Sejarah Jakarta, Sosok Gubernur Pertama Jakarta Raden Suwiryo yang Getol Indonesia Merdeka

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sejarah Jakarta bercerita, peran Kemerdekaan RI tidak lepas dari sosok pimpinan pertama Kota Jakarta Raden Suwiryo. Sosok Raden Suwiryo ialah pahlawan Jakarta.

Dikutip dari Buku Sejarah Singkat Kota Jakarta, sosok Raden Suwiryo ialah Wali Kota Jakarta pertama atau Gubernur Jakarta pertama. 

Pada Sejarah Jakarta, kota yang awalnya diberi nama Batavia oleh Belanda, diubah namanya menjadi Djakarta untuk merebut hati masyarakat Indonesia.

Ketika itu, Djakarta masih dikuasi oleh Jepang dan dipimpin oleh Tokubetsyu Sityo seorang pembesar Jepang.

Sementara Raden Suwiryo didapuk menjadi Wakil Wali Kota Djakarta pada Juli 1945.

Selama kepemimpinan Raden Suwiryo, Jakarta terlibat aktif dalam mempersiapkan kemerdekaan RI. Secara diam-diam, Raden Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.

Kemudian pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Indonesia usai tragedi Hiroshima dan Nagasaki.

Awalnya, berita kekalahan Jepang dengan sekutu ditutup-tutupi oleh pemerintahan Jepang.

Tapi, Raden Suwiryo dengan gagah berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang pada masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan.

Hal itu membuat demam kemerdekaan di tanah Jakarta menyebar luas. Termasuk mendesak Soekarno dan Bung Hatta memproklamasikan Kemerdekaan RI.

Usai Indonesia merdeka seutuhnya, pada 23 September 1945, Suwiryo didapuk menjadi Wali Kota pertama Jakarta.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Kenapa 22 Juni Jadi Hari Ulang Tahun Kota? Ternyata Terkait dengan Sunda

Peran Suwiryo tidak cukup sampai di situ. Pria yang pernah terlibat dalam organisasi PUTERA dan Jawa Hokokai itu juga ikut mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan RI.

Tertulis dalam Sejarah Jakarta, Suwiryo yang bertanggungjawab penuh atas acara pembacaan teks proklamasi yang dibacakan Soekarno.

Di mana awalnya acara akan dilakukan di Lapangan Ikada atau saat ini dikenal Monas namun bergeser ke kediaman Bung Karno.

Hal itu dilakukan lantaran, balatentara Jepang masih berkeliaran dengan senjata lengkap di penjuru Kota Jakarta.