La Nyalla Mattalitti: Amandemen UUD 1945 Sejak 1999 Hingga 2002 Adalah Kecelakaan Konstitusi
La Nyalla pun membandingan amandemen konstitusi di Indonesia dengan Amerika Serikat dan India.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, amandemen konstitusi di Indonesia dalam kurun waktu 1999-2002, brutal dan masif.
Bahkan, menurut La Nyalla, amandemen yang terjadi pasca-reformasi itu telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu disampaikan La Nyalla dalam sambutan diskusi yang mengambil tema 'Urgensi UUD 1945 dalam Rangka Menuju Indonesia Maju' secara virtual, Senin (13/12/2012).
Baca juga: Anggota Komisi II DPR Bantah Sepakat dengan Pemerintah Pemilu 2024 Digelar pada 15 Februari
"Kita harus sudahi kerusakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara."
"Yang merupakan imbas dari amandemen konstitusi yang dilakukan secara brutal dan masif pada kurun waktu 1999-2002," katanya.
La Nyalla pun membandingan amandemen konstitusi di Indonesia dengan Amerika Serikat dan India.
Baca juga: NasDem Bakal Pilih Pemimpin yang Bisa Lanjutkan Pembangunan yang Dilakukan Jokowi
Konstitusi asli Amerika Serikat terdiri dari 4.500 kata. Lalu, dilakukan amendemen sebanyak 27 kali yang hanya menambah 2.500 kata.
Sedangkan konstitusi India yang terdiri lebih dari 117.000 kata, diamandemen 104 kali dengan hanya menambah 30.000 kata.
Sedangkan UUD 1945 asli yang terdiri dari sekitar 1.500 kata, lantas diamandemen sebanyak empat tahap menjadi 4.500 kata. Namun, secara substansi juga berbeda dari aslinya.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun Dimulai Besok, Pakai Sinovac
"Artinya terjadi perubahan besar-besaran dan tidak dilakukan dengan cara adendum. Inilah yang saya sebut kecelakaan konstitusi," tutur La Nyalla.
La Nyalla juga menyebut, sejak amendemen 2002, Indonesia telah meninggalkan demokrasi Pancasila, menjadi demokrasi liberal.
Tak hanya itu, sistem ekonomi nasional sejak amendemen 2002 telah meninggalkan sistem ekonomi Pancasila, yang menitikberatkan kepada pemisahan yang jelas antara wilayah koperasi, BUMN, dan swasta, menjadi sistem ekonomi kapitalistik.
Baca juga: ASN Tetap Dilarang Cuti Nataru dan Bepergian ke Luar Daerah Meski Tak Ada PPKM Level 3 Nasional
Hal itu sebagaimana tertuang dalam konstitusi amendemen 2002 yang telah menambah 2 ayat di pasal 33.
Akibatnya, membuka peluang kepada swasta nasional maupun asing untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak, dengan dalih efisiensi.
"Tidak heran, bila mereka yang kaya semakin kaya, dan yang miskin akan tetap miskin."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 13 Desember 2021: Dosis Pertama 146.875.959, Suntikan Kedua 103.098.857
"Dan, mereka yang kaya raya adalah segelintir orang yang menguasai hampir separuh kekayaan Indonesia."
"Padahal negeri ini kaya raya. Sejatinya tidak ada kemiskinan akut di negeri ini, selama tidak ada segelintir orang yang dengan brutal dan rakus menumpuk kekayaan untuk kemudian dibawa keluar Indonesia," bebernya. (Fransiskus Adhiyuda)