Viral Media Sosial

Partai Buruh Lantang Tolak Omnibus Law, Tapi Dukung Capres dari PDIP, Musni Umar: di Mana Nalarnya?

Partai Buruh Lantang Menolak Omnibus Law, Namun Mereka Justru Mendukung Capres dari PDIP yang Lahirkan UU Cipta Kerja, Musni Umar: di Mana Nalarnya?

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Kolase Sosiolog, Musni Umar dan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sosiolog, Musni Umar menyoroti ultimatum kaum buruh yang akan melakukan aksi unjuk rasa bertepatan dengan hasil judicial review uji formil Omnisbus Law Undang-undang Cipta Kerja nomor 6 tahun 2023 di Mahkamah Konstitusi pada Senin (2/10/2023) mendatang.

Aksi serupa pun akan dilakukan serempak di berbagai daerah, seperti Serang Banten, Semarang, Surabaya, Bandung, Batam, Aceh, Medan,

Selanjutnya, Lampung, Banjarmasin, Pontianak, Ternate, Ambon, Jayapura, Makasar, Manado serta sejumlah kota industri lainnya.

Dalam aksi tersebut, kaum buruh menuntut agar hakim MK mencabut Omnisbus Law UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.

Tuntutan yang disampaikan kaum buruh secara langsung diapresiasi Musni Umar.

Hanya saja, dirinya mengaku heran.

Sebab kaum buruh yang secara lantang menolak UU Cipta Kerja justru menjadi pendukung dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk capresnya, yakni Ganjar Pranowo.

Padahal, diketahui, PDIP merupakan partai yang mendorong lahirnya UU Cipta Kerja.  

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Tersangka, Rizal Ramli Ungkit Kasus Surya Paloh 5 Tahun Silam, Apa itu?

Baca juga: Tanggapi Pidato Megawati, Rizal Ramli: 9 Tahun Jokowi Hanya Selfie, Impor Tinggi-Petani Makin Miskin

"Saya apresiasi tuntutan buruh. Tapi aneh bagi saya, PDIP kan partai penguasa yg menjadi prime mover lahirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja, capresnya didukung Partai Buruh," tulis lewat status twitternya @musniumar pada Jumat (30/9/2023).

"Dimana nalarnya?" tanyanya sembari menautkan link pemberitaan Kompas.com berjudul

Postingan Musni Umar pun ramai ditanggapi masyarakat.

Pro dan kontra pun disampaikan terkait dukungan kaum buruh terhadap PDIP maupun Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024 mendatang.

Buruh Desak MK Batalkan Omnibus Law

Dalam pemberitaan Kompas.com yang ditautkan Musni Umar, diberitakan partai Buruh bersama sejumlah massa dari konfederasi serikat buruh akan menggelar aksi di sekitar Gedung Mahkamah Kontitusi (MK) pada Senin (2/10/2023).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan aksi tersebut digelar bertepatan dengan pembacaan putusan MK tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Tanggal 2 Oktober 2023 akan ada pembacaan keputusan judicial review uji formil Omnisbus Law Undang-undang Cipta Kerja nomor 6 tahun 2023 maka Partai Buruh dan KSPI dan elemen-elemen (buruh) akan aksi besar-besaran di Gedung MK dan serempak di seluruh Indonesia,” kata Iqbal dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (30/9/2023).

Menurut Iqbal, aksi massa di MK akan dihadiri puluhan ribu buruh untuk memastikan gugatan mereka soal Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dikabulkan.

Selain itu, menurut Iqbal, aksi serempak juga digelar di berbagai daerah seperti Serang Banten, Semarang, Surabaya, Bandung, Batam, Aceh, Medan, Lampung, Banjarmasin, Pontianak, Ternate, Ambon, Jayapura, Makasar, Manado, dan kota-kota industri lainnya.

Iqbal menjelaskan, para massa aksi akan menuntut agar hakim MK mencabut Omnisbus Law UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.

“Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. MK harus memutuskan itu dinyatakan tidak berlaku atau inkonstitusiinal di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap Iqbal.

Selain itu, para massa aksi juga akan meminta agar ada kenaikan upah tahun 2024 sebesar 15 persen.

“Naikkan upah 2024 sebesar 15 persen. MK kalau nggak hati-hati kalau tidak memberikan rasa keadilan maka jalanan adalah cara kami mencari keadilan,” ungkap dia.

Dia menambahkan, jika gugatan para aksi buruh tersebut tidak dikabulkan, maka akan ada aksi besar yang berkelanjutan. Iqbal pun berharap hakim MK bisa membuat keputusan yang tepat dan bijak pada 2 Oktober 2023 mendatang.

“Bisa jadi setiap minggu secara bergelombang di 38 provinsi di 300 lebih kabupaten kota khususnya kota-kota industri akan aksi terus bergelombang,” ucap dia.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak termasuk Partai Buruh dan konfederasi serikat buruh menggugat Undang-undang Nomor Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).

Setidaknya MK menerima sebanyak empat perkara terkait uji formil Undang-Undang Cipta Kerja, yakni perkara nomor 40, 41, 46, dan 50/PUU-XXI/2023.

Partai Buruh diwakili oleh ketua umum Said Iqbal dan sekretaris jenderal Ferri Nuzarli tercatat sebagai pemohon pada perkara 50.

Perkara nomor 40 diajukan oleh Federasi SP KEP SPSI, Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP), Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ’98 (PPMI ’98), Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PERSERO) (SP PLN), Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi, dan Umum (FSP KEP).

Selain itu, Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB), Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi (FSP PAR), Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), dan Serikat Pekerja Aqua Group (SPAG) serta perorangan Laksono Widodo dan Kurniadi.

Perkara nomor 41 dilayangkan perorangan oleh Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto.

Perkara nomor 46 dimohonkan tiga orang, Agus Ruli Ardiansyah, Mansuetus Alsy Hanu, dan Dewi Kartika.

Dilansir dalam laman MK, salah satu perkara tercatat dengan Nomor 40/PUU-XXI/2023 menilai UU Cipta Kerja cacat secara formil.

Selain itu, berlakunya Pasal 81 UU Cipta Kerja menjadi penyebab terjadinya kerugian yang dapat berakibat hilangnya pekerjaan.

Secara substansi UU Cipta Kerja juga dinilai para pemohon telah banyak merugikan pekerja dengan penerapan regulasi Cipta Kerja yang mempermudah mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kemudian, mereka menilai ada perubahan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana yang terdapat dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja telah mendegradasi perlindungan yang seharusnya diberikan negara kepada pekerja yang sebelumnya telah diatur lebih baik dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

KSPI Dukung PDIP dan Ganjar Pranowo

Meski menolak UU Cipta Kerja, sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mendeklarasikan diri bakal mendukung bakal capres PDIP Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 mendatang. 

Mereka mendukung gubernur Jawa Tengah itu meski partai politik (parpol) tempat Ganjar bernaung, yaitu PDIP mendukung terciptanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang selama ini ditolak oleh beberapa elemen buruh. 

"Saya harus berterus terang, (KSPSI) sebagai konfederasi buruh terbesar di Indonesia akan all out mendukung Pak Ganjar Pranowo," kata  Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (1/5/2023).

"Jadi, jangan ada beberapa opini menggiring bahwa kenapa buruh yang selama ini membenci omnibus law, mendukung Ganjar dari partai yang mendukung omnibus law. Itu dua hal yang terpisahkan," ujarnya. 

Ia menila Ganjar sebagai sosok yang diperlukan untuk memimpin Indonesia karena berani berdialog dengan buruh secara langsung. 

"Karena Pak Ganjar-lah pemimpin di daerah yang waktu itu saat memimpin Jawa Tengah sampai hari ini berani menemui buruh, berani mendengarkan aspirasi buruh bukan di dalam ruangan, langsung turun ke jalan," ujarnya.

Sementara itu, Ganjar menyatakan terima kasih atas dukungan yang diberikan organisasi buruh kepadanya. 

"Saya senang karena diskusinya cukup tajam, membicarakan bagaimana kesejahteraan buruh, bagaimana perlindungan buruh, bagaimana sistem pengupahan, termasuk regulasi yang ada di omnibus law," kata Ganjar

Menurut dia, berdasarkan hasil diskusinya, buruh bukan menolak UU Cipta Kerja, tetapi mempersoalkan klaster ketenagakerjaan yang ada di beleid tersebut. 

"Tadi ada beberapa poin yang ingin kami diskusikan untuk melakukan semacam catatan-catatan, mana yang harus dikoreksi, mana yang harus ditambah," kata dia. 

Buruh Dukung Ganjar, PKS: Ini antiklimaks dan menjadi paradoks

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyayangkan masih ada aktivis buruh yang menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tetapi masih mendukung bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS, Indra, mengatakan, Ganjar merupakan kader atau petugas partai pengusung UU Cipta Kerja Omnibus Law, yaitu PDI-P.

"Justru kita menyayangkan ada aktivis buruh, tokoh-tokoh buruh yang katanya menolak omnibus law cipta kerja, tapi justru mendukung capres yang merupakan petugas partai dari partai pengusung utama omnibus law cipta kerja," kata Indra dikutip dari Kompas.com.

Indra mengatakan, Gubernur Jawa Tengah itu juga memiliki rekam jejak menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) paling rendah se-Indonesia di wilayah yang dipimpinnya.

Menurut Indra, UMP yang ditetapkan itu lebih rendah dibandingkan Papua, Aceh, Banten, hingga Kalimantan.

Oleh karena itu, ia beranggapan, aktivis buruh yang mendukung Ganjar justru menjadi paradoks.

"Ini menjadi antiklimaks dan menjadi paradoks ketika ternyata ada aktivis buruh mendukung capres yang merupakan petugas partai pengusung omnibus law sekaligus rekam jejak. Kita tahu Ganjar punya rekam jejak penetapan UMP terendah se-Indonesia," ujar Indra.

Lebih lanjut, Indra mengungkapkan, calon presiden yang diusung partainya, Anies Baswedan memiliki komitmen untuk membela buruh jika terpilih sebagai presiden pada Pilpres tahun 2024 mendatang.

Nantinya, pada tanggal 6 Mei 2023, Anies Baswedan akan hadir memperingati Hari Buruh (May Day) di kantor DPP PKS.

Di momen itu pula, para buruh dan aktivis dari berbagai wilayah akan menyatakan sikap dan menyampaikan dukungan terbuka kepada Anies.

"Bukan hanya aktivis buruh, pengemudi daring yang ada dari Aceh sampai Papua, dan mereka hari ini membutuhkan calon presiden yang punya komitmen terhadap pembelaan buruh bukan sekedar lip service atau pencitraan belaka, dan dukungan akan disampaikan pada 6 Mei 2023," kata Indra.

Selanjutnya, Indra mengatakan, DPP PKS juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut beberapa aturan yang dinilai menyengsarakan buruh, termasuk UU Cipta Kerja.

PKS beranggapan, aturan perundang-undangan itu tidak berpihak kepada pekerja atau buruh.

Dari catatan Bidang Ketenagakerjaan PKS, pekerja atau buruh yang jumlahnya mencapai ratusan juta dimarjinalkan, dipinggirkan, serta posisinya semakin terhimpit dan semakin merana.

Indra mengatakan, UU Cipta Kerja dan berbagai aturan pelaksananya yang digadang-gadang Jokowi mampu menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan pekerja, justru membuat oligarki berpesta.

Hal ini membuat pekerja atau buruh merana.

"Undang-undang Cipta Kerja justru semakin memberi ruang untuk hadirnya tenaga kerja asing, politik upah murah, PHK yang semakin dipermudah, kompensasi PHK yang diperkecil, dan outsourcing (alih daya) yang sangat diperluas," ujar Indra.

"Kemudian, pekerja kontrak yang semakin diperluas dan diperpanjang waktunya, entitas serikat pekerja diperlemah, dan berbagai hal lainnya yang membuat posisi pekerja semakin terhimpit, sulit, dan semakin merana," katanya lagi. (dwi)

Baca Berita Warta Kota lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved