Sekalipun Diucapkan Presiden, Testimoni Takkan Pernah Punya Nilai Setara Bukti Klinis

Menilai keunggulan suatu metode pengobatan, bisa dilakukan dengan membandingkan obat atau metoda baru dengan terapi standar jika sudah ada.

Editor: Yaspen Martinus
dok. google
Dalam menguji keampuhan suatu metode pengobatan, ada beberapa cara atau metodologi yang lazim dilakukan dan telah diterima secara luas di dunia medis. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Banyak tokoh masyarakat memberikan testimoni sembuh setelah menjalani terapi cuci otak dokter Terawan Agus Putranto.

Padahal, metode tersebut belum memiliki bukti ilmiah penelitian.

Merespons hal itu, dokter spesialis jantung dari Universitas Indonesia dr Bambang Budiono SpJP FIHA FAPSIC FSCAI menuturkan, dunia kedokteran tak memberi tempat untuk testimoni karena tak bisa diuji.

Baca juga: Wiranto: Sudah Berkali-kali Presiden Menjawab Soal Wacana Tiga Periode, Kadang Dianggap Angin Lalu

"Sekalipun diucapkan oleh seorang menteri atau bahkan presiden pun, testimoni tak akan pernah memiliki nilai setara bukti klinis," katanya lewat keterangan tertulis, Jumat (8/4/2022).

Pengamat masalah kesehatan ini mengatakan, dalam menguji keampuhan suatu metode pengobatan, ada beberapa cara atau metodologi yang lazim dilakukan dan telah diterima secara luas di dunia medis.

Bisa menggunakan hasil antara atau surrogate end point, misalnya melihat adanya perubahan penanda khusus dari hasil laboratorium, melihat perubahan dari pencitraan khusus (kardiologi nuklir, ekokardiografi), yang digunakan untuk melihat dampak suatu pengobatan.

Baca juga: KABAR Baik! Arab Saudi Izinkan Satu Juta Jemaah dari Dalam dan Luar Negeri Beribadah Haji Tahun Ini

Bisa juga dengan menggunakan data klinis sebagai hasil akhir, misalnya peningkatan kemampuan fisik, penurunan kekerapan dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung, penurunan kejadian serangan jantung, dan kematian.

Menilai keunggulan suatu metode pengobatan, bisa dilakukan dengan membandingkan obat atau metoda baru dengan terapi standar jika sudah ada.

Atau, membandingkan dengan suatu bahan yang tidak aktif yang disebut plasebo.

Baca juga: BEM SI Gelar Aksi 11 April di Istana, Legislator PDIP: Anggaran Politik Para Pemain Sudah Cair?

Metode penelitian yang terbaik jika dilakukan randomisasi atau acak, pasien dan dokter tak tahu yang mana obat aktif dan mana plasebo.

Karena, kemasan plasebo dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk obat atau zat aktif, biasanya akan diberi kode dan pada akhir penelitian, baru dibuka untuk mengetahui mana yang zat aktif dan mana yang plasebo.

"Semakin banyak yang terlibat penelitian, semakin kuat kesimpulan yang bisa diambil, apakah memang bermanfaat atau tak lebih baik dari plasebo," bebernya. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved