Lifestyle
Survei: Budaya Kerja Ekstrem Makin Marak Akibat Pandemi Covid-19, Rentan Terkena Dispepsia dan Gerd
Budaya kerja ekstrem (hustle culture) semakin marak akibat pandemi Covid-19. Kerja lembur dan bekerja di akhir pekan bukan masalah bagi para pekerja.
Peningkatan manajemen Gerd, dengan menyesuaikan terapi terhadap kebutuhan pasien tertentu, diharapkan dapat mengurangi dampak Gerd pada produktivitas, sehingga mengurangi biaya.
Baca juga: Good Morning Everyone Gelar Selamat Pagi Tour 22, Dimulai dari Yogyakarta dan Berakhir di Bali
Penelitian yang dilakukan terhadap pekerja aktif di Brazil menunjukkan bahwa dispepsia telah menyebabkan ketidakhadiran kerja pada minggu sebelumnya dan penurunan produktivitas kerja (presenteeism).
Studi menunjukkan pengaruh penting dispepsia terhadap produktivitas kerja.
Di Indonesia, berdasarkan statistik Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014—2018, dispepsia dan gastritis termasuk dalam 10 penyakit terbanyak baik pada rawat jalan tingkat pertama maupun rawat inap tingkat pertama.
Sebagai penyedia telemedicine bagi banyak perusahaan di Indonesia, tren serupa juga terlihat oleh tim medis internal Good Doctor.
Baca juga: Kemenag Harapkan Good News Kepastian Pemberangkatan Jemaah Haji Indonesia.dari Arab Saudi Bulan Ini
Dokter Adhiatma, Head of Medical Good Doctor Technology Indonesia menyatakan, saat ini terdapat peningkatan kasus konsultasi dispepsia dan Gerd yang cukup besar di Good Doctor.
Penyakit Gerd telah menjadi kasus konsultasi top kedua tertinggi, setelah kasus penyakit ISPA, selama bulan Ramadan tahun ini.
Ia mengatakan, tanpa adanya akses manfaat dan layanan kesehatan yang cepat bagi karyawan, sulit bagi perusahaan untuk menciptakan tempat kerja yang unggul bagi para karyawan untuk berkembang.
Kesehatan karyawan yang terjaga akan terkait erat dengan peningkatan angka produktivitas di tempat kerja.
Baca juga: Parentalk Investasi di Good Enough Parents, Langkah Ekspansi Menuju Superapps di Ekosistem Parenting
Selain itu, akses manfaat layanan kesehatan digital sekarang menjadi benefit yang diinginkan para karyawan.
Survei yang dilakukan firma konsultasi sumber daya manusia dan jasa keuangan yang berpusat di Amerika Serikat, Mercer, terhadap lebih dari 14.000 karyawan di seluruh dunia menunjukkan bahwa tren kesehatan yang diinginkan para karyawan adalah tunjangan kesehatan, akses ke layanan kesehatan digital hingga kesehatan mental.
Memudahkan akses digital ke perawatan kesehatan akan dihargai oleh delapan dari sepuluh karyawan yang ingin menggunakan solusi kesehatan digital, seperti panggilan video ke dokter mereka dan aplikasi kesejahteraan yang membantu mereka menemukan dukungan perawatan kesehatan dan cara mengelola kondisi kesehatan mereka sendiri.
Sementara berinvestasi dalam kesehatan mental dipandang sangat penting oleh satu dari dua karyawan (50 persen).
Baca juga: Tidak hanya Mengejar Profit, Bisnis Harus Punya Alasan Mendasar untuk Hadir di pasaran, Mengapa?
"Hasil survei ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk memanfaatkan layanan telemedicine bagi para karyawan," ujarnya.
"Pengusaha yang menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan para karyawan akan menikmati keuntungan memiliki karyawan yang tangguh dan loyal," imbuhnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/sakit-maag01_20150617_113853.jpg)