Berita Regional
Eksekusi Sekolah Fajar Hidayah Ricuh, Puluhan Anak Yatim Terancam Kehilangan Tempat Berteduh
Eksekusi Yayasan Fajar Al-Hidayah mendapatkan perlawanan lantaran anak yatim piatu dah dhuafa terancam kehilangan tempat tinggal
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR-- Upaya eksekusi paksa lahan bangunan sekolah dan lembaga yatim piatu Yayasan Fajar Al-Hidayah pada oleh sejumlah aparat dan petugas jurusita dari Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, ricuh.
Pada eksekusi yang berlangsung Selasa (30/11/2021), aksi saling dorong terjadi antara aparat juru sita dengan santri yang mayoritas anak-anak dan pengurus yayasan.
Kedua bangunan yang diekskusi itu terletak di komplek pesona amsterdam blok I kota wisata, Ciangsana, Gunung Putri, Bogor.
Akibat eksekusi tersebut, para anak yatim dah dhuafa yang selama ini tinggal di sana terancam kehilangan tempat berteduh.
Baca juga: KETUA RW Membantah Tarik Upeti Rp 750 Ribu dan Tutup PAUD Anyelir: Itu Bercanda Saja kok
Sebab, rumah yang selama ini mereka tinggali, secara diam-diam dilelang melalui Pengadilan Negeri Cibinong Kelas I A.
Bahkan mereka dipaksa angkat kaki dan mengosongkan barang-barangnya dari tempat tinggal mereka di kawasan Kota Wisata, Ciangsana, Bogor.
Kuasa hukum pihak yayasan, Yudha Priyono menyesalkan adanya proses eksekusi rumah yatim ini.
Ia mengaku, pihaknya sudah melayangkan banding dan masih dalam proses di pengadilan dan hingga saat ini belum ada putusan.
"Proses hukum sedang kami upayakan banding. Belum selesai belum ada putuskan. Yang kami sesalkan itu ini kan tempat tinggalnya anak-anak yatim bertahun-tahun di situ, jadi kita bukan menggunakan anak yatim (menghalangi)," ungkap Yudha kepada wartawan, Selasa.
Baca juga: KRONOLOGI Demo Ricuh Ormas PP di Gedung DPR, Massa Mengamuk saat Dicegah Masuk Pagar
Yudha menerangkan, eksekusi tersebut bermula dari maasalah utang piutang antara kliennya dengan penggugat.
Namun, ia menyebut, utang yang dipermasalahkan sudah dilunaskan melalui bank.
Bahkan, kata dia, dua rumah yang menjadi objek sengketa juga sudah lunas.
"Awalnya permasalahan utang. Cuma utang-utang itu sudah terlunaskan, sudah terbayarkan kita ada bukti-buktinya itu dari bank. Objek ini, klien kami membayar ke bank 10 tahun menyicil sampai lunas," ungkapnya.
Iman Hanafi, Juru Sita dari Pengadilan Negeri Cibinong, mengatakan eksekusi dilakukan berdasarkan keputusan PN Cibinong Nomor Perkara 151/Pdt.G/2017.PN Cbi, yang dikeluarkan pada Rabu, 27 September 2017.
Baca juga: Anies Temui dan Duduk Bareng Massa Buruh, Politisi Demokrat: Lebih Manusiawi daripada Menemui Bebek
"Berdasarkan keputusan ini maka telah dikeluarkan penetapan No. 36/Pen.Pdt/Lelang.Eks/2017/PN.Cbi. Jo. No. 151/Pdt.G/2017/PN.Cbi tanggal 16 Januari 2020," ujarnya.
Penetapan ini memerintahkan bahwa rumah yang beralamat di kota Wisata Amsterdam I 11 No. 31,32,33, Kel Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor disita dan dilelang di muka umum.
Hasilnya lelang diserahkan guna membayar pelunasan hutang ke Penggugat (Abdul syukur) sesuai Putusan pengadilan.
Meridas Eka Yora dan istrinya Puti Draga Rangkuti (Tergugat) lalu mengajukan Banding. Putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung Nomor Perkara 440/PDT/2018/PT BDG, yang dikeluarkan pada Kamis, 15 Nopember 2018, yg isinya menolak permohonan banding Tergugat.
Tergugat kemudian mengajukan Kasasi. Putusan kasasi yang dikeluarkan Pengadilan Kasasi Nomor Perkara 2145/K/Pdt/2019, yang dikeluarkan pada Senin, 26 Agustus 2019, juga menolak permohonan kasasi tergugat.
Belum puas dengan keputusan Kasasi, pihak Tergugat kemudian mengajukan Peninjauan Kembali.
Putusan Peninjauan Kembali Nomor Perkara 584 PK/PDT/2020 pun menolak permohonan Peninjauan Kembali tergugat.
"Dengan ditolaknya peninjauan kembali tersebut maka putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap/Inkrah," tegas Hanafi.
Baca juga: Masih Sepi, Pelonggaran Aturan Diakui Tidak Pengaruhi Jumlah Penumpang Agen Bis Malam di Cibinong
Baca juga: Bantu Pasien Miskin, Pemkab Bogor & Baznas Bangun Rumah Singgah di RSUD Cibinong
Setelah peninjauan kembali ditolak, Tergugat kemudian mengajukan permohonan penundaan objek sengketa atau penundaan eksekusi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Putusan PTUN Nomor Perkara 112/PLW/2019/PTUN.BDG, tanggal Kamis, 02 Januari 2020 pun menolak permohonan Tergugat.
Dengan demikian seluruh proses hukum telah dilewati dalam perkara ini, dan keputusan pengadilan tingkat pertama di PN Cibinong tetap diakui dan harus dilaksanakan.
"Karena semua proses hukum telah dilalui, proses eksekusi pun kemudian dilaksanakan oleh tim Juru sita PN Cibinong," pungkas Hanafi.
Eksekusi lanjutan
Sejatinya eksekusi sempat dilakukan sebelumnya pada Kamis 21 Oktober 2021, namun terjadi perlawanan hingga menyebabkan sejumlah orang terluka.
Pemilik sekaligus Ketua Yayasan Fajar Hidayah, Kota Wisata, Bogor, Mirdas Eka Yora, mengatakan,dalam eksekusi bulan Oktober tersebut, selain penuh dengan kedzaliman, eksekusi tersebut dilakukan secara bar-bar.
Bahkan, kata dia, dalam eksekusi yang berujung ricuh itu, beberapa anak yatim menjadi korban kekerasan oknum yang turut mengawal eksekusi paksa rumah yatim tersebut.
“Akibat dari bentrokan sejumlah anak yatim mengalami luka-luka. Seorang santri bernama Raihan Nurhidayatullah kakinya terlindas kendaraan forklift yang dibawa oleh oknum eksekutor, sehingga bagian kelingking kakinya mengalami luka. Santri lainnya, Zikri juga lututnya luka dan lebam karena dorongan keras menyebabkan terjatuh hingga luka lutut,” kata Mirdas.
Buntut dar kericuhan tersebut, sejumlah korban mendatangi Polres Bogor dengan membawa sejumlah alat bukti dan hasil visum dari rumah sakit.
Kejadian tersebut sudah dilaporkan pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan kepada lembaga DPR RI.
Kronologi kasus menurut pemilik yayasan
Sengketa lahan dan bangunan itu berawal pada tahun 2000-an, demikian dikutip dari Lira Media.
Saat itu, sekolah Fajar Hidayah mulai membangun, datanglah seorang pekerja bangunan bernama Abdul Syukur yang meminta pekerjaan sebagai tukang. Setelah diterima dan pekerjaannya baik, Syukur akhirnya ‘naik pangkat’. menjadi mandor, kemudian sub-kontraktor dan kemudian menjadi kontraktor.
Pada tahun 2006, Yayasan Fajar Hidayah membangun sebuah masjid di Kota Deltamas, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan Abdul Syukur sebagai pemborong. Namun, masjid yang baru dibangun tersebut roboh total, yang disinyalir dibangun tidak sesuai dengan standar atau ada malpraktik saat membangun.
Hancurnya masjid tersebut belum dituntut oleh Fajar Hidayah, namun malah didatangi oleh debt collector dari supplier baja. Setelah diusut, ternyata Abdul Syukur sebagai pemborong belum membayar bahan bangunan yang diambilnya. Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah membayar lunas proyek senilai Rp1.731.228.963 itu kepada Abdul Syukur, yang kebetulan saat itu lagi mencalonkan diri sebagai Kades di Babakan Madang dan kalah,” cerita Mirdas.
Menurut Mirdas, pihak suplier akhirnya melaporkan Syukur ke Polisi dan berujung pada penahanannya.
Istri Abdul Syukur dalam keadaan memprihatinkan datang ke Fajar Hidayah untuk meminta pertolongan. Setelah demikianpun Fajar Hidayah masih mau membantu.
Namun, setelah keluar dari penjara, Abdul Syukur malah mendatangi Fajar Hidayah dengan membawa supplier dan menuding Fajar Hidayah masih menunggak utang senilai Rp2,3 miliar.
Tak terima dengan tuduhan tersebut, Fajar Hidayah membawa perkara tersebut ke Polres dan dilakukan audit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh Polres setempat.
Dari hasil audit keseluruhan proyek yang pernah dikerjakan Abdul Syukur, terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas, bahkan sedemikan rupa berlebih bayar hingga 300 juta.
“Walau keadaan sudah demikian, pekerjaan Abdul Syukur tidak sempurna, sudah dibantu malah difitnah menunggak, Fajar Hidayah masih tetap tidak menuntut,” katanya.
Kemudian secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan tuduhan pihak Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran.
Akhirnya, pada medio tahun 2017, Pengadilan Negeri Cibinong mengirimkan surat yang ditujukan pada Fajar Hidayah, namun dikirimkan ke kelurahan dan bukan ke Sekolah Fajar Hidayah yang jaraknya hanya beberapa meter atau lima menit dari kantor kelurahan tersebut, sehingga Fajar Hidayah tidak mengetahui perihal surat pemanggilan yang sudah dikirim sebanyak empat kali.
Akibatnya, perkara tersebut disidangkan, diputuskan, dan langsung inkracht, tanpa sepengetahuan dan kehadiran pihak Fajar hidayah.
Setelah dinyatakan inkracht, secara sepihak Pengadilan Negeri Cibinong melelang kedua bangunan rumah yang sebenarnya bukan milik Fajar Hidayah, namun milik pribadi Ketua dan Pembina Yayasan Fajar Hidayah, yang yang menjadi tempat tinggal anak-anak yatim saat ini.
“Padahal, yang menjadi objek perkara adalah bangunan sarana pendidikan Fajar Hidayah di Kota Deltamas Bekasi, namun yang dijadikan tereksekusi adalah pribadi-pribadi, dan yang disita kemudian dilelang adalah dua bangunan rumah milik pribadi-pribadi,” terang Mirdas.
Padahal, pada saat yang bersamaan, Fajar Hidayah masih melakukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek yang masih diperiksa di Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, Pengadilan Negeri Cibinong telah melanggar hak-hak hukum Fajar Hidayah dalam melakukan upaya hukum perlawanan atas putusan verstek.
Baca juga: Kontroversi Sosok Munarman, Dedengkot FPI, Pernah Jadi DPO, Kini Dituduh Terlibat Aksi Terorisme
“Luar biasanya, kedua bangunan rumah yang ditempati anak-anak yatim tersebut telah beralih kepemilikan atas nama Henricus Samodra, sebagai pemenang lelag,” kata Mirdas
Dalam surat pemberitahuan eksekusi tertera ‘Tanah berikut bangunan berdasarkan Sertifikat Hak Guna bangunan No.6021/Ciangsana, Surat Ukur No.111/Ciangsana/2007 Tgl 28-02-2017, luas 240 m2, nama pemegang hak: HENRICUS SAMODRA, yang terletak di Perumahan Kota Wisata Cluster Amsterdam 111 No.31 Kel. Ciangsana Kec. Gunung Putri Kab. Bogor