Berita Nasional
Beban Utang Indonesia Terlalu Besar, Ini Penjelasan Ketum HMS Center Hardjuno Wiwoho
Ini penjelasan Ketum HMS Center Hardjuno Wiwoho soal beban utang Indonesia terlalu besar. Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun.
Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: Dodi Hasanuddin
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Beban utang Indonesia terlalu besar, ini penjelasan Ketum HMS Center Hardjuno Wiwoho.
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menegaskan pertumbuhan utang pemerintah Indonesia bisa dikatakan sudah tidak masuk akal.
Dengan beban utang sebesar itu, Indonesia telah terjebak dalam situasi middle low income trap (negara berpendapatan menengah bawah).
Baca juga: Airlangga Merespons Santai Kenaikan Utang Indonesia Akibat Pandemi Virus Corona
Hal ini mengkonfirmasikan utang tidak mempunyai peranan besar dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara.
“Yang saya khawatirkan, Indonesia akan 'kehilangan beberapa generasi" (lost generation) karena kekurangan gizi, kurang pendidikan, dan penurunan status kesehatan dari berjuta anak Indonesia sebagai dampak memburuknya situasi ekonomi akibat tumpukan utang pemerintah. Mirisnya lagi, utang dipakai untuk hal-hal yang tidak produktif,” ujar Hardjuno di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Menurutnya, ekonomi Indonesia akan sulit berkembang. Sebab, keuangan negara tersandera untuk pembayaran pokok dan bunga utang.
Mirisnya lagi, setiap tahun pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya 5 persen.
Sementara pertumbuhan utang jauh di atas itu. Dari 5 persen pertumbuhan tiap tahun, 3 persen berasal dari konsumsi yang artinya tidak menambah nilai dalam rantai ekonomi alias tidak menyerap pekerjaan dan menambah pendapatan negara di masa depan.
Hanya 2 persen pertumbuhan ekonomi yang menggerakan dan memajukan ekonomi.
Angka ini tidak akan cukup memenuhi pertumbuhan utang negara karena angka utang sudah mengarah pada pola gali lubang tutup lubang.
“Pada akhirnya, situasi ini pula lah yang bisa menjelaskan mengapa tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih berada pada level yang teramat tinggi,” ulasnya.
Menurut Hardjuno, Indonesia telah berkali-kali melewatkan kesempatan (missopportunity) untuk melepaskan diri dari middle low income trap, tapi itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
Baca juga: Upaya Tingkatkan Pembinaan dan Prestasi Sepak Bola Putri
Pasalnya pembuat kebijakan berulang kali membuat kesalahan fatal yaitu, utang yang tidak produktif dan mengabaikan sektor paling penting yaitu pertanian dan sektor riil.
“Maka tak heran GDP perkapita Indonesia jauh di bawah Malaysia dan juga Thailand. Krisis 1998 perbankan kita sudah hancur karena digunakan pemilik dan oligarki dalam kejahatan BLBI dan Obligasi Rekap BLBI,” jelas Hardjuno.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023, YLKI: Rakyat Miskin Butuh Makanan Pokok, Bukan Rokok! Pak Jokowi |
![]() |
---|
Istri Alvin Lim Geram Penyidik Paksa Periksa Suaminya yang Masih Sakit Gagal Ginjal |
![]() |
---|
Kamaruddin Simanjuntak Laporkan Dugaan Pembunuhan Berencana Atas Bripka AS ke Mabes Polri |
![]() |
---|
Ketua KPK Kumpulkan Sejumlah Pimpinan Lembaga Pemberantasan Korupsi Negara ASEAN di ASEAN-PAC 2023 |
![]() |
---|
Advokasi Rakyat untuk Nusantara Yakin MK Tak Bakal Kabulkan Pemilu Proporsional Tertutup |
![]() |
---|