Pj Gubernur DKI Jakarta
Pengamat Politik Sebut Lelang Jabatan untuk Deputi Gubernur DKI Jakarta Terkesan Formalitas Saja
Pengamat polisi mengatakan, lelang jabatan untuk Deputi Gubernur terkesan formalitas, sebenarnya orangnya sudah ditunjuk
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, Penjabat -Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bisa mempertimbangkan opsi untuk mengaktifkan kembali kursi empat deputi gubernur.
Kehadiran mereka dianggap bisa meringankan kerja Heru di Pemprov DKI, apalagi dia juga mengemban amanah sebagai Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) RI.
“Saya melihatnya kalau Heru sendirian nggak bisa bekerja, harus dibantu dengan deputi-deputi ini,” ujar Ujang dari Universitas Al Azhar Indonesia pada Sabtu (29/10/2022).
Ujang mengatakan, persoalan efektif atau tidak soal kehadiran empat deputi nantinya akan dievaluasi.
Dia menyebut, kebanyakan lelang jabatan yang digelar pemerintah terkesan formalitas karena sebetulnya sudah ada pihak yang akan dipilih sebagai pejabat definitif.
Baca juga: Jadi Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono Tetap Rendah Hati dan Tidak Sombong
Baca juga: PDIP Dorong Heru Aktifkan Kursi Empat Deputi Gubernur demi Maksimalkan Pelayanan
“Kadang-kadang lelang jabatan itu mainan saja, seolah-olah bersih dan benar tapi sudah ketahuan siapa yang akan jadi. Namanya memang open bidding (lelang terbuka), tapi kenyataannya biasanya open bodong,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Diketahui DKI Jakarta adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki empat deputi gubernur untuk membantu memberi rekomendasi kebijakan kepada Gubernur.
Keberadaan empat deputi gubernur ini mengacu pada UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota RI.
Meski kursi deputi gubernur telah mengacu UU yang ada, namun tidak semua kepala daerah yang ingin mengaktifkan jabatan itu.
Terutama bagi kepala daerah yang memiliki wakil kepala daerah atau Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Persoalannya begini, ganti gubernur, ganti bupati dan ganti presiden itu pasti ganti kebijakan. Jadi kepemimpinan Anies ke Heru pasti ganti kebijakan,” imbuhnya.
Pengamat Sesali Presiden Jokowi Tunjuk Heru Budi Hartono: Itu Menciptakan Politik Identitas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Anies Baswedan yang pensiun.
Sayang, penunjukan itu berpotensi menciptakan politik identitas, yang saat ini ‘diharamkan’.
Seperti diketahui, Heru Budi Hartono merupakan antitesa Anies Baswedan.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo kepada Tribunnews.com, Kamis (27/10/2022).
Menurut Ari, penunjukan keduanya seakan membuat publik kembali mengulangi lagi pilkada DKI.
"Jokowi memilih PJ pengganti Anies Baswedan yakni Budi Hartono. Kemudian Budi Hartono mengesankan gimik-gimik antitesa Anies Baswedan," katanya.
Ari mencontohkan, Budi Hartono mengganti orang-orangnya Anies Baswedan.
Kemudian layanan pengaduan warga yang dulu ada di masa Jokowi-Ahok dihidupkan kembali.
Baca juga: Larangan Cuti Bagi ASN, Heru Budi Hartono: Kalau Cuaca Membaik, Baru Boleh Cuti
"Ini bisa jadi bibit-bibit pembelahan yang bisa melahirkan politik identitas. Hal itu seperti mengulangi lagi masa Pilkada DKI, bahwa Heru ini orangnya Jokowi-Ahok dan Anies Baswedan itu kontra Ahok," ungkapnya.
Menurut Ari, praktik tersebut dalam berpolitik sah-sah saja, tetapi ada luka bagaimana sejarah pilkada DKI pernah memiliki kontroversi politik identitas.
"Secara normatif Heru meneruskan programnya Anies Baswedan, tetapi dalam beberapa hal dia melakukan posisi politik seakan antitesa Anies Baswedan," kata Ari.
Seperti diketahui, Heru baru-baru ini membubarkan Tim Gabungan Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang selama lima tahun membantu Anies Baswedan.
TGUPP merupakan orang-orang dekat Anies yang telah berjasa saat Pilkada DKI Jakarta.
Mereka mendapat fasilitas dan gaji besar, dan sempat menuai pro kontra.
Baca juga: Anies Baswedan Berpotensi Mainkan Politik Identitas di Pilpres 2024, karena Mesra dengan Garis Keras
"Ya TGUPP itu kan tergantung selera gubernur masing-masing, dulu bagus, semuanya bagus," ujar Heru.
Namun demikian, Heru mengaku dirinya belum terpikirkan untuk mengangkat kembali TGUPP.
"Kalau sekarang sih enggak ada ya," ucap Heru.
TGUPP difungsikan untuk mempercepat pembangunan dalam segala bidang yang ada di ibu kota.
Namun, selama era kepemimpinan Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria, TGUPP menuai kontroversi.
Berbagai pihak termasuk DPRD DKI Jakarta menganggap TGUPP tidak terlalu berfungsi bagi pembangunan ibu kota.

Heru mengatakan, pihaknya akan memperkuat asisten dan tenaga ahli di masing-masing dinas.
Hal tersebut supaya dinas-dinas dapat bekerja lebih maksimal tanpa adanya TGUPP.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi menegaskan bahwa semua anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta tidak boleh bekerja lagi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Hal tersebut harus dilakukan usai masa jabatan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang.
"TGUPP itu harus ngilang. Itu yang membuat kacau pembangunan di Jakarta. TGUPP harus selesai tanggal 16 Okober nanti. Selesai semua," ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Menurut Prasetyo, banyak gagasan TGUPP yang justru malah merugikan warga DKI Jakarta.
Salah satunya adalah pembangunan serta revitalisasi trotoar yang ternyata memutus tali air.
Prasetyo beranggapan bahwa hal itu mengakibatkan saluran pada tali air terputus dan jalanan menjadi tergenang.
"Ide-idenya banyak yang merugikan. Salah satu contoh yang saya temukan di Kemang, Jakarta Selatan," ujar Prasetyo.
Lebih lanjut Prasetyo menjelaskan, tali air tersebut ditambah dengan trotoar yang dilebarkan.
Ia menemukan ternyata tali air itu tidak menyatu dengan trotoar, sehingga menyebabkan kebuntuan.
Hal itulah yang menurut Prasetyo menjadi penyebab banjir.
"Pengangkatan TGUPP di zaman Anies dan Jokowi sebelumnya berbeda. Anies mengangkat TGUPP disertai dengan kepentingan. Sementara, Jokowi menunjuk orang menjadi anggota TGUPP dari ASN-ASN yang akan pensiun," ujar Prasetyo.
Prasetyo mengatakan bahwa jumlah anggota TGUPP Anies pun melonjak.
Menurutnya, hal itu sangat membebankan anggaran daerah karena mereka (TGUPP) digaji dari APBD DKI Jakarta.
"Banyak orang-orang pintar di sini kok. Jadi saya rasa TGUPP enggak akan saya laksanakan dalam rapat banggar, (gaji TGUPP) enggak kami anggarkan setelah pelantikan Pj gubernur nanti," ujar Prasetyo.
