Viral di Medsos

Balada Warga di Perbatasan, Jenazah Bayi 3 Bulan Dimasukkan dalam Tong untuk Seberangi Sungai

Miris. Jenazah bayi berusia 3 bulan harus dimasukkan tong untuk menyeberangi sungai. Pasalnya jembatan tertutup air sungai yang meluap.

Editor: Rusna Djanur Buana
Dok.Novliana via kompas.com
Jembatan Long Umung Krayan Timur di Nunukan, Kalimantan Utara, tergenang banjir. Intensitas hujan lebat sepekan terakhir merendam sejumlah wilayah perbatasan RI - Malaysia dan menjadi kendala dalam pemulangan jenazah bayi Gelin yang harus diseberangkan menggunakan drum yang dilubangi 

WARTAKOTALIVE.COM, NUNUKAN--Miris. Itu barangkali kata yang tepat untuk menggambarkan situasi yang dialami orangtua Gelin.

Mereka harus memasukkan jenazah Gelin, bayi berusia tiga bulan, ke dalam tong agar bisa melintas sungai yang tengah meluap.

Orangtua Gelin tinggal di Desa Wa'Yagung, dataran tinggi Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara.

Desa tersebut berbatasan langsung dengan wilayah RI dengan Kerajaan Malaysia.

Gelin menderita sakit dan harus dibawa ke rumah sakit di Tarakan untuk menyelamatkan nyawanya.

Untuk membawa ke Tarakan dibutuhkan waktu lebih dari sehari. Namun akhirnya Gelin meninggal dunia.

Baca juga: Temuan Jenazah Bayi di Sungai Cisadane, Polisi Periksa Enam Saksi

Saat pulang ke Wa'Yagung, mereka menumpang pesawat militer yang kebetulan sedang ada misi penerbangan ke Krayan.

Jembatan tertutup air

"Jenazahnya tiba sekitar pukul 19.00 Wita, dan akan langsung dibawa pulang ke Wa'Yagung, tapi jembatan Long Umung di Krayan Timur yang harus dilewati, terendam banjir.

Akhirnya keluarga bermalam di Long Umung," tutur Novliana, seorang warga Krayan.

Akhirnya warga berinisiatif menggunakan tong atau drum berkapasitas 200 liter dijadikan perahu.

Tong itu dilubangi dan diapungkan sambil membawa jenazah Gelin. Itu memudahkan orangtuanya melewati air sungai yang menutupi jembatan.

"Bayinya dimasukkan drum yang biasanya kalau di Krayan, dipakai untuk menyimpan padi selesai panen.

Drum dipakai sebagai perahu agar jenazah bayi mudah dibawa dan lebih aman melewati banjir," ujar Novliana seperti dilansir Kompas.com.

Baca juga: Geger Penemuan Jenazah Bayi, Warga Ungkap CCTV yang Merekam Sosok yang Diduga Pelaku Pembuangan

Untuk menuju Wa'Yagung, dari pusat kota Krayan, dibutuhkan waktu sekitar 6 jam berjalan kaki, dan melewati sejumlah jembatan.

Sangat terpencil

Desa tersebut, berada di kedalaman hutan Krayan, dengan akses sulit dan terbatas.

Beberapa tahun lalu untuk masuk Wa'Yagung hanya bisa dengan berjalan kaki dengan menembus tanaman penuh lintah daun.

Saat ini akses ke Wa'Yagung sudah bisa dilewati menggunakan sepeda motor, jika cuaca cerah.

"Kalau cuaca cerah, kita pakai motor bayar Rp 200.000 sampai Rp 300.000.

Tapi sekarang musim hujan, paling jalan kaki dan sesekali naik perahu kalau harus menyeberangi jembatan," kata Novliana.

Kondisi bayi Gelin, kata Novliana, membuat warga Krayan prihatin dan miris.

Baca juga: Dikira Boneka, Warga Dihebohkan Jenazah Bayi Berjenis Kelamin Perempuan di Kali Cipinang

Sejumlah warga, pagi ini saling bantu untuk memudahkan kepulangan jenazah bayi mungil Gelin.

Butuh perahu karet

Novliana berharap, gambaran dari kasus bayi Gelin, bisa menjadi perhatian khusus untuk mempercepat pembangunan di wilayah perbatasan.

"Setidaknya ada bantuan perahu karet agar kasus seperti bayi Gelin tidak perlu terjadi," kata dia.

Sampai hari ini, Krayan yang menjadi wilayah terisolir dan berbatasan darat langsung dengan Malaysia ini, masih sebuah wilayah yang hanya bisa dijangkau dengan pesawat terbang perintis.

"Kami terus berharap pembangunan dari pinggiran bisa dirasakan. Mohon pembangunan Krayan diperhatikan oleh semua, baik pemerintah daerah ataupun pusat," harap Novliana.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved