Narkoba
Ahli Digital Forensik Sebut Alat Bukti Tangkapan Layar Pada Kasus Teddy Minahasa Tidak Sah
Ruby Alamsyah menyebut alat bukti berupa percakapan WhatsApp yang dilampirkan dalam berita acara berupa tangkapan layar dari dua perangkat tidak sah.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Junianto Hamonangan
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH - Tim penasihat hukum Irjen Pol Teddy Minahasa menghadirkan saksi ahli digital forensik, Ruby Alamsyah untuk menguak cara pengambilan alat bukti elektronik yang benar dan sah dalam kasus narkoba eks Kapolda Sumatera Barat itu.
Ruby dihadirkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (13/3/2023).
Dalam keterangannya itu, Ruby menyatakan jika alat bukti berupa percakapan WhatsApp yang dilampirkan dalam berita acara berupa tangkapan layar dari dua perangkat, berifat tidak sah dan tidak sesuai prosedur.
Pendapatnya itu keluar setelah kuasa hukum Irjen Pol Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menanyakan legal standing Ruby, apakah sekadar keilmuan atau menurut UU ITE Pasal 5 dan 6.
"Bahwa digital forensic itu bukan sekadar keilmuan, tetapi sudah menjadi satu-satunya cara yang resmi untuk cara menampilkan alat bukti elektronik, betul?" tanya Hotman kepada Ruby di muka sidang, Senin.
Baca juga: Isi Chatnya dengan Teddy Minahasa Ditampilkan di Muka Sidang, Mami Linda Cepu Senyam-senyum
"Benar, sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE adalah satu-satunya cara keilmuan proses dan teknik untuk membuat barang bukti elektronik menjadi sah agar dapat dipastikan keutuhannya dan keasliannya," jawab Ruby kepada Hotman.
Kemudian, Hotman mencontohkan suatu kasus yang alat buktinya ditampilkan sebagian-sebagian, apakah sah atau tidak.
"Saya kasih contoh, ini misalnya alat bukti forensik, mungkin perlu diperjelas lagi, yang ditampilkan sebagian. Sebagian ini yang forensik ini, atau yang terjadi di kasus ini, bukan forensiknya yang ditunjukkan kepada saksi, tetapi WA itu di handphone,(kemudian) di-screenshoot (difotokan oleh handphone lain). (Misal) ada artis terkenal di-screenshoot, ada bagian yang seksi di-screenshoot, bahkan sidik jarinya kelihatan," ujar Hotman kepada Ruby.
"Pertanyaannya untuk mendalami pertanyaan hakim anggota, apakah yang anda maksudkan boleh sebagian tapi bukan di-screenshoot seperti ini, tapi adalah sebagian dari forensik ini, yang mana yang benar?" lanjut Hotman.
Setelah contoh kasus yang dikemukakan Hotman tersebut, Ruby dengan tegas menyatakan bahwa pengambilan alat bukti seperti itu tidak sah di mata hukum sebagaimana UU ITE Pasal 5 dan 6.

"Keywordnya (kata kuncinya) ada satu, yang mau dijadikan alat bukti adalah alat bukti elektronik, yaitu pesan WhatsApp tadi, berarti yang diperagakan seperti penasihat hukum, menurut saya tidak sah," jelas Ruby.
Pernyataan Ruby tersebut lantas dipotong oleh Hotman sembari melirik ke arah Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tertawa kecil.
Hotman lantas menegaskan Ruby, apakah pengambilan data dengan memfoto percakapan dari device lain itu asli berasal dari digital forensik atau bukan.
"Tadi anda mengatakan seluruh chattingan yang di-screenshoot bahkan jarinya penyidik kelihatan, ini ada contohnya nih, ada jari penyidik, kalau sudah kelihatan jarinya seperti ini pasti bukan forensik kan?" ujar Hotman kepada Ruby.
"Pasti bukan," jawab dia.
Baca juga: Percakapan Atasan dan Bawahan Kasus Narkoba Teddy Minahasa, Ahli Bahasa Sebut Topiknya Jual Beli
"Oke, menurut anda kalau di-screenshoot seperti ini dengan jari seperti ini (foto percakapan WhatsApp di perangkat lain). Menurut anda ini adalah alat bukti yang tidak sah?" tanya Hotman kembali menegaskan Ruby.
"Tidak sah, confirmed, karena yang mau dijadikan alat bukti adalah percakapan ataupun informasi elektronik, sesuai dengan UU ITE, itu adalah barang bukti elektronik, barang bukti elektronik prosesnya bukan seperti itu," jawab Ruby.
Usai jawaban tersebut, Hotman kemudian menanyakan seperti apa cara melampirkan bukti percakapan WhatsApp untuk keperluan digital forensik yang benar.
"Harusnya yang ditunjukkan adalah hasil dari digital forensic tersebut?" tanya Hotman.
"Betul, dan proses digital forensic itu dapat melakukan screenshoot yang proper, yang benar," jawab Ruby kepada Hotman.
"Oh jadi digital forensic pun bisa melakukan screenshoot?" timpal Hotman.
"Bisa melakukan screenshoot dengan software yang sesuai dia gunakan untuk melakukan mobile forensic terhadap handphone tersebut," ujar Ruby.
Menurutnya, barang bukti digital bersifat rentan mengalami pengeditan terhadap data-data yang terkandung di dalamnya.
Sehingga, pengambilan alat bukti digital menggunakan cara foto dua perangkat, tidaklah dibenarkan dan tidak sesuai prosedur.
"Barang bukti digital itu sifatnya rentan, kalau dilakukan tadi proses yang salah, yaitu melakukan foto dari device ke device lain, itu kan foto tersebut dengan mudah setelah foto siapapun enggak perlu ahli IT, bisa melakukan editing terhadap data tersebut," kata Ruby.
"Makanya itu tidak dianggap sah dan tidak dibenarkan, karena barang bukti digital harus diproses sesuai Pasal 6, harus dipastikan keutuhannya, kalau foto dua device tadi, kami sangat meyakinkan itu tidak akan bisa menjadi barang bukti yang sah dan tidak bisa dipastikan keutuhannya," ujarnya. (m40)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
Polsek Cilincing Tangkap Dua Pengedar Pil Ekstasi, Satu Orang Diciduk di Medan |
![]() |
---|
Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Sabu 1,26 Kilogram di Depok |
![]() |
---|
BNN RI Gelar Ritual Bakar 474 Kg Narkoba Berbagai Jenis, Hasil Ungkapan Juni-Juli 2025 |
![]() |
---|
Warga Resah Pasar Cibubur Jaktim Jadi Tempat Peredaran Narkoba di Malam Hari, Pengelola tak Tahu |
![]() |
---|
Bongkar Sindikat Peredaran 516 kilogram Sabu, Polisi Lacak Aliran Uang 7 Tersangka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.