Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Berdiri Sejak 1953 Kejayaan Toko Buku Gunung Agung Kini Bangkrut Menyisakan Utang
Berikut ini sejarah Toko Buku Gunung Agung yang tahun ini akan menutup semua tokonya akibat bangkrut.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Berikut ini sejarah Toko Buku Gunung Agung yang tahun ini akan menutup semua tokonya akibat bangkrut.
Siapa pemilik toko buku Gunung yang legendaris ini?
Dikutip dari Kontan, pendiri Toko Buku Gunung Agung adalah Tjio Wie Tay atau juga dikenal dengan Haji Masagung.
Haji Masagung alias Tjio Wie Tay adalah salah satu tokoh Muslim dari etnik Tionghoa di Indonesia.
Tjio Wie Tay memilih Islam sebagai keyakinan adalah karena mendapatkan dawuh (perintah) dari Sunan Kalijogo melalui Pangrukti Aji (Ny. Tien Fuad Muntaco) (hal. 3).
Masagung masuk Islam pada tahun 1975.
Dunia supra natural dan kebatinan memang tidak asing bagi Masagung.
Baca juga: Toko Buku Gunung Agung Bangkrut Tutup Seluruh Sisa Cabang, 350 Karyawan Kena PHK
Itulah sebabnya perjumpaannya dengan Islam juga terjadi dengan nuansa yang supra natural.
Demikian juga saat mendirikan Yayasan Jalan Terang, Haji Masagung juga mendapat perintah langsung dari Sunan Kalijogo (hal. 15).
Ke-supranatural-an Haji Masagung juga dicatat di buku ini.
Peristiwa seorang perempuan anggota Jemaah haji kesurupan sepulang melempar jumroh dari Mekkah.
Perempuan yang tidak sadar diri dan mengoceh tersebut bisa ditolong oleh Haji Masagung (hal. 2).
Saat berdoa di Multazah Baitullah sebagai rangkaian menunaikan ibadah hajinya yang pertama (Masagung berjahi sebanyak 3 kali), ia berniat untuk mengharumkan Islam dengan membangun replica Masjidil Haram di Indonesia.
Namun setelah berkonsultasi dengan Pangrukti Aji, idenya berubah menjadi mendirikan Masjid Walisongo di Bogor
Ia memulai bisnisnya dari kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama Thay San Kongsie.
Bisnis penjualan buku dan surat kabarnya semakin tumbuh besar.
Haji Masagung kemudian mendirikan Firma Gunung Agung yang lini bisnis utamanya adalah importir buku dari luar negeri.
Usaha lainnya Firma Gunung Agung adalah menjadi penerbit buku.
Bisnisnya terus membesar, ia bahkan mendirikan Toko Buku Gunung Agung di Kwitang Jakarta Pusat pada tahun 1953 dalam satu bangunan besar empat lantai.
Kepiawaian Haji Masagung dalam bisnis buku tak lepas dari pergaulannya yang dekat dengan kalangan penulis, cendekiawan, hingga para jurnalis.
Ia juga seorang sosok yang acap kali menyelenggarakan pameran buku yang sukses mendapatkan sambutan hangat masyarakat luas.
Sejak tahun 1986, pewaris bisnis Haji Masagung diteruskan anak-anaknya, yakni Putra Masagung, Made Oke Masagung, serta Ketut Masagung.
Namun sepeninggal ayah mereka, bisnisnya kemudian terbagi-bagi.
Karena alasan sakit, Putra Masagung mundur dari Grup Gunung Agung.
Ia memilih konsentrasi di bisnis toko buku saja, Toko Buku Gunung Agung.
Tak lama berselang, giliran si bungsu Ketut Masagung juga memilih mundur dari bisnis Grup Gunung Agung dengan mendirikan toko buku sendiri, Toko Buku Walisongo.
Toko Buku Walisongo yang berfokus pada penjualan buku-buku islami.
Lokasi Toko Buku Walisongo pun masih berada di bilangan Kwitang tak jauh dari Toko Buku Gunung Agung.
Bisnis terpuruk Sepeninggal dua saudaranya, di tangan Made Oka Masagung, Grup Gunung Agung mengembang cepat.
Hanya tangan bisnis Made Oka tak sedingin ayahnya.
Kelewat ekspansif membuat bisnis Gunung Agung tertambat banyak masalah.
Padahal di awal berdirinya, sejumlah nama besar ikut tercatat sebagai pemegang saham Gunung Agung.
Misalnya Mohammad Hatta, H.B. Jassin, dan Adinegoro.
Soal keterpurukan bisnis Grup Gunung Agung ini ditandai dengan kisah Made Oka MasAgung, sang pemilik, menjual 80 persen sahamnya kepada PT Kosgoro.
Gurita bisnisnya mulai dari ke sektor jasa keuangan dengan memiliki Bank Arta Prima, money changer (Ayumas Gunung Agung), perusahaan investasi, dan properti serta pertambangan.
Langkah itu dilakukan lantaran kelompok usaha yang didirikan ayah Oka, Haji MasAgung tersebut terbelit utang sampai Rp 450 miliar.
Sebanyak Rp 55 miliar dari jumlah itu berupa utang kepada Bank Summa.
Dan sebagian besar utang sudah jatuh tempo.
Pengalihan saham kepada Kosgoro itu kabarnya bahkan dilakukan lewat saluran telepon internasional.
Kala itu Oka terbaring di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat.
Beberapa proyek, seperti penambangan emas di Sukabumi juga dikabarkan sekarat.
Nasib serupa juga menimpa sektor properti.
Kongsi Oka dengan mantan direktur Astra dan petinggi bank saat itu di tahun 1990 tak berjalan sukses.
Akibatnya, utang proyek-proyek perusahaan property bernama Graha Prima sudah mencapai ratusan miliar tak tertanggungkan.
Pada 1993, Oka pun menjual 80 persen kepemilikan saham atas Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin Jakarta kepada empat yayasan yang dipimpin pengusaha Bob Hasan.
Ketut Masagung meninggal pada Minggu (5/1/2020).
Putra bungsu pemilik Grup Gunung Agung ini meninggal karena sakit jantung di Rumahsakit VU NC Amsterdam pada tanggal 4 Januari 2020 pukul 15.35 waktu setempat.
Ketut meninggal di usia 50 tahun.
Ia meninggalkan dua orang putra dari pernikahan pertamanya, yakni Arya Masagung dan Arman Masagung.
Berita ini bersumber dari artikel di Kontan yang dimuat di Kontan pada 5 Januari 2020 dengan judul: "Ketut Masagung meninggal, inilah kisah bisnisnya"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa Pemilik Toko Buku Gunung Agung yang Kini Terus Merugi?"
| Menyusuri Ruang Pengadilan di Balai Kota Batavia, Tempat Tahanan Menunggu Vonis Eksekusi |
|
|---|
| Penjara Bawah Tanah Zaman Belanda, Tahanan Cuma Bertahan 3-7 Hari Sebelum Eksekusi |
|
|---|
| Nisan Keramat Angke di Jakarta Barat Sengaja Ditutupi Kain Guna Menjaga Kasakralan |
|
|---|
| Menelusuri Jejak Masa Lalu di Kota Tua, Saksi Sejarah dalam Menyongsong 5 Abad Jakarta |
|
|---|
| Asal Usul Kelurahan Joglo di Jakarta Barat, Lurah Sebut Dulu Ada Rumah Joglo Betawi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.