Lifestyle

Anemia pada Pasien Hemodialisa Harus Ditangani agar Tidak Memicu Terjadinya Penyakit Jantung

anemia pada pasien gagal ginjal harusdiobati karena kematian pada pasien hemodialisa di Indonesia hampir sebagian besar disebabkan penyakit jantung

Editor: LilisSetyaningsih
Kompas.com
Shutterstock/Ilustrasi cuci darah. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Anemia menjadi problematika di Indonesia. 

Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Gejala anemia diantaranya kelelahan, kulit pucat, sesak nafas, pusing, dan detak jantung cepat. 

Bagi penderita ginjal yang harus menjalani cuci darah, anemia tidak bisa diabaikan.

Pasalnya anemia akan memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Baca juga: Waspadai Anemia, Jadi Pemicu Tingginya Angka Kematian Ibu Saat Melahirkan di Indonesia

Kematian  akibat kardiovaskuler pada pasien cuci darah (hemodialisa) tinggi.

Anemia adalah kondisi ketika tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke organ-organ. 

Prof. dr. Rully MA Roesli, PhD, SpPD-KGH mengatakan anemia pada pasien gagal ginjal harus
diobati karena kematian pada pasien hemodialisa di Indonesia hampir sebagian besar disebabkan
penyakit kardiovaskuler (42 persen).

Apabila pasien hemodialisa terkena penyakit kardiovaskuler maka ginjal menjadi lemah, jantung menjadi lemah.

Baca juga: Mulai Usia 6 bulan Hingga 3 tahun, adalah masa kritis terjadinya anemia, ini Penyebabnya

Oleh sebab itu, anemianya harus diobati.

Demikian dikatakan Prof Rully saat edukasi kesehatan daring bertema Manajemen Anemia: Mengurangi Tingkat Transfusi Darah, belum lama ini. Webinar ini diselenggarakan oleh PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) bersama Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Ia mengatakan, salah satu mencegah anemia  dengan memberikan terapi epo dengan indikasi Hb < 10 g/dL dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi seperti tidak ada infeksi yang berat.

Penyutikan epo harus dilakukan secara rutin. Masalahnya di Indonesia pemberian eritropetin
belum tercakup dalam pembiayaan hemodialisa sehingga pemberian transfusi darah masih
cukup banyak dilakukan.

Baca juga: Memutus Mata Rantai Anemia Dimulai pada 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Usia Remaja

Padahal dapat dikatakan transfusi darah memiliki banyak risiko apabila dilakukan kepada pasien cuci darah.

Sedangkan terapi epo lebih aman untuk diberikan karena dapat menghasilkan peningkatan Hb yang berkesinambungan, menghasilkan sel darah merah yang berfungsi secara normal dan dapat meningkatkan kualitas hidup dengan memelihara target Hb yang lebih tinggi.

Tony Richard Samosir, Ketua Umum KPCDI mengatakan melalui edukasi kesehatan ini KPCDI
ingin meningkatkan pengetahuan para dialisis agar dapat memilih terapi yang tepat bagi dirinya
sendiri. (*)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved