di Jakarta Timur, Jakarta.

Di tahun 2019, penduduknya berjumlah 220.112 jiwa, sedangkan luasnya adalah 21,87 km⊃2;. Wilayah ini direncanakan akan bergabung dengan Kota Bekasi.

Namun, berbeda dengan Kampung Ambon yang dihuni mayoritas warga Ambon, berbeda dengan Kecamatan Makasar.

Meski bernama Kecamatan Makasar jangan harap kita bisa menemukan orang-orang bugis atau orang-orang Makassar berdialek khas Sulawesi Selatan di sana.

Justru mayoritas warga Kecamatan Makasar ialah Betawi dan campuran etnis lainnya.

Maka istilah penamaan wilayah ‘Kampung Makassar’ di Jakarta ini sebuah jejak sejarah yang sunyi, sebab minimnya informasi tentang itu.

Namun ternyata Kampung Makasar atau yang saat ini dikenal sebagai Kecamatan Makasar memiliki sejarah yang erat dengan Makassar di Sulawesi Selatan.

Pada sejarah Kecamatan Makassar yang dulunya bernama Kampung Makasar dijelaskan bahwa kawasan itu sejak 1686 dijadikan sebagai tempat pemukiman orang-orang Makassar, di bawah pimpinan kapten Daeng Matara.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Cilincing Kini Penuh Tronton Dulu Punya Pantai Setara Florida Amerika

Daeng Matara bersama dengan pengikutnya dari Makassar membuka lahan hutan belantara untuk pemukiman.

Sejak saat itu, wilayah yang dihuni warga Makassar itu disebut Kampung Makasar.

Pada sejarah Kampung Makassar, nenek moyang di tanah tersebut adalah bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia.

Mereka ke Batavia, setelah kerajaan Goa, di bawah sultan Hasanuddin tunduk kepada Kompeni, yang sepenuhnya dibantu oleh kerajaan Bone dan Soppeng.

Pada awalnya, mereka di Batavia diperlakukan sebagai budak, kemudian dijadikan pasukan bantuan, dan dilibatkan dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Kompeni.

Tahun 1673 warga Makassar itu ditempatkan di sebelah utara Amanusgracht yang kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Baru.

Mungkin merasa bukan bidangnya menggarap lahan, kemudian tanah di Kampung Makasar yang diperuntukkan bagi mereka itu tidak mereka garap sendiri, melainkan disewakan kepada pihak ketiga.

Namun sayangnya, tanah tersebut jatuh ke tangan Frederik Willem Preyer.

Lantaran dikeluarkan oleh VOC dari dalam tembok Batavia, nihil jejak Kampung Makassar di Kecamatan Makasar.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Serba-serbi Koja dari Keturunan Portugis Hingga Lokalisasi Kramat Tunggak

Bahkan, makam tua tokoh Makassar terletak di Kramat Jati, Jakarta Timur.

Makam itu konon pesohor asal Makassar-Sulawesi Selatan, namanya Dato Tonggara.

Cerita orang-orang di Kampung Makassar dan Kramat Jati, Dato Tonggara dulunya seorang ulama asal Makassar yang banyak memberi peran di Batavia dan punya kedekatan khusus Pangeran Jayakarta, penguasa Batavia.

Tetapi menjadi aneh jika mencari literatur sejarah Bugis-Makassar, sebab tak satupun nama tokoh Dato Tonggara tertulis.

Beberapa penduduk di Kramat Jati dan Kampung Makasar mengaku jika mereka adalah turunan Dato Tonggara asal Makassar itu.

Namun mereka tak mengetahui silsilah mereka dengan pasti, sebab telah lama menjadi warga Jakarta, dan bahkan telah merasa menjadi suku Betawi asli, penduduk asli Jakarta.

Saat ini makam Dato Tonggara juga jarang dikunjungi orang-orang Bugis-Makassar sendiri yang merantau ke Jakarta usai kota itu menjadi kota perantauan.

Satu-satunya penghormatan pada Dato Tonggara di ibukota, yakni namanya telah diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kramat Jati yakni Jalan Raya Dato Tonggara.

Di era pendudukan Jepang, tepatnya awal dekade 1940-an, Kampung Makasar menjadi pusat penahanan lebih dari 100 ribu warga Belanda dan Eropa terkecuali asal Jerman.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved