Pilpres 2024
Ajukan Gugatan Ambang Batas 20 Persen ke MK, Bagaimana Peluang Gatot Nurmantyo di Pilpres 2024?
Gugatan itu dilakukan saat ramai bermunculan sosok yang dianggap potensial maju sebagai calon presiden.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menjadi perbincangan hangat.
Pasalnya, Jenderal Gatot mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen dihapus.
Gugatan itu dilakukan saat ramai bermunculan sosok yang dianggap potensial maju sebagai calon presiden.
Gugatan itu tercatat di laman MK dengan nomor 63/PUU/PAN.MK/AP3/12/2021.
Gugatan itu diajukan oleh kuasa hukum Gatot, Refly Harun dan Salman Darwis.
Dalam permohonannya, Gatot meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: Elektabilitas Erick Thohir Terkerek Naik Dampak Kinerja Kementerian BUMN yang Dianggap Moncer
Menurut Refly, Pasal 222 UU Nomor 7/2017 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.
"Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," kata Refly dalam surat permohonan, dikutip Kompas.com, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: Jenderal Gatot Curiga PKI Sudah Susupi TNI, Panglima Tak Mau Berpolemik, Anggap Nasihat dari Senior
Selain itu, penggunaan ambang batas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden potensial mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan.
Refly menuturkan, dalam melaksanakan hak konstitusional mengusung calon presiden dan wakil presiden, partai politik seringkali mengabaikan kepentingan rakyat untuk menghadirkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa dan lebih banyak mengakomodasi kepentingan pemodal.
Menurut Refly, kondisi faktual pada Pilpres 2019 di mana pemilih tidak mendapatkan calon-calon alternatif terbaik dan adanya polarisasi politik yang kuat, seharusnya menjadi alasan bagi MK untuk memutuskan bahwa ambang batas presiden tidak relevan lagi.
"Selanjutnya, pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi agar ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7/2017 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujarnya.
Menurutnya, masalah ambang batas presiden ini bukan persoalan biasa.
Ia mengatakan, soal ambang batas ini merupakan masalah pokok utama terkait pengembangan demokrasi di masa mendatang.
Baca juga: Gubernur Anies Bantah Kanal YouTube Pribadi Untuk Pilpres 2024, Tapi Ini Tujuannya
Gatot dan pilpres
Nama Gatot Nurmantyo sejatinya beberapa kali disebut sebagai sosok potensial calon presiden.
Namanya kerap mewarnai hasil survei.
Platform Nyari Presiden (Nyapres2024) melakukan Survei Online Nasional dengan tajuk “Regenerasi Politik Indonesia: Tokoh Muslim Menjelang 2024”.
Survei ini menunjukkan sejumlah nama tokoh muslim yang paling diharapkan menjadi Presiden pada Pilpres 2024 berdasarkan sejumlah kategori, di antaranya Gatot Nurmantyo.
Dari survei tersebut, untuk tokoh muslim dari kalangan TNI/Polri, elektabilitas tertinggi diperoleh Gatot Nurmantyo dengan 60,61 persen dan Tito Karnavian 15,19 persen. Selanjutnya, Andika Perkasa 9,69 persen, Moeldoko 6,03 persen, dan Budi Gunawan 2,29 persen.
Bahkan, sejumlah relawan sudah menyatakan dukungan terhadap mantan panglima TNI ini.
Hanya saja, langkah Gatot maju sebagai capres berat lantaran ia tidak tergabung dalam partai politik.
Meskipun Gatot belum lama ini mengklaim sudah ditembak tokoh partai politik untuk ikut maju di bursa capres 2024.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai statement Gatot Nurmantyo tersebut masih misterius. Sebab, dia menyebut, sebetulnya seluruh parpol sudah memiliki jagoan masing-masing.
"Ini yang menjadi misteri, parpol apa yang nembak Gatot maju Pilpres 2024. Hampir semua parpol sudah terindentifikasi punya jagoan masing-masing," kata Adi
Maka dari itu, pengajuan ambang batas pencalonan presiden yang dilakukan Gatot dinilai sebagai bentuk ikhtiar darinya untuk bisa maju sebagai calon presiden apabila tidak ada partai politik yang mengusungnya.
Baca juga: FAKTA BARU, Herry Tak Punya Pesantren, Korban Bukan Santriwati, Pakar Hukum: Ini Kasus Eksploitasi
Demokrat hargai langkah Gatot
Partai Demokrat menghormati dan menghargai hak hukum yang ditempuh Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo melalui kuasa hukumnya yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Kami bisa memahami jika Pasal yang mengatur tentang ketentuan Presidential Threshold ini dianggap tidak sesuai dengan UUD ‘45 dan hasil amandemennya," ujar Kamhar Lakumani, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, dalam keterangannya kepada pers, Rabu (15/12/2021).
Kamhar mengatakan memang tidak ada ketentuan Presidential Threshold pada hasil amandemen UUD ‘45.
Pada Pasal 6A Ayat 2 amandemen ketiga UUD ‘45 hanya menyebutkan bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemeilihan umum.”
"Sehingga jadi jelas dan tegas tak ada ketentuan tentang Presidential Threshold," ujar Kamhar.
Menurut Kamhar, tentunya aspirasi ini tak datang dari ruang hampa sebab pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya menyajikan dua pasangan calon telah berakibat pada pembelahan di masyarakat.
Baca juga: SOSOK Haji Lulung, Penguasa Tanah Abang, Berani Mundur dari DPR, Pernah Jadi Seteru Ahok
"Biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mesti ditanggung sebagai bangsa malah jauh lebih besar. Ini kontra produktif dengan ikhtiar konsolidasi demokrasi yang hendak dituju," katanya.
"Pembelahan yang terjadi semakin menumbuhsuburkan politik post truth, penyebaran hoaks secara masif, buzzerRp, dan sebagainya yang mendistorsi diskursus publik," ujar Kamhar menambahkan.
Kamhar mengatakan rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan calon Presiden dan Wakil Presiden sebab kita tak kekurangan stok calon pemimpin bangsa yang berkualitas dan handal.
Baca juga: Pendiri Cyrus Network: Elite Politik Tentukan Capres di Menit Akhir karena Harga Nego Makin Tinggi
"Presidential threshold-lah yang selama ini menjadi hambatan bagi hadir dan tampilnya putra dan putri terbaik bangsa dipanggung kepemimpinan nasional. Tak hanya membatasi pilihan rakyat, ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekruitmen kepemimpinan nasional," ujarnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com