Berita Nasional
Bebas dari Lapas Gunung Sindur, Habib Bahar Bin Smith Langsung Kangen-kangenan dengan Keluarga
Mujiarto, mengatakan Bahar bin Smith dinyatakan bebas karena telah selesai menjalani masa hukuma pidana.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Feryanto Hadi
Putusan PT DKI Jakarta tersebut juga mencakup vonis PN Jakarta Timur terhadap dua terdakwa lain dalam perkara ini.
Yakni, Muhammad Hanif Alattas yang merupakan menantu Rizieq Shihab dan Direktur Utama RS UMMI Andi Tatat, yang masing-masing dijatuhi vonis satu tahun penjara.
Bakal Ajukan JR
Aziz Yanuar, kuasa hukum Rizieq Shihab, merespons putusan majelis hakim tingkat kasasi terhadap kliennya, atas perkara hasil tes swab di RS UMMI, Bogor.
Aziz mengatakan pihaknya akan mengajukan uji materi alias Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas persangkaan UU Nomor 1 Tahun 1946 kepada Rizieq Shihab.
"Mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi RI terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946."
"Karena sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian, dan sering dijadikan sebagai alat politik untuk jerat orang yang tidak disukai rezim, sehingga IB-HRS menjadi salah satu korbannya," kata Aziz saat dikonfirmasi, Senin (15/11/2021).
Tak hanya ke MK, Aziz juga menyatakan kalau pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, sebab dirinya menilai Rizieq tak layak untuk dipenjara.
Terlebih dalam kasus yang menjerat kliennya itu hanya terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang didasari oleh pernyataan Rizieq kalau dirinya saat itu dalam keadaan 'baik-baik saja.'
"Apalagi dalam pertimbangan majelis hakim kasasi bahwa majelis hakim kasasi sudah mengakui bahwa dalam Kasus RS UMMI tidak ada keonaran, kecuali hanya ramai di media massa saja," bebernya.
Kata Aziz, dalam pertimbangan putusan yang dilayangkan, majelis hakim tingkat kasasi juga mengakui kasus tes swab di RS UMMI hanya merupakan rangkaian kasus prokes Covid-19.
Atas hal itu, seharusnya kata Aziz, Rizieq Shihab tidak dipenjara, alias dibebaskan sesuai dengan penjelasan resmi yang ada di UU Nomor 1 tahun 1946 tersebut.
"Dengan pengakuan tersebut, semestinya majelis hakim kasasi menggunakan tafsir resmi keonaran dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut, yang sudah tercantum dalam penjelasannya, sehingga seyogianya IB-HRS dibebaskan," beber Aziz