Suhu Bumi

Profesor Emil Salim Sebut Dunia Sedang Menuju Neraka Hidup Jika Suhu Tetap Naik Hingga Tahun 2050

Ekonomi Hijau harus menjadi cara pandang dan dasar dalam prinsip kehidupan ke depan.

Editor: Sigit Nugroho
Kompas.com
Prof Emil Salim 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ekonomi Hijau harus menjadi cara pandang dan dasar dalam prinsip kehidupan ke depan.

Tidak terkecuali undang-undang, peraturan lain dan juga program kegiatan pemerintah.

Ekonom Senior dan Tokoh Lingkungan Hidup, Profesor Emil Salim, mengatakan bahwa pada tahun 2050, jika suhu tetap terus naik 1,5 derajat dan manusia tidak bisa mengendalikan zat cemar seperti gas metana hingga CO2, maka dunia menuju ke neraka hidup

"Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sepakat, masyarakat dunia harus menjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat diatas suhu pra industri pada tahun 2050,” kata Emil di Kompas Talks bersama Greenpeace, Rabu (2/3/2022). 

Alam dipengaruhi oleh iklim dan iklim memberikan norma pola hidup alami di bumi ini.

Baca juga: Prof Emil Salim: Generasi Muda Berperan Selamatkan Jakarta dari Ancaman Tenggelam

Baca juga: Emil Salim: Kau Gali Lubang di Kalimantan Keluar Air, Bagaimana Bangun Kereta Api di Lahan Basah?

Baca juga: Emil Salim Minta Cuma Presiden, Wapres, dan Sekretaris Negara yang Berkantor di Kalimantan

Perubahan yang disebabkan ulah manusia mengakibatkan udara di bumi penuh dengan zat cemar yang menghambat panas bumi dari sinar matahari keluar kembali dari bumi dan menghilang di udara.

Oleh karena itu, manusia sekarang ini akan merasakan udara yang panas jika masuk musim panas, atau dingin yang ekstrim di musim dingin.

“Sejak terjadinya revolusi industri pada tahun 1950, udara panas itu tidak bisa keluar ke angkasa. Seolah-olah bumi diselimuti dengan suatu selimut yang diciptakan oleh zat kimia seperti CO2, metana, ozon dan sebagainya,” ujar Emil.

BERITA VIDEO: Penjual Bumbu Dapur Merugi Karena Pedagang Daging Mogok Jualan

Emil menerangkan bahwa alam semakin lama semakin ditinggalkan dan terkadang dianggap sebagai keranjang sampah.

Semua kotoran dibuang ke alam, sehingga sungai kotor dan alam kotor.

“Selimut yang menutup bumi semakin tebal. Iklim berubah. Bumi menjadi semakin panas, karena panas bumi tidak bisa lepas dari bumi akibat selimut yang berasal dari zat cemar,” terang Emil.

Dengan Iklim yang berubah, hidup manusia menjadi terancam, karena manusia bisa hidup hanya dalam suhu tertentu.

Suhu yang meningkat akan berdampak pada pertanian dan curah hujan yang juga berdampak pada hewan yang dimakan manusia.

“Ancaman besar mengintai akibat selimut yang menutupi bumi dan merubah iklim alami bumi. Ini adalah krisis iklim yang kita hadapi,” ucap Emil.

Emil berharap perubahan iklim ini haras terus menjadi perhatian berbagai pihak, jika tidak ingin dunia menuju neraka hidup di dunia ini.

Salah satunya dengan kembali kepada energi-energi yang ramah lingkungan, seperti energi solar atau energi yang berasal dari tumbuhan.

Tumbuhan menjadi salah satu penangkal perubahan iklim, karena zat hijau daun atau klorofil yang ada di dalamnya dapat menyerap pencemaran-pencemaran tersebut.

“Jalan keluar dari krisis ekonomi dan krisis lingkungan ini adalah menegakkan ekonomi hijau. Kembali ke alam, kembali pada fungsinya, klorofil yang bisa menjadi energi dan dikembangkan. Atau memakai solar energi, atau energi dari matahari,” ujarnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved