Berita Bekasi
Masih Berusia 16 Bulan, Bayi Kenzi Sering Pakai Baju Ayahnya karena Kelebihan Berat Badan
Kenzi yang memiliki berat badan mencapai 27 kilogram ini, juga mengenakan baju ayahnya, M Sofyan (41), yang memiliki tubuh kecil.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Feryanto Hadi
Laporan wartawan wartakotalive.com, Rangga Baskoro
WARTAKOTALIVE.COM, TARUMAJAYA -- Balita Kenzi yang masih berusia 16 bulan diduga mengalami kelebihan berat badan.
Bobotnya yang melebihi anak-anak seusianya menyebabkan balita itu, harus mengenakan baju anak berumur 10 tahun.
"Ya enggak muat kalau pakai baju bayi. Ini yang dipakai baju anak 10 tahun," ucap Ibunda Kenzi, Pitriah (40) saat ditemui di Jalan Manunggal 5, Kampung Tambun Permata, Desa Pusaka Rakyat, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Selasa (21/2/2023).
Bahkan terkadang, Kenzi yang memiliki berat badan mencapai 27 kilogram ini, juga mengenakan baju ayahnya, M Sofyan (41), yang memiliki tubuh kecil.
"Bapaknya kan badannya kecil. Baju Bapaknya saja muat sama dia," tuturnya.
Baca juga: Jangan Anggap Tanda Kemakmuran, Segera Atasi Obesitas agar Terhindari dari Penyakit
Pitriah menjelaskan dikarenakan permasalahan ekonomi, dirinya tak bisa terus menerus membeli popok bayi untuk Kenzi.
"Saya kalau popoknya, namanya kalau beli, juga nggak kuat. Jadi pakai kalau mau tidur malam saja," kata Pitriah.
Ditambahkannya, tidak banyak popok berukuran XXXL yang dijual di berbagai warung maupun mini market.
Alhasil, Kenzi terpaksa memakai popok berukuran XXL meski kesempitan.
"Jadinya saya pakaikan yang double XL, itu juga beli yang di warung, kalau yang triple XL di warung kan enggak ada, di mini market juga langka, dia kalau pakai tidur saja," ucapnya.
Baca juga: 5 Tips untuk Mengurangi Obesitas Visceral
Kesulitan tak hanya dialaminya saat membeli popok saja.
Pitriah juga harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menggendong Kenzi yang belum mampu duduk dan berdiri sendiri.
Ketika hendak membawa Kenzi jalan-jalan ke luar rumah, ia lebih memilih untuk membawa kereta dorong.
Penyebab Remaja dan Anak Menderita Obesitas
Fakta penyebab remaja dan anak menderita obesitas yang Disampaikan Pakar Gizi FKUI
Pandemi, studying from home, dan godaan pemesanan makanan melalui online, membuat "generasi rebahan" cenderung malas gerak, namun rajin mengemil.
Akibatnya, kerap terlihat orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan.
Baca juga: Dies Natalis Ke-73 Universitas Indonesia Masuk 10 Perguruan Tinggi Terbaik di Asia Tenggara 2023
Menurut Dr. dr. Dian Kusuma Dewi M.Gizi, Sp.KKLP., yang merupakan salah seorang staf pengajar pada Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), obesitas adalah saat seseorang mengalami ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dengan yang keluar.
Saat terjadi ketidakseimbangan dan akhirnya menumpuk, maka seseorang dapat mengalami kelebihan berat badan yang akhirnya berujung pada obesitas.
“Sebetulnya tidak semata-mata seseorang langsung mengalami obesitas, pada prosesnya akan diawali dengan kelebihan berat badan (overweight). Kelebihan berat badan yang tidak tertangani dengan baik, dapat naik menjadi kategori obesitas kelas 1. Obesitas kelas 1 yang belum tertangani juga, maka orang tersebut dapat masuk menjadi obesitas kelas 2,” ujar dr. Dian.
Ia menambahkan bahwa obesitas dapat dialami seseorang dari segala usia.
Obesitas juga merupakan salah satu penyakit degeneratif yang kini banyak menyasar usia anak-anak dan remaja.
Faktor Penyebabnya
Menurut dr. Dian, yang juga merupakan pengurus Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), makan banyak tidak selalu menjadi penyebab seseorang mengalami obesitas.
Justru, pada beberapa kasus ditemukan bahwa asupan makanan yang masuk dalam tubuh mereka kurang dari kebutuhannya, namun jenis makanan yang dipilih dan jadwal makan yang salah yang sering menjadi penyebab.
Pola tidur atau istirahat yang kurang akan berpengaruh terhadap ketidakseimbangan hormon, dan hal ini banyak dialami oleh remaja.
Pada masa tersebut, remaja dalam keadaan emosi yang belum stabil dan sedang memasuki masa pencarian jati diri menuju dewasa.
Jika orangtua salah dalam pola asah, asih, dan asuh kepada anak, maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan berat badan.
Baca juga: Mahasiswa Baru Universitas Indonesia Dibekali Imunitas Terhadap Ancaman Kelompok Radikal
Belum lagi, tambah dr. Dian, dengan adanya kemajuan teknologi saat ini juga cukup mendorong seseorang mengalami obesitas.
Mulai dari begitu mudahnya memesan makanan melalui aplikasi, hingga melakukan kegiatan tanpa harus bertatap muka yang turut mengurangi aktivitas fisik.
Seperti saat masa pandemi Covid-19, masyarakat dibatasi kegiatan dan mobilitasnya sehingga sebagian besar dilakukan di rumah.
“Sehingga kemudian, yang tadinya kita lebih banyak bergerak menjadi kurang bergerak. Padahal, aktivitas fisik itu harusnya konsisten dilakukan untuk pengeluaran kalori yang berlebih. Seseorang yang terbiasa lari pagi, main basket, atau olahraga lainnya menjadi takut untuk melakukannya saat awal pandemi, karena memang pemerintah memberlakukan aturan yang membatasi aktivitas masyarakat," ujar dr.Dian.
"Jika orang tersebut memiliki motivasi yang kuat, ia mampu melakukannya sendiri di rumah. Tetapi, lebih banyak orang yang tidak melakukan. Jadi, peningkatan berat badan itu memang banyak terjadi pada masa pandemi,” tambahnya.
Selain mengalami peningkatan berat badan, obesitas akan berdampak pada tubuh manusia mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Seperti penyakit diabetes, gangguan jantung, paru, hati, dan berbagai penyakit lainnya.
Depresi
Di sisi lain, obesitas pada remaja juga dapat menyebabkan depresi karena rasa malu, bahkan ada yang mengalami perundungan melalui body shamming.
Saat mengalami depresi, mereka akan mengalami penurunan rasa percaya diri dan merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu yang berujung pada penurunan prestasi belajar.
Baca juga: Indra Bekti Merasa Kondisinya Belum Stabil Meski Sudah Tampil di Panggung Konser BLUE
Berdasarkan kondisi tersebut, dalam disertasi studi doktoralnya, dr. Dian membuat program yang diberi nama From Fat to Fit with SMART Program.
Program ini merupakan program penurunan berat badan yang ditujukan untuk meningkatkan pemberdayaan diri pada mahasiswa yang diintervensi dengan metode coaching.
Program dilaksanakan pada mahasiswa UI yang menjalani pemeriksaan kesehatan mahasiswa baru di Klinik Satelit MAKARA UI dan mengalami obesitas.
Pada pelaksanaanya, program ini tidak hanya berfokus untuk menurunkan berat badan tetapi juga menerapkan healthy behaviors habit sehingga mahasiswa mampu menjadi manusia yang lebih berdaya terhadap individu, keluarga, dan komunitasnya.
Kegiatan dalam program tersebut, meliputi pengukuran status antropometrik dan komposisi tubuh, pengisian kuesioner pada awal program, edukasi, dan kembali dilakukan pengukuran status antropometrik dan komposisi tubuh serta pengisian kuesioner pada akhir program.
Pada kelompok intervensi ditambahkan metode coaching sebanyak enam sesi setiap dua minggu oleh health coach yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Pengukuran awal dan akhir berjarak tiga bulan.
“Dari hasil coaching tersebut didapatkan penurunan berat badan belum signifikan, namun penurunan massa lemak terlihat bermakna, hal yang sangat baik pada suatu program penurunan berat badan bahwa massa lemak seharusnya turun terlebih dahulu, kemudian terjadi peningkatan massa otot dan berat badan pada akhirnya akan turun mengikuti,” kata dr. Dian yang juga merupakan anggota Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI).
Ade Kuswara Kunang Tunjuk Ida Farida sebagai Plh Sekda Kabupaten Bekasi |
![]() |
---|
Bentuk Jembatan 0 Rawalumbu Bekasi Diubah dari L Menjadi U, Untuk Antisipasi Banjir |
![]() |
---|
Mulai 24 Agustus 2025, Kawasan Stadion Wibawamukti Jadi Lokasi CFD Setiap Akhir Pekan |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Targetkan Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Lima Kecamatan Kota Bekasi |
![]() |
---|
Pegiat Lingkungan Sebut Pembuatan Wisata Air dan Kuliner di Kalimalang Bekasi Banyak Mudaratnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.