Kesehatan

Tak Sekedar Turunkan Gula Darah, Pengobatan Diabetes Lebih Fokus Penanganan Komplikasi Diabetes

Tidak sekedar turunkan gula darah, pengobatan diabetes mellitus lebih difokuskan kepada penanganan dari komplikasi diabetes.

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
Tangkapan layar Wartakotalive.com/ Mochammad Dipa
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Halimun, dr. Febri Kurniawati, Sp.PD, saat webinar Prospek Perkembangan Pengobatan dan Penanganan Diabetes Melitus,” Rabu (29/6/2022). 

WARTAKOTALIVE.COM - Diabetes mellitus atau kencing manis merupakan penyakit yang ditandai cirinya kadar gula darah yang tinggi.  Penyakit ini terdiri dari empat jenis, yakni diabetes mellitus tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga kadar insulin dalam darah berkurang. 

Kemudian diabetes mellitus tipe 2 terjadi ketika insulin tidak dapat bekerja dengan baik membawa glukosa masuk dalam jaringan.

Lalu diabetes mellitus gestasional yang terjadi selama masa kehamilan. Terakhir, diabetes mellitus tipe lain yang muncul karena pemakaian obat atau adanya suatu penyakit yang mengganggu produksi insulin atau memengaruhi cara kerjanya. 

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Halimun, dr. Febri Kurniawati, Sp.PD mengatakan, bahwa dari keempat jenis diabetes mellitus tersebut, diabetes melitus tipe 2 yang lebih umum terjadi.

diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2

“Diabetes mellitus tipe 2 paling umum terjadi terhitung sekitar 90 persen dari kasus. Pada diabetes melitus tipe 2, organ pankreas tidak bisa menghaslkan insulin dengan jumlah yang memadai atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang tersedia dengan benar,” ujar dr. Febri saat webinar Prospek Perkembangan Pengobatan dan Penanganan Diabetes Melitus,” Rabu (29/6/2022).

Dr. Febri menyebutkan, biasanya diabetes melitus tipe 2 terjadi pada orang dewasa dan lebih sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas, dimana hormon insulin yang bertugas untuk metabolisme tubuh tidak bisa mengolah makanan menjadi energi.

“Untuk tata laksana atau pengobatan dari diabetes melitus tipe 2 ini sebagian besar bisa dengan diet, olahraga dan obat oral. Insulin hanya diberikan ketika kadar gula darah tidak bisa dikontrol dengan obat oral,” ucapnya.

Ia menambahkan, dengan mengontrol glukosa darah yang memadai, pasien dapat mencegah atau menunda adanya komplikasi diabetes.

Adapun kriteria penegakkan diabetes mellitus  adalah dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah kapiler vena .

Kriteria penegakkan diabetes
Kriteria penegakkan diabetes mellitus.

Seseorang dikatakan diabetes mellitus jika kadar gula darah puasa lebih dari 126mg/dl, kadar gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200mg/dl, HBA1C lebih dari 6,5 persen dan terdapat gejala klasik serta GDS lebih dari 200mg/dl.

“Pemeriksaan HbA1c atau disebut juga hemoglobin A1c berfungsi untuk mengukur rata-rata jumlah sel darah merah atau hemoglobin yang berikatan dengan gula darah atau glukosa selama 3 bulan terakhir,” ujar dr. Febri.

Komplikasi

Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi ke organ tubuh lainnya karena gula darah yang beredar di dalam tubuh tidak dapat diolah menjadi energi karena gangguan insulin yang akan menyebabkan hiperglikemia dan glucotoxicity yang dapat merusak seluruh sistem sirkulasi darah pada pembuluh darah koroner yang ada di jantung

Diabetes erat kaitannya dengan jantung koroner, kemudian glucotoxicity juga beredar ke pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke. Diabetes juga dapat menyebabkan gangguan di retina sehingga mengalami kebutaan atau minimal pandangan mata kabur.

“Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan gangguan karena terjadi gangguan di mikrosirkulasi dari ginjal yang menghubungkan pembuluh darah yang kecil-kecil dan sangat sensitif dengan glutoxicity,” jelas dr. Febri.

Maka dari itu, lanjut dr. Febri, sejak 2018, tata laksana atau pengobatan diabetes mellitus lebih difokuskan kepada penanganan dari komplikasi diabetes.

“Sejak 2018 kita tidak berpikir melulu tentang gula darahnya berapa, tetapi yang penting itu mencegah dari komplikasi diabetesnya. Karena buat apa kita fokus turunin gula darah, tetapi komplikasinya masih terus berjalan,” ungkapnya.

Dr. Febri menyebutkan, berdasarkan pedoman dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2019, jika pengukuran HBA1C kurang dari 7,5 persen maka pasien diberikan monoterapi atau atau pemberian satu macam obat saja.

Apabila pengukuran HBA1C yaitu 7,5-9 persen bisa diberikan terapi kombinasi dengan memberikan beberapa obat untuk mencegah komplikasi yang terjadi di beberapa titik tangkap akibat dari diabetes tersebut.

“Kalau HBA1Cnya sudah lebih dari 9 persen kita lihat ada gejala atau tidak. Jika sudah ada gejala dan sudah ada kegawatan, kita bisa berikan insulin. Tapi kalau pasien belum ada gejala mengkahwatirkan pasien bisa kita berikan dual atau triple terapi kombinasi kemudian kita lihat apabila kondisinya belum membaik kita bisa menambahkan insulin dari segi dosisnya.

Sementara, lanjut dr. Febri, jika pasien diabetes yang datang sudah alami penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD) atau adanya sumbatan pembuluh darah yang lain, maka  diutamakan pemberian obat bernama agonis reseptor GLP 1.

Kemudian bagi pasien diabetes yang datang sudah alami gagal jantung dan gagal ginjal kita berikan obat diabetesnya SLG2 inhibitor.

"Sedangkan pemberian terapi healthy lifestyle modification tentunya jika pasien diabetes mellitus yang datang belum mengalami komplikasi,” pungkasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved