Politik

Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat untuk Pulihkan Nama Ulama yang Difitnah Jadi Dukun Santet

Menkopolhukam Mahfud MD menampik bahwa penyelesaian HAM berat di masa lalu memberi angin segar kepada PKI.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Kompas Tv
Menkopolhukam Mahfud MD ungkap kesaksian Kompolnas dalam kasus Ferdy Sambo 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD menampik bahwa penyelesaian HAM berat di masa lalu yang digetolkan oleh pemerintahan Jokowi untuk memberi angin segar kepada PKI.

Justru kata Mahfud MD, penyelesaian HAM berat di masa lalu ini juga diupayakan untuk memulihkan nama baik ulama dan kyai yang difitnah sebagai dukun santet di era Orde Baru.

Hal tersebut Mahfud MD sampaikan saat menyerahkan berkas hasil kinerja tugas Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) kepada Presiden Jokowi pada Rabu (11/1/2023).

Kata Mahfud MD, dari rekomendasi PPHAM, ada juga isu yang terkait dengan pelanggaran HAM berat terhadap ulama dan kyai.

“Isu yang dulu ramai misalnya masalah peristiwa 1965 ada yang tuding itu hidupkan komunisme, itu tidak benar karena hasil rekomendasi tim ini bukan hanya korban-korban dari pihak PKI tapi direkomendasikan korban yang saat itu ulama dan para keturunannya,” jelas Mahfud MD.

Sehingga kata Mahfud MD, tidak benar apabila penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai upaya melawan Islam.

Sebab, dari kasus yang diselesaikan, banyak ulama dan kyai yang saat itu menerima pelanggaran HAM karena dituduh dan difitnah sebagai dukun santet. Misalnya saja yang terjadi di Banyuwangi dan Aceh.

Baca juga: Terdakwa Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Berat Paniai Divonis Bebas, Kejaksaan Agung Ajukan Kasasi

Mahfud MD memastikan, soal PKI, pemerintah tetap patuh dengan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 soal PKI.

“Di Aceh semuanya Islam kenapa harus dikatakan ini dideskreditkan Islam dan kasih angin ke PKI sama sekali tidak benar karena kalau PKI itu ada tap MPR nya,” jelas Mahfud.

Diketahui lewat Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM), pemerintah berusaha untuk memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian Yudisial.

“Selain itu saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” katanya.

Adapun peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:

1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved