Berita Daerah
Program Densus 88 Antiteror Polri Masuk Sekolah, Ganjar Pranowo Sebut Masyarakat Harus Terlibat
Program Densus 88 Antiteror Polri dengan masuk ke sekolah-sekolah dinilai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sudah tepat.
WARTAKOTALIVE.COM - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akui program Densus 88 Antiteror Polri masuk ke sekolah-sekolah sudah tepat.
Sebab, katanya Ganjar Pranowo, langkah Densus 88 masuk sekolah tersebut libatkan eksnapiter.
Menurut Ganjar Pranowo, selain sebagai upaya deradikalisasi eksnapiter, langkah itu juga mampu memberi pemahaman menyeluruh, tentang bahaya radikalisme kepada anak-anak sekolah.
"Tentu saja kita mesti mengajak banyak pihak untuk terlibat, umpama para aktor itu kita ajak jadi juru bicara kita untuk menjelaskan deradikalisasi itu mesti dilakukan seperti apa, terorisme itu bahayanya seperti apa, dan masuk ke sekolah."
"Tentu kami ini tidak ingin memanjakan mereka (mantan napiter), tapi mengedukasi,” kata Ganjar Pranowo, seusai menerima tim dari Densus 88 Antiteror Polri, di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kamis (22/9/2022).
Dukungan penuh juga disampaikan Ganjar Pranowo terkait upaya tersebut.
Selama ini Pemprov Jateng sudah mencoba menggandeng eksnapiter, untuk bercerita mengenai bahaya radikalisme dan terorisme melalui program Gubernur Mengajar.
Ganjar Pranowo selalu sisipkan pendidikan karakter, bahaya narkoba hingga pencegahan radikalisasi di setiap pertemuan dengan pelajar.
“Maka tadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Kesbangpol kita ajak, agar semua masyarakat ikut terlibat."
Sehingga keperduliannya ada, awarenes-nya ada. Dan di antara warga yang lain tidak melakukan, karena mendengar cerita mereka (eksnapiter),” ungkapnya.
Menurut Ganjar Pranowo, mengajak dan memberdayakan eksnapiter ialah dukungan pemerintah untuk deradikalisasi, dan membantu mereka kembali diterima dengan baik oleh masyarakat.
Pola lain pemberdayaan eksnapiter dan keluarganya juga dilakukan.
Misalnya, beberapa waktu lalu di Surakarta.
Dimana Ganjar Pranowo ertemu dengan keluarga atau istri eksnapiter, yang mendirikan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian keluarga.
“Jadi dari Densus coba komunikasi, bagaimana deradikalisasi itu dilakukan, dan konsep yang dibuat adalah mendorong dari sisi ekonomi."
"Itu peran pemerintah menjadi penting. Kolaborasi inilah yang bisa membantu untuk menyelesaikan persoalan mereka. Tapi pencegahan menjadi begitu penting,"
"Kalau kita yang menjelaskan, mungkin mereka tidak dapat cerita yang sesungguhnya. Maka para pelaku diminta untuk cerita."
"Nah ini pola kerja sama dengan Densus yang menurut saya bagus, dan saya dukung itu di Jawa Tengah" paparnya.
Sementara iru Direktur Indentifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Antiteror Polri, Brigjen Arif Makhfudiharto, ikut angkat bicara.
Dia mengatakan, Ganjar Pranowo dan jajarannya selama ini selalu mendukung pelaksanaan penanggulangan terorisme di Jawa Tengah.
Diketahui, Jawa Tengah menjadi episentrum dari radikalisme.
Dukungan pemerintah provinsi jadi sangat penting, terutama dalam memberikan pemahaman ke masyarakat.
Berdasarkan data Densus 88 AT Polri, hingga awal September 2022, ada 212 orang narapidana terorisme ditahan di Jawa Tengah.
Yakni 191 orang di dalam lapas di Nusakambangan, dan 20 orang di luar Nusakambangan.
Untuk jumlah mantan napiter di Jawa Tengah ada 230 orang.
Terbanyak adalah di Surakarta 47 orang, Sukoharjo 43 orang, dan Kota Semarang 20 orang.
“Ketika kita bisa bekerja sama, baik itu komunikasi, kolaborasi dan melaksanakan kegiatan yang lebih sinergi, tentu kita bisa jadikan masyarakat paham"
"Bahwa mereka yang kita tangkap itu adalah korban dari ideologi yang disampaikan secara ekstrem, yang ujungnya adalah melakukan pelanggaran hukum,” katanya.
Kerja sama dalam aspek sosial ekonomi, dan internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila kepada eksnapiter dan keluarganya akan membuat mereka memiliki pendirian dan kecintaan kepada negara.
Peran pemerintah sampai tingkat desa/kelurahan dengan otonomi, kelola masyarakat dengan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, juga menjadi langkah yang bagus untuk deradikalisasi dan internalisasi nilai Pancasila.
Arif menjelaskan, ketika seorang teroris ditangkap, maka ada keluarga, istri, dan anak yang ditinggalkan di rumah.
Jika yang ditangkap kepala keluarga, maka keluarga yang ditinggalkan butuh menopang kebutuhan.
Di sinilah peran pemerintah bisa lebih tepat, dengan memberi kepastian kebutuhan keluarga tercukupi.
Sebab, momen ini juga digunakan oleh jaringan teroris untuk masuk dan mengambil keluarga yang ditinggalkan.
“Mereka yang ditangkap itu korban dan terdampaknya adalah keluarga. Maka kita coba berikan pemahaman ke masyarakat bahwa mereka ini juga masyarakat, keluarga kita"
"dan berpikir yang kita perangi adalah perbuatannya, bukan orangnya. Kita harus selamatkan keluarganya, agar terputus dengan jaringan mereka (radikal),” papar Arif.
Ditambahkannya, Densus 88 sudah memulai di-engagement dengan keluarga yang ditinggalkan saat penangkapan teroris.
Mulai soal pendidikan hingga kesehatan.
Sebab deradikalisasi pelaku jadi susah ketika keluarga mereka lebih dulu ditarik masuk ke jaringan.
Kerja sama dan kolaborasi antara Densus 88 dengan pemerintah daerah, juga terkait pencegahan radikalisasi di kalangan pelajar.
Kata Arif, pola mengajak eks napiter untuk berbicara tentang bahaya radikalisme dan bagaimana proses masuknya adalah cara efektif.
“Ini kami anggap lebih efektif karena anak-anak sangat rentan,"
"Tetapi ketika diceramahi oleh penyintas menjadi lebih efektif sebagai narasumber" ungkapnya.
(Wartakotalive.com/CC)