Lifestyle

Anemia Masih Banyak Dialami Remaja Indonesia, Tidak Sarapan Salah Satu Penyebabnya

anemia menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu. Sehingga akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya

Penulis: LilisSetyaningsih | Editor: LilisSetyaningsih
Wartakotalive/Leonardus Wical Zelena Arga
Para remaja berkreasi dibidang fesyen yang ditemui di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2022). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Remaja di Indonesia masih banyak yang terkena anemia.

Dikutip dari Kemkes.go.id anemia merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu. Sehingga akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya.

Tak hanya itu, anemia juga meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan generasi yang bermasalah pada gizi.

Angka anemia di Indonesia masih terbilang tinggi. 

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia.

Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik

Grant Senjaya Head of Public Relations Department PT Ajinomoto Indonesia mengatakan, salah satu kelompok yang rentan mengalami anemia adalah  remaja santri dan santriwati yang menuntut ilmu di pesantren. 

Hal ini karena kelompok usia tersebut susah mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan lebih memilih untuk mengonsumsi junk food atau makanan siap saji.

Santri dan santriwati juga tidak rutin sarapan serta tidak suka mengonsumsi sayur.

“Gizi yang baik merupakan modal penting bagi pertumbuhan generasi masa depan. Anak Indonesia membutuhkan gizi yang baik dan lengkap untuk tumbuh. Dengan gizi yang lengkap, perkembangan mental dan fisik anak Indonesia akan bertambah baik, sehingga dapat tumbuh menjadi bangsa yang kuat," katanya kepada 200  santri dan santriwati Pesantren Al Quran Nurhasanat, Karawang belum lama ini. 

"Dalam hal kecukupan gizi dan kesehatan peserta didik pesantren, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional-tidak seperti peserta didik yang tinggal di rumah. Hal ini sangat disayangkan, karena kondisi pangan, gizi dan kesehatan yang baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajarannya," imbuhnya.

Baca juga: Program Makan Siang di Pesantren Mampu Turunkan Angka Anemia Dikalangan Santri

Baca juga: Anemia pada Pasien Hemodialisa Harus Ditangani agar Tidak Memicu Terjadinya Penyakit Jantung

Kenyataan tersebut  mendorong  Ajinomoto mengusung konsep School Lunch Program (SLP).

SLP bertujuan untuk memperbaiki status gizi dan menumbuhkan kesadaran perilaku hidup sehat para siswa di sekolah.

Program ini menggabungkan pemberian makan siang bergizi seimbang dan pendidikan gizi selama 10 bulan secara terus-menerus yang bertujuan untuk memperbaiki penerapan gaya hidup sehat, higienitas, sanitasi, dan gizi yang baik serta keamanan pangan.

"Hasil yang positif berupa perbaikan status gizi serta penurunan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren dapat tercapai melalui program SLP ini," ujar Grant Senjaya.

 Reisi Nurdiani, SP, M.Si - dosen Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, para santri diminta untuk memerhatikan menu makan mereka.

"Dengan gizi seimbang, maka kualitas tumbuh kembang dan studi mereka akan lebih baik," ujar Reisi di kesempatan yang sama. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved