Berita Kriminal
Ketidakpuasan Korban Investasi Bodong Saat Mendengar Terdakwa Hanya Divonis Dua Tahun Enam Bulan Bui
Seorang korban akui sangat tidak puas atas keputusan vonis hakim terhadap terdakwa investasi bodong yang hanya dua tahun enam bulan bui.
WARTAKOTALIVCE.COM, JAKARTA - Terdakwa investasi bodong, Suhendi, sudah divonis dua tahun enam bulan bui.
Namun, vonis ditetapkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tgl 22 Maret 2022 membuat Kusnadi Tjahyadi tak puas.
Korban investasi bodong menjelaskan ketidakpuasannya terhadap vonis ke terdakawa investasi bodong tersebut.
Pasalnya satu terduga pelaku dalam fakta persidangan berinisial TN masih bebas belum dipenjara, atau ditetapkan tersangka.
Padahal sebelum pembacaan vonis, hakim memberi amanat ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk serahkan saksi fakta TN sebagai tersangka di tingkat penyidikan.
Hal itu lantaran terbukti bersama-sama melakukan penipuan investasi bodong terhadap Kusnadi yang membuat dirinya merugi hingga Rp 1,2 miliar.
"Makanya bisa dikatakan agak janggal juga. Padahal Hakim Ketua saat itu minta JPU untuk masukan dia ke dalam tersangka"
"karena turut serta menikmati uang penipuan dan berkomplot," kata Kusnadi ke awak media, Kamis (14/4/2022).
Sejatinya sidang Investasi Bodong ini telah divonis sejak 22 Maret 2022 lalu.
Adapun peristiwa sendiri bermula ketika Kusnadi didatangi TN untuk mengajaknya berinvestasi membangun Ruko di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Kusnadi lantas mengirimkan uang Rp 1,2 miliar secara bertahap sebagai bagian dari investasi.
Lambat naun, aksi investasi bodong ini terbongkar.
Ruko yang dijanjikan saksi TN dan terdakwa Suhendi tak kunjung dibangun.
Kecewa, Kusnadi kemudian polisikan keduanya ke Polda Metro Jaya pada 26 Desember 2019 lalu dan disidangkan perdana 12 Januari 2022.
Sementara itu, kuasa hukum Kusnadi, Bachtiar Simatupang menjelaskan tidak ditetapkan sebagai terdakwa saksi fakta TN dalam perkara ini memang menimbulkan kontroversi.
Sebab, selain telah diamanatkan hakim saat TN menjalani saksi pada perkara terdakwa Suhendi untuk segera di serahkan sebagai tersangka.
Dalam salinan putusan pengadilan juga menjelaskan bila TN juga berperan yakinkan Kusnadi agar menyerahkan uang, dan masuk dalam investasi rekayasa dengan otak Suhendi.
Dengan kata lain, lanjut Bachtiar, TN ikut serta dalam komplotan itu.
"Cobalah perhatikan saat sidang Tipikor. Ketika Hakim meminta JPU untuk memasukan salah satu saksinya sebagai terduga terdakwa."
"Maka hari itu, detik itu, penyidik langsung memeriksa lagi. Tapi kalo ini malahan diam saja," ucap Bachtiar heran.
Meski demikian, Bachtiar sendiri telah mengadukan hal ini ke Kejati DKI dan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Hal itu untuk segera menyikapi amanat hakim dengan menyerahkan saksi fakta TN masuk dalam kasus ini sebagai tersangka.
"Kalo JPU bilang harus ada salinan putusan dulu. Sementara menurut pihak pengadilan katanya tidak perlu," tutur Bachtiar Simatupang SH
Sementara itu Kasipenkum Kejati DKI, Ashari Syam menegaskan bila hal ini bukanlah kewenangan dari Kejaksaan.
Sebab berbeda dengan kasus korupsi, pada kasus ini tambahan terdakwa hanya bisa dilakukan oleh penyidik dari kepolisian.
"Kami tidak memiliki kewenangan. Ini bisa dimasukan ke kepolisian, memang harusnya JPU yang mengarahkannya"
"Lalu kenapa hakim berkata demikian, karena lawan bicaranya adalah Jaksa, makanya dia minta ke Jaksa," katanya Ashari.
Karenanya, Ashari sarankan lewat hasil putusan pengadilan dan fakta persidangan itu, Kusnandi bisa melaporkan kembali salah satu tersangka kepada Kepolisian agar nantinya di proses.
(Wartakotalive.com/CC)