Pengusaha Surabaya Diduga Terjerat Kasus Penipuan dan Pemalsuan Surat, Kerugian Capai Rp 400 Miliar

Pengusaha asal Surabaya berinisial SS membuat laporan polisi di Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat.

istimewa
Ilustrasi pinjaman kredit. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengusaha asal Surabaya berinisial SS membuat laporan polisi di Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat. Dugaan kasus itu diduga dilakukan terlapor IW, SP dari PT IMRI dan PT GBU.

Laporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/409/VII/2021/SPKT/Bareskrim, tertanggal 12 Juli 2021. Atas dugaan tindak pidana itu, korban SS mengalami kerugian senilai Rp 400 miliar.

Kuasa hukum SS, Dr Budi Kusumaning Atik SH MH menjelaskan, bahwa SS sebenarnya sudah berusaha mencari keadilan sejak akhir tahun 2018.

"Kejadian ini bermula saat awal tahun 2018, saudara IW datang kepada klien kami dengan tujuan untuk meminjam dananya. Oleh karena IW sedang membutuhkan tambahan modal untuk bisnisnya," ujar Atik, sapaan akrab Dr Budi Kusumaning Atik SH MH," ungkapnya Rabu (13/12/2022).

Untuk meyakinkan SS, sambung Atik, IW memberikan jaminan berupa cek tunai senilai pinjaman yang telah diberikan SS.

"Setelah saudara IW mendapat pinjaman yang pertama kemudian sekitar bulan Februari 2018, saudara IW datang kembali ke klien kami dan menyampaikan bahwa perusahaannya (PT IMRI) sedang proses mengajukan kredit di salah satu bank swasta, namun mengalami kesulitan untuk mendapatkan persetujuan kredit. Lalu saudara IW meminta klien kami untuk dapat menjadi penjamin atas kredit PT IMRI di bank swasta tersebut," jelas Atik.

Singkat cerita, lanjut Atik, guna meyakinkan SS, IW membuat perjanjian notariil di mana IW menjamin secara pribadi (personal guarantor) atas jaminan yang diberikan SS. "Kemudian atas hal tersebutlah membuat klien kami yakin untuk menjadi penjamin kredit," tambah Atik.

Berlanjut pada sekitar April 2018, IW bersama-sama dengan SP datang ke SS dan menyampaikan bahwa perusahaannya, PT. GBU, yang bergerak di bidang developer sedang mengalami kesulitan dana dan membutuhkan tambahan modal.

Awalnya SS berkeberatan oleh karena masih ada pinjaman-pinjaman sebelumnya yang belum diselesaikan. Namun kemudian IW dan SP meminta SS untuk kembali menjadi penjamin atas kredit PT. GBU yang diajukan di bank swasta tersebut. Agar SS tergerak untuk mau menjadi penjamin, IW dan SP memberikan jaminan berupa 33 SHGB milik perusahaannya kepada SS.

"Kemudian 33 SHGB tersebut dilekati hak tanggungan agar klien kami percaya dan yakin untuk menjadi penjamin kredit PT. GBU di bank swasta tersebut," jelas Atik.

Atik juga mengungkapkan bahwa kliennya akhirnya menempuh upaya hukum dengan membuat laporan polisi di Bareskrim tanggal 12 Juli 2021 terhadap para terlapor atas dugaan tindak Pidana Penipuan dan Pemalsuan Surat.

Itu karena diketahui bahwa para terlapor tidak mengembalikan pinjaman yang telah diberikan oleh pelapor serta terlapor tidak menggunakan uangnya sendiri selaku debitur untuk melunasi kreditnya di bank swasta tersebut. Tapi malah menggunakan jaminan milik pelapor sebagai pelunasan dan tidak ada penggantian kepada pelapor.

"Bahwa diduga para terlapor secara melawan hukum tidak beritikad untuk mengembalikan hutang kepada pelapor malah para terlapor membuat surat-surat yang diduga palsu terkait "salah transfer" yang seolah-olah telah menghapuskan kewajiban pembayaran hutang dari terlapor kepada pelapor.

"Ini jelas merupakan suatu kejahatan yang terjadi di mana jaminan cek tunai dan jaminan 33 SHGB yang sebelumnya diberikan oleh para terlapor kepada pelapor untuk meyakinkan dan menjamin pelapor ditarik kembali secara melawan hukum oleh para terlapor. Dan kini 33 SHGB itu pun malah berada di bawah penguasaan terlapor saudara SP, terlebih para terlapor yang memang memiliki track record sebagai pengusaha besar di Surabaya yang membuat klien kami tidak ragu untuk memberikan hutang dan menjadi penjamin," terang Atik.

Atik sebagai kuasa hukum pelapor juga menginformasikan bahwa perkara ini sudah di tahap penyidikan. Pada bulan Maret 2022 telah ditetapkan empat orang sebagai tersangka. Yakni IW, SP, VNW, dan AT.

Namun pada bulan Mei 2022 terdapat putusan praperadilan dari PN Jakarta Selatan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel hanya mengabulkan sebagian gugatan, yakni hanya membatalkan status dua tersangka, yakni IW dan SP.

Sedang untuk dua tersangka lain VNW dan  AT tetap dalam status tersangka, serta PN Jakarta Selatan dalam putusannya tidak membatalkan surat perintah penyidikan atau dalam artian penyidikan tetap dapat dilanjutkan.

"Kami sangat mengapresiasi setinggi-tingginya atas kinerja Polri yang sangat profesional yang dalam bekerja didasarkan atas kebenaran dan fakta-fakta hukum. Kami yakin dan sangat percaya bahwa saat ini Polri menjunjung tinggi era keterbukaan dan era polri memberikan pengayoman kepada para pencari keadilan," ucap Atik.

Polri tunduk terhadap amar putusan Praperadilan

Sementara, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Chairul Huda, SH MH yang juga penasihat Kapolri menyatakan, bahwa Polri harus tetap tunduk pada amar putusan praperadilan.

Sehingga apabila dalam amar putusan Praperadilan mengabulkan hanya batalnya penetapan tersangka dan tidak membatalkan penyidikannya, maka sesuai dengan PERMA No. 4 tahun 2016, yang menyatakan bahwa pengujian sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam sidang praperadilan hanya menguji aspek formil.

"Apakah termohon atau penyidik telah memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, dan tidak memeriksa perkara itu dari segi material sehingga tidak menuntup kemungkinan untuk dilanjutkan penyidikannya sehingga yang besangkutan untuk ditetapkan kembali  sebagai tersangka, jika alat bukti dimaksud dinyatakan telah tercukupi," jelas Chairul Huda.

Ia mengatakan, berdasarkan PERMA No. 4 Tahun 2016 jelas ditegaskan bahwa penyidikan dapat dilaksanakan kembali dan dapat ditetapkan tersangka kembali sepanjang penyidik telah melengkapi bukti-bukti kembali.

"Sehingga harus dipahami bahwa kekuatan eksekutorial suatu putusan adalah berada di amar putusannya. Jadi apabila amar putusan prapid hanya membatalkan penetapan tersangka dan tidak membatalkan penyidikannya maka secara hukum penyidik harus dan berkewajiban melanjutkan penyidikan," pungkas Huda.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved