Hari Ibu

Komunitas TISI Manfaatkan Hari Ibu dengan Luncurkan Buku '93 Penyair Membaca Ibu'

Momentum Hari Ibu yang jatuh 22 Desember dirayakan dengan berbagai cara, seperti halnya seniman dengan meluncurkan buku yang berisi puisi.

Penulis: Ign Agung Nugroho | Editor: Valentino Verry
Warta Kota/ign agung nugroho
Seniman memperingati Hari Ibu dengan cara berbeda, mereka meluncurkan buku berisi kumpulan puisi untuk ibu. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Momentum peringatan hari ibu yang jatuh pada 22 Desember, komunitas Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) meluncurkan buku bertajuk '93 Penyair Membaca Ibu'.

M. Oktavianus Masheka, Ketua TISI mengatakan, antologi kali ini hadir untuk merespons perayaan Hari Ibu ke-93 tanggal 22 Desember 2021.

Baca juga: Gol Cantik Witan Sulaeman saat Menjebol Gawang Singapura di Piala AFF Mendapat Sorotan Media Asing

Karya 93 Penyair dari 34 provinsi, sebagai bagian dari sosial kontrol masyarakat dan pemerintah, para penyair dan pegiat sastra mencoba melihat permasalahan ‘Ibu’ sebagai ibu biologis dan ibu sebagai metafora ‘ibu kebudayaan’ dan alam semesta. 

"Jadi apa sesungguhnya permasalahan perempuan masa kini ditinjau dari sudut hukum, sosial, budaya, politik, agama, dan pendidikan di Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata Oktavianus saat peluncuran buku tersebut yang berlangsung secara daring, Selasa (21/12) malam.

Oktavianus yang juga ikut menulis puisi dalam buku itu memaparkan, makna 93  hanyalah sekadar mengingat kembali bahwa sudah 93 tahun sejak hari lahirnya emansipasi wanita dan sudah sejauh mana yang sudah dilakukan.

"Kongres pertama wanita Indonesia dimulai pada hari sumpah pemuda tahun 1928. Makna 93 ini lebih kepada mengingatkan, wahai para wanita, wahai para perempuan, sudah 93 tahun lho, cita cita kalian pada 1928 apa yang sudah dicapai dan apa yang belum," katanya.

Baca juga: Waspada, Tiga Bulan Terakhir Kasus DBD Meningkat di Kota Tangsel

"Jadi ini lebih kepada mengingatkan bahwa hari ini, 93 tahun wanita Indonesia berikhtiar dalam emansipasi dan mari kita wujudkan, karena aku berada di sampingmu," kata Oktavianus lagi.

Ia menambahkan, lahirnya buku ini, juga menjadi syiar bagaimana bisa olah rasa. Sebab, misi mereka ke depan bagaimana perempuan dan pria bisa mengeluarkan perasaannya dalam sebuah karya.

"Saat ini kondisi kita, olah rasa kita sudah mati suri," ujarnya.

Di sisi lain, salah seorang penyair dalam buku '93 Penyair Membaca Ibu', Prof DR dr Umar Zein mengungkapkan, buku ini juga merupakan salah satu kerisauan penyelenggara maupun penyair, karena masih ada ditemukan seorang anak yang tidak peduli dengan ibu yang telah melahirkan hingga membesarkannya.

"Buku ini hadir untuk kita agar selalu mengingat sosok ibu, apalagi ketika ibu kita sudah tiada, sehingga kita ingin generasi muda, selagi ada ibu berikan penghormatan yang setinggi tingginya kepada beliau," kata Umar.

Baca juga: Dinas Kesehatan Tangsel Lakukan Penyuluhan kepada Remaja Putri untuk Mencegah Stunting

Ia juga berharap, agar antologi buku ini tidak hanya beredar di kalangan penulis saja, melainkan juga masuk ke sekolah sekolah dan bahkan dijadikan e-book, sehingga pelajar dapat mengetahui siapa sastrawan sastrawan di Indonesia.

"Selama ini mereka hanya tahu Chairil Anwar, WS Rendra, sedangkan di bawah bawahnya mereka tidak tahu," ujar Umar.

Dalam kesempatan yang sama, sastrawan Christophorus Apolinaris Eka Budianta atau lebih dikenal sebagai Eka Budianta mengapresiasi Buku ‘93 Penyair Membaca Ibu’ yang diinisiasi komunitas TISI.

"Buku ini menarik, karena ibu ini pintu gerbang yang melahirkan sastrawan, semua sastrawan juga dikenali siapa ibunya. Hal seperti ini penting, karena ibu yang melahirkan, kualitas sastrawan ditentukan oleh ibunya. Ibunya yang mengajarkannya, melatih kepekaan hatinya," ujar Eka.

Baca juga: Rahayu Saraswati Bidik Kaum Milenial di Pemilu 2024 untuk Membesarkan Gerindra

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved